"heummm... dahlah masalah gelas gue,
gak usah lo pikirin lagi. sekarang yang dipikirin tangan lo sembuh dulu aja"
binaran senang terpancar dari mata rosi.
"i---ya kak juna, maaf yaa sekali lagi. tar aku cari deh yang bentuk nya sama buat gantiin yang tadi"
rosi makin tak enak melihat senyum miris juna. "dahlah gak usah, mau sama bentuknya juga bakal beda kenangannya.... ahhhh dah llaahhh napa gue jadi lebay gini sihhh"
rosi lagi-lagi menunduk, merasa bersalah dari tadi perasaan. udah ngancurin dapur kak juna, meski sekarang dah beres lagi sih, dah mecahin gelas kesayangan kak juna, bikin pancake gak jelas. yang sekarang mereka ini lagi makan.
terpaksa sihhh tepatnya.
"kok pancake nya ada yang asin, ada yang manis yaa?... ini mentega nya kebanyakan ci? " tanya juna memecah keheningan.
"eng... enggak deh kayaknya, tadi gue sempet bingung pas bikin adonan baru. gue lupa yang mana gula yang mana garem" rosi menggaruk lehernya dengan ringisan.
kan dibilangin juga, rosi tuh gak bisa masak. sekali masak bawa bencana lah pokonya.
"hahah... yaudahlah gak papa cii, kan namanya juga belajar. buat persiapan lo bangun keluarga nanti. kalo gak bisa masak suami lo nanti mau dik masakin siapa?, sama tetangga? hahahah! "
gue jadi ikut tertawa juga.
gak kebayang aja sih.
rosi menyunggingkan smirk, ahhh baperin ahhh
"e--ehhh kan nanti gue mah nikahnya sama lo, kan lo bisa masak jadi gue sebagai istri gak usah masak-masak"
juna menurunkan alisnya yang tadinya menukik jadi datar.
ctakkkkk!!!
"akhhh kak ihhh sakitt! "
ringis rosi
juna tiba-tiba mengusap halus dahi rosi yang tadinya ia getok.
"yaa abisnya masa aja!, mau lo nanti nikah sama gue atau orang lain lo setidaknya harus bisa masaklah"
tak sesuai ekspektasi ternyata.
roai cengengesan. ihhh juna kan jadi
pengen ngumpat. yaa masa aja nihhh yaa kalo mereka nanti beneran jodoh. tar pas juna laper tapi rosi gak bisa masak, jadi dia tar malah ngetok pintu tetangga buat minta masak.
kan berasa juna jadi suami yang terlantar nanti... juna gak mau, hidihhhh!
"ehhh btw, pertanyaan gue tadi belum lo jawab"
"pertanyaan yang mana kak? " rosi mengerutkan dahinya.
"itu tuh, yang lo pernah deket gak sama migo, jawab" tekan juna mengulangi pertanyaan yang tak sempat terjawab.
rosi tiba-tiba jadi tak napsu makan pancake yang rasanya nano-nano itu.
tatapan nanar, juna dapati dari mata rosi yang menatapnya .
juna sedikit melebarkan matanya. terperengah karena tak pernah sekalipun ia mendapatkan tatapan yang begitu dingin dari rosi. yaa jujur, dari dulu awal juna sering mengganggu rosi ia selalu mendapatkan tatapan dingin rosi.
rasa dingin kali ini sungguh berbeda.
tapi juna peka kalo tatapan dingin kali ini... dia gak tahu... sulit didefinisikan pokonya.
dengan raut wajah dingin rosi seolah menusuk tepat pada mata juna.
"hem, kenapa nanya migo, lo siapa? "
tentu saja juna semakin terperengah lagi.
"gu---gue pacar lo, gue cemburu. lagian gue sebelumnya kenal migo juga"
gue sebenernya agak terkejut ternyata dunia itu sesempit ini yaaa?, sampai kak juna juga kenal sama migo?
selama ini gue percaya kalo dunia gak sebesar daun kelor kan? lebih berkalilipat lagi kan ?
"ya terus kalo lo cemburu, apanya yang dicemburuin dari migo sama gue? " tanya roai lagi, dan tentunya dengan nada yang masih saja datar.
juna tiba-tiba jadi serius
"inget gak lo, waktu awal kita pacaran tapi gue gak pernah ngehubungin lo sampe tiga hari. dalam tiga hari itu pula gue sering ketemuan sama temen-temen gue dari sekolah sebelah dan ternyata ada migo juga. disana migo terus-terusan ngegalauin cewek. sampe akhirnya gue sadar cewek yang dia omongin itu lo, dia juga sering ngeracau-racau manggil nama lo, ros-----
how...how you Like that... !!!
you dont like that... that... that... that.. that
juna dan rosi serempak menatap iPhone keluaran terbaru yang berada di meja di hadapan mereka .
yaa itu HP nya rosi yang menandakan adanya panggilan.
gue ambil HP dan mengangkat panggilan itu, tepatnya ini dari mark, adek gue.
***
kakkk!!!, lo dimana sihhhh!!! anjirrr... ini gue dah ngebel rumah gak ada siapa-siapa njirrr. lo bilang tadi lo dirumah!!!!.... ini gue mau masuk oiiiii! berasa gembell gue!
heummm... gue di apart louvis, lo kesini jemput gue
aishhhhh.... kak!, lo mahhh... yaudahhh gue kesana, louvis kan? lo dimananya?, di apart nya atau deket apart nya?. mau gue jemput dimana. lagi ngapain lo disana ohhh sama siapa juga lo disana?
kepo lo.
cepet lo! sini
singkat amat lo! mana,
hidihhhh, nyuruh cepet---cepet!, lo yaa seena----
tittttt-------
disana mark mengumpat-ngumpat kesal. mana harus jemput kakak nya lagi.
inikan dah jam sepuluh dah malam lahhh....
mana telphone nya langsung dimatiin rosi secara sepihak lagi,
mark kan belum selesai ngomong.
tapi karena bathin mark kuat, ia jelas tahu kakanya itu sedang dalam keadaan yang tak baik. mark merasakan perasaan sedih, terluka... dan.... ahhh entahlah.
pokonya mark lelah, ia ingin cepat-cepat bertemu kakanya, mark cemas apa yang sebenarnya terjadi pada rosi.
seberapa keras nya mark berusaha membuat rosi bahagia ujung-ujungnya tak pernah membuahkan hasil.
mark memang sudah hampir sepenuhnya move on dari perasaan terlarang itu tapi
mark masih saja merasa sebagai seorang loser.
rosi dengan cepat mengambil tas nya lalu memakaikan sepatu yang berada di sisi pojok pintu apartemen.
juna menyusul cepat.
"ros.. rosi.. lo marah sama gue? kenapa lo mau main pergi aja?... lo... jawab rosi.. kalo gue tadi salah gue minta maaf. tapi lo jangan langsung pulang gini dong"
juna mencegah rosi yang akan pergi,
berusaha agar seolah-olah melupakan kepala nya yang masih pening,
demam yang belum turun,
juga kaki nya yang seolah-olah
ditusuk-tusuk setiap ia melangkah.
rosi mengacuhkan juna, dengan tetap melanjutkan mengikat tali sepatunya.
"rosi, pliss kalo ada masalah lo jangan main pergi gitu aja kayak masalah waktu itu. plisss kalo gue salah tadi lo bisa bilang bagian mananya----
ucapan juna terpotong saat rosi tiba-tiba mendongak, menatapnya dingin seolah-olah mengatakan.
agar juna segera berhenti bicara.
"oke---oke gue emang salah"
lanjut juna.
rosi dengan cepat menyentuh tuas pintu.
namun juna tetap menghalangi. bahkan sekarang dengan cara juna berdiri menyender pada pintu, agar rosi tak memutuskan pergi sebelum masalah mereka benar-benar selesai.
juna menatap rosi dalam
"rosi plisss... kali ini aja.
kaliii ini aja masalah kita selesain dengan dewasa. jangan kabur-kaburan di tengah hal gak jelas gini! " juna reflek menaikan intonasi bicaranya.
rosi semakin mendongakkan kepalanya, ikut menatap tajam juna dengan smirk yang tercetak jelas.
"cih. liat dulu apa yang salah sama lo"
srettttt.....braakkkk....
dengan kekuatan penuh rosi menggeser paksa tubuh juna yang sebenarnya lemas itu.
mudah saja sebenarnya karena kekuatan tubuh juna tak sekuat biasanya.
tubuh juna sedikit menubruk dinding sebelahnya.
cklekkkkk----
dengan cepat juna menahan tangan kanan rosi.
"plissss...uhukkk... rosi... jangan pergi dulu...uhukkk... "
lirih juna terbatuk-batuk.
rosi sudah menyingkirkan rasa empati nya sedari tadi, jadi tentu hatinya tak peduli. mau juna pingsan lagi sekalipun rosi akan membiarkannya.
juna menatap hampa telapak tangan nya yang di tepis kasar rosi.
rosi tetap melangkah menuju lift dengan raut marah.
sungguh rosi tak apa-apa jika dia yang digossipi, jika dia sendiri yang diolok-olok dibandingkan membicarakan seseorang yang sungguh ia paling benci dalam hidupnya selama enam belas tahun ini.
tap... tapi... tappp... tap... tap..
rosi menahan nafasnya sebentar, guna menenangkan hatinya yang terasa seperti di remas-remas. bahkan setitik air mata kini sudah mulai jatuh dari pelupuk matanya.
"kak pliss jangan ngikutin gue, gue butuh waktu sendiri. "
juna berhenti mengikuti rosi, ia membiarkan rosi melangkah memasuki lift yang kosong itu.
yaa juna perlu merenungi dirinya sendiri.