"Bro ini gak berlebihan?"
"Engga...udah lu diem, ikutin apa yang gua saranin oke!"
"Oookeh."
Sore itu mungkin jadi waktu yang paling akward untuk menyatakan cinta kepada seseorang. Pojok kantin sebelah kanan dekat nasi uduk Bu Yuli, jadi tempat yang dipilih oleh Abyan dan Satria. Sebenarnya ini usul Abyan, namun ketika itu Satria masih merupakan anak yang lugu dan tak tahu apa-apa tentang nembak-menembak cewek dan cuma bisa mengikuti arahan dan saran yang di berikan oleh Abyan. Seragam putih biru SMP berbalut dengan jaket bomber sebagai setelan atasan, juga segenggam coklat silverqueen di tangan rasanya sudah cukup membuat seorang Satria pede buat nembak cewek sekelas Mutia.
"Bro, itu, arah jam 10!" Sahut Abyan.
"Waduh, emmm, bro, lu yakin nembak di tempat beginian? Akward banget! Udah gitu di pojokan gini!?"
"Loh, ini tempat yang sesuai dengan kriteria lu kan!? Lu mau nya yang sepi supaya gak malu, trus lu maunya tempatnya yang tenang supaya lu bisa fokus, trus lu juga maunya tempat yang sunyi supaya lebih romantis kan?"
"Iya sih, tapi gak di pojokan gini, kayak mau ngapa-ngapain ini mah!"
Sementara mereka berdua berdebat, Mutia sudah semakin dekat.
"Eh itu udah deket, ngomong cepetan!" Ujar Abyan berbisik.
"Mu...mutia!!!" Sapa Satria.
Mutia pun berhenti dan menoleh. Sementara itu, Satria nampak terlihat makin gugup.
"Iya, kenapa ya?" Jawab Mutia.
"Ummm, gak ada apa-apa sih, cu...cuma gue mau ngasih ini."
Satria pun memberikan coklat yang ada di genggamannya.
"Ohhh, okey, makasih ya. Tapi, ulang tahun gue udah lewat lama." Ujar Mutia.
"Eng....engga, ini bukan hadian ulang tahun, tapi ini yang lain," Ujar Satria seraya memalingkan mata dari pandangan Mutia.
"Yang lain, maskudnya?"
"I...iya, yang lain. Ma...maksudnya, gue bakal bawain lo coklat lagi kalo lo ulang tahun lagi, gitu hehe."
Mutia pun terdiam sejenak seraya menatap bingung, sementara Satria nampak semakin gugup dibuatnya.
"Ohhh, okedeh, makasih ya udah baik sama gue." Sahut Mutia.
Satria terdiam, sementara Mutia sudah hendak berlalu dari pandangannya. Satria tak mampu berkata apa-apa meskipun sudah diberi kode oleh Abyan.
"Ahhh, lo gimana si!? Masa gitu doang!?" Ujar Abyan.
"Gitu doang gimana!? Lu gak liat dia sedingin itu ke gue!?"
"Dingin bukan berarti nolak, kalo gini kan lu jadinya belum dapet kepastian."
"Udah terlambat, mungkin lain kali gue berani, tapi engga buat sekarang. Yaudah lah, kita pulang aja!"
Satria dan Abyan pun segera bergegas pulang. Sore itu cuaca mendung, awan sudah sejengkal lagi hendak melepaskan butir air yang sudah tak terbendung. Rumah Abyan dan Satria memang berdekatan, hanya beda RT, jadi setiap hari mereka berangkat sekolah bareng dan juga pulang bareng. Abyan dan Satria sebenarnya sudah saling kenal sejak PAUD, Tapi mereka terpisah enam tahun di Sekolah Dasar, hingga akhirnya bertemu kembali di SMP. Disinilah, mereka akhirnya berteman hingga lebih dari tujuh tahun.
Ngekkk.....(suara pintu terbuka)
Satria pun melepas sepatunya dan masuk ke dalam rumah. Seperti hari-hari sebelumnya, sesampainya di rumah tak ada yang menyambut ataupun menghidangkan makanan, Hanya sunyi dan gelap. Ibu dan Ayah Satria sudah berangkat kerja bahkan sebelum Satria berangkat ke sekolah. Masalah makanan, selepas mandi biasanya ia akan pergi ke warteg Bude. ia bebas memilih makanan apa saja yang ia mau, namun dengan budget 20 ribu.
"Kenapa kok ngelamun aja!? Itu dimakan, nanti keburu dingin, gaenak." Ujar Bude menghampiri.
"Gak papa Bude, cuma capek tadi di sekolah." Jawab Satria.
"Oalah, yaudah, kalo kamu sakit atau ada apa-apa, cerita ke Bude ya."
"Siap bude!!!"
Satria pun melanjutkan makannya. Tak lama setelah itu, handphone Satria berdering, Abyan nampaknya yang menelefon.
"Bro!!! gua dapet nomor mutia, mending lu ngobrol sama dia gih!" Ujar Abyan membuka percakapan.
"Woy, salam dulu kek! nelfon-nelfon langsung teriak-teriak!!!" Balas Satria.
"Hehehe ya maap, kapan lagi coba dapetin nomor cewek gebetan temen." Ujar Abyan seraya tertawa Tipis.
"Hmmmm...."
"Hehehe, ya maap, bercanda. Yaudah, nih gue kirim SMS ya, nanti lu telfon jangan lupa!"
"Iya...iya."
Setelah menerima nomor Mutia, Satria pun langsung mencoba peruntungan dengan menelfonnya. Beberapa kali telepon Satria berdering, namun Mutia tak kunjung mengangkat hingga setengah menit berselang.
Tuuttt...tuuttt...Crekkk (suara telepon diangkat)
"Halo? Maaf, siapa ya!?" Mutia mengangkat telepon.
"Eh, engg...engga. Ini, ini gue Satria."
"Ohhh Satria, yang tadi di pojokan ya?"
"Po...pojokan? Maksudnya di kantin mungkin hehe."
"Iya, yang dikantin maskudnya. Ohya, kenapa?"
"Emmm ga...gapapa sih. Cuma ngetes nomor ini aja."
"Ohhh....okey."
Satria dan Mutia pun sempat berdiam diaman beberapa detik, Hingga akhirnya Bude pun mengagetkan satria dan membuat satria berbicara yang sesungguhnya kepada Mutia.
"HAYO!!! NELFON SIAPA!?" Teriak Bude mengejuti seraya menggenggam pundak Satria.
"MUT LO CANTIK, GUE SUKA SAMA LO!"
*Satria dan Bude pun terdiam sejenak, begitu juga mutia.
"Ha? Ini gue gak salah denger!?" Tanya Mutia.
"Eng...engga Mut, ini masih gue, gue masih di telfon ini."
*Satria menutup mikrofon teleponnya seraya menggaruk- garuk kepala dan menoleh ke arah Bude sejenak. Bude pun hanya bisa tertawa melihat reaksi spontan dari keponakannya itu.
"Ummm gue, gue juga suka sih sama lo. Cara lo nemuin gue langsung kayak tadi, menurut gue cukup cowok." Ujar Mutia.
"Jadi, kita?"
"Pacaran!"
Mulai hari itu, 10 Agustus 2015 menjadi hari yang mungkin tak akan pernah Satria lupakan. Selepas Mutia berkata bahwa ia bersedia menjadi pacar Satria, saat itu juga Satria tak sengaja menutup teleponnya dengan Amira. Ia sempat panik karna memang tak sengaja langsung menutup teleponnya tanpa mengucapkan terimakasih. Sekitar lima belas menit ia melompat-lompat kegirangan di warteg budenya, ditemani oleh bude dan beberapa pengunjung lain. Ia begitu bahagia ketika pertama kali merasakan rasanya menyukai seseorang dan disukai oleh seseorang. Setelah merayakan keberhasilannya memacari Mutia dengan selebrasi lima belas menit, Satria pun bergegas pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Ia kembali merasakan betapa sunyinya suasana rumahnya itu. Ia pun mencoba kembali menelepon Mutia guna menghilangkan kesunyian yang ada. Mutia pun mengangkat telepon dari Satria dan akhirnya mereka berdua pun mengobrol hingga menjelang malam. Bahagia rasanya mungkin, Mutia juga wanita yang asik diajak ngobrol dan nyambung kalau diajak bercanda. Sungguh, Rembulan malam menjadi saksi bisu betapa bahagianya dua orang beda kelamin ini saling mengobrol dan bertukar cerita.
"End of this part"