"Thanks Bro, gue kayaknya bakal ikut Amira ke SMA 3"
"Hemmm oke, gue harap lu sama dia bahagia. Gue tetep daftar di SMA 4"
Obrolan lebay itu pun berakhir dengan salam perpisahan dari Satria dan Abyan.
°°°
Masa SMP sudah berlalu, Satria berhasil mendapatkan nem yang lumayan cukup untuk hanya sekedar masuk SMA Negri di kotak Depok. Namun, Amira memilih untuk mendaftar di SMA favorit, SMA 3 Depok. Amira memanglah anak yang pintar, ia mendapatkan nem tertinggi kedua di SMP. Ucapan selamat pun banyak terkucur untuknya. Namun, suasana yang berbeda nampak dari sosok Natasha. Terkejut nya ia melihat hasil ujian nasionalnya yang amat sangat jauh dari ekspetasinya selama ini.
Natasha juga anak yang pintar, rasanya seperti tak pantas jika ia tak
mendapat sekolah negri saat itu. Mangkot pun ikut bersedih, Banyak hasil tak memuaskan disini. Hanya Satria, Amira dan Abyan yang bisa mendaftar ke sekolah negri, sedangkan Alya, Maskur, Thomas, Tiara dan Natasha hanya bisa terdiam meratapi hasil ujian nasional mereka masing-masing. Hanya ada satu kata saat itu yang bisa diucapkan kepada mereka,
"ini bukan akhir dari segalanya, kita memang engga akan satu sekolah, kalian memang belum bisa masuk sekolah negri, tapi gue yakin kalian akan sukses kok."
Satria dan Abyan berharap dengan mereka berbicara seperti itu, semua akan menjadi normal kembali dan mereka semua bisa tersenyum lagi atas apapun yang telah terjadi.
Libur panjang tiba. Ibarat dunia pasca perang, yang menang akan bahagia dan menikmati waktu istirahat mereka, dan yang kalah akan berusaha mencari tempat untuk melanjutkan hidupnya. Seiring berjalannya waktu, Mangkot pun sudah tak sesedih sebelumnya. kami mulai kembali bertemu, bermain, bercanda, dan bersenang senang. Mereka lupakan apapun hasil yang mereka raih, mereka memilih untuk menikmati waktu bersama selagi bisa. Dunia bukan tentang mendapatkan apa yang kita mau, uang, harta dan tahta, tapi dunia adalah tentang mendapatkan cinta, kasih sayang dan teman. Begitulah Ungkapan yang tepat untuk diungkapkan ketika itu.
Dibalik kebahagiaan Mangkot yang mulai kembali timbul, terselip kebahagiaan lain diantara Satria dan Amira. Hari itu, 15 Mei 2017, Satria dan Amira bertemu, menikmati waktu bersama, dan memandang satu sama lain tiada henti. Ketika melihatnya tersenyum, disitu Satria merasa waktu berjalan lambat. Cinta itu indah karnanya, iya, Amira. Amira yang sederhana, Amira yang membuatnya bahagia. Kalau mengingatnya, Satria nampak tak akan bisa melupakan momen waktu itu, momen dimana semua begitu bahagia dan sesuai dengan apa yang Ia mau, yaitu salah satunya melihat Amira bahagia dan tertawa karna dirinya.
Beberapa minggu berlalu, Pendaftaran siswa baru pun mulai dibuka. Saat itu semua orang berbondong-bondong menyerbu SMA atau SMK pilihan mereka. Ada yang senang karna mereka berhasil mendapatkan SMA atau SMK yang mereka inginkan, namun banyak juga yang terpaksa sekaligus sedih karna harus bersekolah di sekolah yang tak mereka mau. Satria juga sangat merasakan antusiasme pendaftaran siswa baru saat itu. Mangkot pun tak luput dari antusiasme dan kejadian-kejadian yang tak diduga. Mulai dari Maskur dan Thomas yang akhirnya daftar di SMK yang sama, Natasha yang akhirnya masuk SMA swasta unggulan di jakarta, Alya yang
juga masuk SMA swatsa unggulan di bogor, dan terakhir Tiara yang memilih masuk Sekolah farmasi di daerah Bogor. Hanya Satria, Amira dan Abyan yang masih menunggu verifikasi PPDB kota Depok waktu itu. Satria dan Amira mendaftar di sekolah unggulan ketiga di Depok, sedangkan Abyan mendaftar di sekolah unggulan keempat di Depok. Awalnya Satria tak yakin dirinya bisa masuk SMA unggulan ketiga di Depok bersama dengan Amira karna nemnya yang terpaut dua angka dari nem Amira. Namun, Amira berhasil meyakinkan Satria beserta Ibunya untuk tetap memilih SMA unggulan tersebut.
Hari terus berganti, hasil PPDB pun keluar. Amira berhasil masuk SMA unggulan ketiga di Depok, sedangkan Satria harus tersingkir ke SMA unggulan ke empat, yang otomatis akhirnya ia harus tiga tahun lagi satu
sekolah dengan Abyan. Sedari PAUD mereka bersama, entah sudah berapa tahun mereka menempuh dan belajar di satu sekolah yang sama. Terkejut, senang, serta sedih bercampur aduk ketika itu. Namun, Disinilah semua permasalahan mulai terjadi.
Permasalahan dimulai ketika Ayah Satria di PHK dari perusahaannya. Tak berselang lama dari itu, terdengar kabar bahwa Abyan dan Natasha memutuskan untuk nengakhiri hubungan mereka. Tiga hari berselang, Thomas dan Tiara juga harus putus. Sedangkan Satria, Ia harus menerima kenyataan bahwa dirinya akan menahan rindu dan rasa yang bercampur dengan perasaan sedih karna tak bisa melihat orang yang ia sayang setiap harinya. Ekonomi Satria pun anjlok secara perlahan, tak pernah ia terbayang akan hidup dengan kondisi seperti itu. Sejak itu, Satria harus dua kali pindah rumah karna kebutuhan yang tak menutupi. Tak berhenti sampai disitu, banyak juga biaya sekolah Satria yang belum terpenuhi. Satria seketika berubah menjadi pribadi yang sangat amat berbeda dari yang dulu. Ia juga seketika berubah bak orang yang tak pernah Amira kenal sebelumnya. Satria yang berbeda pun hadir, Satria yang pemarah dan terus menyalahkan Semua cobaan yang menimpanya. Saat itu nampaknya ia benar-benar tak bisa menerima takdir yang kini harus dihadapinya. Korbannya tak lain ialah Amira, dia yang harus berjuang esktra, dia yang harus bersabar menghadapi Satria, dan dia juga yang harus selalu mengalah untuk Satria. Iya, demi orang yang disayangnya, Amira saat itu hanya bisa berkata kepada Satria
"everything's gonna be okay, please trust me."
Kata itulah yang terus terucap dari bibir Amira. Namun, Satria selalu membalas dengan perkataan yang pelik,
"kamu gak bisa kan balikin semuanya?, Kamu gak bisa kan temenin aku?, Kamu bisa gak!? Kamu aja disana, sedangkan aku disini!".
Setiap kali Satria mengucap kata-kata itu Amira selalu menangis. Usahanya seakan sia-sia, Pipinya selalu basah dengan air mata. Amira hanya bisa terus meminta maaf atas apa yang sudah terjadi. Amira juga sangat amat merindukan Satria, dia juga ingin satu sekolah dengan Satria. Tapi apa daya, Ibu nya melarang Amira untuk pindah sekolah. Mengetahui hal itu, Satria semakin marah dan kecewa dengan Amira. Didalam lubuk hatinya, Satria tak pernah tega melihat Amira menangis. setiap ia tahu Amira menangis, Satria akan segera melupakan semua emosi nya dan langsung menenangkan Amira. Setiap air mata Amira yang jatuh karnanya, rasanya ia seperti tak bisa memaafkan dirinya sendiri sampai Amira bisa tertawa lagi karnanya. Sungguh yang disayangkan saat itu ialah, Amira tak pernah mau berkata yang sesungguhnya, ia hanya selalu menangis, namun tak pernah berkata lantang bahwasannya Satria sudah keterlaluan dan sudah berubah menjadi orang yang tak pernah dia kenal lagi. Ibaratkan Amira terkena penyakit, Satria sebagai pacarnya tak pernah tahu kalau Amira sedang sakit, hingga akhirnya Amira harus meninggal karna penyakitnya tersebut. lebih sedihnya lagi, Amira baru berkata jikalau dia sakit ketika semua sudah terlambat, ketika penyakit itu sudah parah dan Satria pun tak bisa memperbaiki semua. Hati Amira pun dibuat lebih hancur saat Satria berkata,
"Kalo kamu gak bisa pindah ke SMA aku, mending kita putus aja deh, aku gabisa kayak gini terus!"
Ungkapan Satria saat itu makin membuat Amira amat terpukul. Ia jadi tak bahagia dengan sekolahnya, dia juga tak pernah bisa memiliki teman, ia juga tak bisa ikut eskul yang ia suka karna Satria selalu melarang.
Saat itu, Satria seperti orang yang sangat amat jahat untuk wanita yang sangat amat baik seperti Amira. Satria bahkan sempat ingin mengakhiri hubungannya disaat Amira berusaha mati-matian mempertahankan apa yang sudah lama mereka berdua bangun. Setiap hari nampaknya menjadi hari yang abu-abu bagi Amira. tak ada habisnya ia menangis karna Satria yang selalu saja memarahinya dengan alasan yang biasanya sepele dan rendah.
"End of this part"