Chapter 6 - Aku Tak Mau...

Dengan senyuman bahagia, Hans Alexander menggandeng kekasihnya Rita Harfa masuk ke dalam mansionnya setelah menjemputnya dari sekolah. Rita menurut saja saat Hans membawanya ke lantai dua dan masuk ke ruang bilyard. Setelah Rita duduk, Hans kemudian memesankan pada seorang pelayan untuk membuatkan mereka minuma. Hans dan Rita akan berbicara tentang rencana pernikahan mereka yang kurang dari dua minggu lagi.

"Kamu tinggal pilih tema pernikahan mana yang kamu mau," ujar Hans pada Rita yang duduk disebelahnya. Rita menggeleng tak setuju.

"Kita sudah sepakat akan menggelarnya dengan sangat sederhana, aku tidak mau pesta apapun," jawab Rita sambil tersenyum. Hans ikut tersenyum, ia tau bahwa calon istrinya bukan wanita yang suka kemewahan. Meskipun begitu, Hans tetap ingin memberikan yang terbaik.

Rita telah membantunya melewati banyak rasa sakit setelah ditinggal pergi istrinya Sri. Sri meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil yang juga merenggut nyawa 5 orang pengendara mobil lainnya. Rasa bersalah karena seharusnya Hans lah yan menjemput sang istri dari bandara hampir membuat Hans gila.

Tapi perkenalannya dengan Rita lebih dari enam bulan lalu pada pertemuan orang tua siswa di sekolah Bryan membuat Hans bisa lebih sering tersenyum saat ini. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk melamar dan menikahi wanita yang juga adalah guru kelas anaknya itu.

Hans tau akan konsekuensi bahwa Bryan sangat menentang hubungannya, tapi ia berani mengambil resiko yang besar memasukkan seorang wanita dan anaknya yang lugu dalam perangkap kemarahan Bryan. Hans tidak tau bahwa putranya bukanlah seperti yang ia lihat selama ini. Bryan bukanlah anak baik dengan prestasi cemerlang di sekolah. Bukan, Bryan tidak sebaik itu. Jangan sebut guru guru di sekolah. Mereka bukan nya tidak tahu tapi karena Hans merupakan salah satu donatur terbesar sekolah, mereka tidak mau mengambil resiko. Untungnya Bryan mengerti batasannya di sekolah, dia hanya mengerjai siswa yang menurutnya pantas.

Selama ini Bryan selamat juga karena prestasinya di bidang Fisika yang membawa banyak penghargaan untuk sekolahnya tapi ia memang bukan anak baik. Ia terkenal sebagai pembully terutama bagi yang kalah taruhan games dengannya.

"Kamu sudah bicara sama Bryan?" tanya Rita sambil menggenggam tangan Hans. Hans menghela napas dan tersenyum ikut menggenggam jemari Rita.

"Sebenarnya aku sudah berbicara pada kedua anakku, tapi sepertinya Bryan butuh lebih banyak waktu untuk bisa menerima kamu dan Nisa sebagai anggota keluarga baru, aku harap kamu mau sabar menunggu," jawab Hans sambil mencium tangan Rita dengan mesra. Hans pun kemudian mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Rita. Sambil tersenyum keduanya pun berciuman mesra di ruangan itu.

Sementara itu, Bryan baru saja pulang dari sekolah dengan cuaca super panas hari ini. meskipun ia dijemput menggunakan mobil, tapi dengan teriknya matahari diluar membuat Bryan begitu kegerahan. Setelah membuka pintu, Bryan melangkahkan kaki untuk masuk ke rumahnya.

Sebenarnya Arya mengajak Bryan untuk pergi ke rumah Andi teman sekelas Bryan untuk bermain disana. Tapi Bryan sedang tidak punya mood untuk santai terlebih dengan cuaca hari ini. Bryan berpikir untuk pulang cepat dan berlatih berenang hari ini. Ia sudah lama tak berolah raga berat dan berenang seperti biasa. Jadi Bryan berencana berenang sehabis makan siang nanti. Seorang pelayan kemudian menghampiri dan tersenyum pada Bryan yang baru masuk.

"Tuan muda sudah pulang, saya bawakan tasnya," ujar pelayan itu menawarkan dirinya.

"Gak usah, tolong siapin aja makan siangku dan bawa ke kamar ya." Pelayan itu mengangguk mengerti. Bryan yang sudah setengah jalan lalu berbalik lagi.

"Oh iya, apa Kak Alisha udah pulang?" tanya Bryan.

"Oh kalau Nona Alisha belum Tuan, tapi Tuan Besar sudah pulang dari jam 12 tadi," jawab pelayan itu. Bryan mengernyitkan kening.

"Oh Daddy udah pulang? Dimana sekarang?".

"Ada di ruang bilyard Tuan uda, saya permisi mau menyiapkan makan siang." Bryan mengangguk dan pelayan itu kembali ke dalam untuk melakukan tugasnya.

'Kenapa daddy bisa pulang cepat hari ini ya. Ah mungkin ada berkas yang mau diambil,' pikir Bryan.

Karena penasaran ingin menemui Ayahnya, Hans, Bryan kemudian naik ke lantai dua tempat ruang bilyard berada. Bryan berjalan santai melangkahkan kaki ke arah pintu ruangan tersebut. Tapi berdiri di dekat pintu, Bryan mengernyitkan kening melihat jika pintunya tidak tertutup rapat.

'Kenapa daddy tidak menutup pintu dengan benar?' tanya Bryan dalam hatinya. Ia pun membuka pintu perlahan dan senyumannya seketika memudar. Nafas Bryan seolah tiba tiba berhenti menyaksikan yang terjadi di dalam ruangan itu. Bryan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Hans tengah duduk di sofa di depan meja bilyard dan berciuman dengan bu Rita. Tangan Bryan seketika mengepal dan rahangnya mengeras menahan amarah.

Dengan napas yang memburu dan kepala seolah berdenyut, Bryan mencoba memejamkan mata. Rasanya kalau tidak karena dia adalah gurunya, Bryan pasti sudah memukulinya. Ketika Bryan membuka matanya lagi, mata Hans sudah melihat ke arah Bryan yang masih berdiri di depan pintu. Hans pun segera melepaskan ciumannya dengan ekspresi terkejut.

"B-bryan!" panggil Hans kaget. Rita pun sama terkejutnya dan menoleh ke belakang melihat Bryan yang berdiri terpaku di depan pintu. Rita sangat malu mengetahui jika Bryan memergokinya berciuman dengan Hans.

"Son, wait!" Hans mulai berdiri panik. Ia menyuruh Rita untuk tetap di ruangan itu sementara ia mengejar Bryan yang sudah pergi.

"Ah kamu tunggu disini sebentar." Hans pun memanggil dan mencoba meraih Bryan yng berjalan cepat ke kamarnya. Bryan berlari menuju kamarku di lantai tiga dan tidak menggubris Ayahnya, Hans yang mengejar di belakang. Bryan sangat sangat marah. Ia masih tidak percaya jika Ayahnya bisa mencium wanita itu, mereka bahkan belum menikah.

'Tega sekali Daddy mengkhianati Mommy!' ujar Bryan dalan hatinya. Tak sadar Bryan meneteskan airmatanya ketika berjalan menuju kamar. Hans masih mengejar dan sebelum sampai di pintu kamar, Hans berhasil meraih lengan Bryan.

"Bryan, kamu mau kemana? Dengarkan Daddy dulu, Daddy mau bicara!"

"Daddy mau bicara apa lagi! jelas-jelas Daddy sudah mengkhianati Mommy. Bryan gak mau dengar apapun!" jawab Bryan dengan nada tinggi. Bryan tak pernah sekasar itu pada Hans. Namun hatinya begitu sakit sampai ia tak sadar sudah menaikkan nada bicara pada orang tuanya.

"Apa maksud kamu? Daddy tidak pernah mengkhianati Mommy kamu!"

"Lalu apa tadi yang Bryan liat, Dad?" Hans menarik napas berat dan menutup matanya.

"Listen to me, Rita akan menikah dengan Daddy dua minggu lagi, jadi wajar kalau kami berciuman."

"HAH... dua minggu lagi! Jadi Daddy benar-benar akan bawa wanita itu masuk ke rumah kita?" Bryan meledak marah.