Chapter 2 - Adik Kelas

Darsh Bryan Alexander adalah bintang sekolah. Semua serba sempurna, wajahnya, tampilan fisik, kecerdasan hingga latar belakang keluarga. Bryan Alexander adalah anak kedua dari pengusaha terkenal asal Belanda yang sudah menetap di Indonesia. Ayah Bryan, Hans Valiente Alexander dikenal sebagai taipan pemilik perusahan konstruksi, perkapalan hingga otomotif salah satu yang terbesar di Asia. Bahkan sang ayah dinobatkan sebagai orang terkaya ketiga di Asia setelah pemilik e commerce terbesar asal Tiongkok. Ayahnya Hans bukanlah keturunan Indonesia tapi dia telah mendapatkan kewarganegaraan Indonesia setelah menikah dengan almarhumah Ibu Bryan, Sri Handayani. Ya, Ibu Bryan sudah meninggal ketika Bryan berumur 8 tahun dan kakak perempuannya yang berumur 10 tahun. Kakaknya kini sudah masuk SMA kelas satu, ia bernam Alisha Handayani Alexander.

Sejak kecil, Bryan memang bukanlah anak yang periang, dia lebih banyak diam jika tidak ditanya. Berbeda dengan kakaknya yang selalu tersenyum dan banyak bicara walaupun sedang sakit. Alisha menderita talasemia, dia harus ikut program cuci darah setiap minggu. Biarpun begitu, Alisha tetap ceria seperti tidak ada yang membebaninya.

Setelah jam pelajaran kedua berakhir dan saatnya istirahat. Bryan keluar dari kelas dengan santai. Tiba di depan pintu kelas, Arya temannya langsung merangkul.

"Gimana, masih belum enak mood lo? Kita makan biar lo gak kepikiran terus," sahut Arya sambil tersenyum.

"Males...ga selera!" jawab Bryan singkat.

"Alah, ikut aja. Lo juga kan Dira?"

"Ya iyalah, gue mau temenin Bryan makan," sahut siswi perempuan yang dari tadi menempel pada Bryan dan Arya. Bryan hanya ikut teman-temannya dengan wajah sekenanya. Tanpa ekspresi. Setelah selesai memesan makanan di kantin mereka duduk bertiga di sudut biasa mereka berkumpul. Itu spot khusus yang tidak satupun siswa berani duduk disana. Sepenuh apapun kantinnya, spot mereka tetap kosong.

Tidak ada yang berani melawan Bryan, anak itu punya dua kepribadian. Jika seseorang tak begitu mengenalanya maka akan salah mengira jika ia adalah remaja baik hati seperti malaikat. Memiliki wajah polos dan rupawan namun tak membuat perilaku Bryan yang sebenarnya sesempurna fisiknya. Semua siswa di sekolah itu tau siapa Bryan Alexander yang sebenarnya.

"Bentar ya gua ke toilet dulu," ujar Dira pada Bryan dan Arya. Arya mengangguk sambil tersenyum, Bryan bahkan tidak menoleh. Setelah Dira pergi, barulah Arya bicara.

"Jadi bokap lo nikah lagi?" Bryan mengangguk

"Lo uda kenal calon Mama baru lo?"

"She's not my mom, and I don't care!" sahut Bryan ketus.

"Biar gimanapun dia bakaln nikah sama Daddy lo, lo harus tau dia."

"Jadi aku harus gimana? Aku harus jadi pewaris sementara Daddy akan senang-senang sama istri barunya!" Bryan membuang pandangannya ke arah lain. Beberapa siswi perempuan mencoba tersenyum pada Bryan. Dia hanya mendengus saja membalas tatapan itu.

"Bry, dia bokap lo dan dia uda lama sendiri jadi wajar kalo dia nikah lagi," sahut Arya memberi tanggapannya. Bryan tergelak dengan nada sinis.

"Jadi aku harus terima gitu aja!" suara Bryan mulai meninggi.

"No, just give them chance. Lagi pula cepat atau lambat cuma lo yang akan diangkat jadi pewaris VanAlex."

"Seharusnya kak Alisha yang berhak memegang semua itu bukan aku, I am not an Alexander." Bryan mulai menunduk sambil menghela nafas berat.

"Jangan pernah bicara seperti itu lagi! Lo adalah seorang Alexander. Kakek lo adalah pengusaha Herman Van Alexander dan Daddy lo adalah Hans Alexander, dan lo adalah Darsh Bryan Alexander. Lo adalah Alexander, darah lo tetap darah Alexander. Jangan lupa itu, Bryan," ujar Arya memandang dan berkata tegas pada Bryan.

Arya Mahendra adalah teman Bryan dari kecil tepatnya mereka bertemu saat masih di taman kanak-kanak. Ayahnya salah satu partner bisnis Hans Alexander, Ayah Bryan. Arya Mahendra adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Anak dari pengusaha asal Solo, Surya Mahendra. Hingga kini baik Surya maupun Hans masih bekerja sama dengan baik. Rumah Arya sudah seperti rumah kedua bagi Bryan. Setelah Ibunya meninggal Bryan senang menginap di rumah Arya, Ibunya Arya pintar membuat kue dan Bryan selalu dimanjakan dengan berbagai macam kue buatannya.

"But I don't know who's my father is," ujar Bryan lemah sambil menungkup kan kedua tangannya di dahinya.

"Itu gak penting, Ibu lo Alexander, artinya lo tetap seorang Alexander. Dan setelah Kakek lo meninggal bukannya dia udah ninggalin wasiat kalo hanya lo satu-satunya penerus. Jadi apa lagi yang lo cemasin?"

"It's just too much!" Bryan masih menunduk

"Bry, gak usah pikirin perusahaan sekarang, umur kita baru 15 tahun. Kita masih punya banyak waktu. Dira udah balik jangan tunjukin muka sedih lo." Bryan pun langsung mengangkat wajahnya. Seolah tak terjadi apa apa mereka mengobrol seperti biasa.

Sebelum pelajaran terakhir berakhir, Bryan pamit sebentar ke toilet. Belum sampai di pintu toilet laki laki, ia mendengar sayup-sayup suara tangis anak perempuan sambil memohon.

"Jangan Kak, itu buku-ku satu-satunya." suara anak perempuan itu kecil sambil terisak.

"Hah, miskin amat lo buku jelek begini. Makanya kalo gak punya duit gak usah sekolah disini. Anak kampung aja belagu!" Bryan merngnyitkan kening mendengar suara ribut-ribut itu lalu mendekat perlahan sambil mengintip dari balik tembok dekat toilet siswa laki laki. Ada tiga siswi mengelilingi satu anak perempuan kecil yang sudah terduduk dan roknya basah. Bryan awalnya hanya menonton sambil menyandarkan bahunya pada tembok.

Matanya kemudian memperhatikan anak perempuan tak melawan sama sekali saat dibully. Rambutnya dikepang dua dan dia tak mengangkat wajahnya sama sekali. Kulitnya putih bersih dengan rambut agak kecoklatan.

Kayaknya siswa kelas 1 ya, badannya kecil sekali' pikir Bryan.

Selesai membully, mereka bertiga terkejut melihat Bryan menyandarkan bahunya di tembok berdiri beberapa meter dari mereka dengan santai memilin-milin jemarinya.

"Aku paling gak suka liat cewek suka membully. Kesannya gak cantik sama sekali!" ujar Bryan menyindir lalu menatap kemudian menatap sekilas lagi pada siswa yang masih terduduk itu.

"Nngg dia...d-dia..k-kami c-cuma..." salah satu dari tiga siswi mencoba membela diri namuan dengan kalimat yang terbata-bata.

"Go...now!" Bryan terdengar seperti mendesis geram. Ketiga lalu berpandangan dan tak lama langsung pergi karena takut pada Bryan.

Setelah siswi siswi itu pergi, Bryan hanya menatap beberapa detik ke arah siswi yang sudah ditolongnya itu. Anak itu yang masih menunduk ketakutan. Bryan tidak mau ambil pusing, dia langsung membalikkan badan dan masuk ke toilet. Sekitar 5 menit di toilet Bryan keluar dan dia tersentak saat melihat seorang gadis berdiri di depan pintu. Ternyata itu adalah gadis yang ditolong beberapa saat lalu..

Bryan akhirnya bisa melihat wajah gadis yang menunduk tadi. Wajah imut dengan hidung kecil yang lucu dengan rambut yang dikepang. Mata Bryan langsung menatap mata bulat dan bibirya yang begitu mungil, sangat menarik perhatian.

"Terima kasih Kakak sudah menolong saya." beberapa detik Bryan seolah tidak sadar, mata gadis itu menghipnotisnya. Bryan hanya sempat menelan ludah dan lupa untuk bernapas.

"A-aku gak menolong kamu, aku cuma gak suka perempuan kasar," ujar Bryan ketika tersadar kemudian.

"Iya, Kak. Terima kasih sekali lagi." Gadis itu tersenyum manis dan pergi meninggalkan Bryan di depan pintu toilet laki laki. Bryan tidak bicara dia cuma bengong menahan nafas. Tidak sadar dia melepaskan nafas yang dari tadi ditahannya.

Apa yang sudah terjadi padaku?.