Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Bonoki

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉTampan_Berani
--
chs / week
--
NOT RATINGS
149.3k
Views
Synopsis
Kisah ini berawal dari seorang pemuda labil bernama Juliet. Dia tak tau tentang jalan hidupnya. Namun semua itu berubah ketika ia membeli sebuah kalung kujang dari seorang pedagang misterius. Kisah ini semakin menarik ketika ia bertemu dengan Kirana Sang Ratu bangsa astral. Kehidupannya semakin berwarna, ketika bertemu dengan dua mahasiswi program pertukaran pelajar, yaitu Himiko dan Eliza. Kemudian ketiga gadis cantik dan jenius itu, memutuskan untuk melatih dan membantunya untuk mencari jati dirinya. Bagaimana kisahnya? Selamat membaca.
VIEW MORE

Chapter 1 - Kelulusan

Kelulusan telah tiba, para siswa SMK berlarian ke tengah lapangan basket dengan penuh riang gembira bagaikan seekor kambing berlari di padang rumput. Begitu juga dengan seorang pemuda yang parasnya satu tingkat di atas rata-rata.

Dia bernama Juliet, siswa bertubuh ramping dan memiliki tinggi standar. Sayangnya, dia tidak populer di lingkungan sekolah bahkan kelasnya sendiri.

Seorang siswa bertubuh tinggi besar, berkulit putih berlarian di lorong sekolah dengan hebohnya. Dia bernama Dasam, teman satu kelas sekaligus tempat berbagi kasih semasa sekolah.

"Oi Mas Jul!" panggilnya sambil berlari melambaikan tangan.

Kemudian ia menggenggam kepala Juliet hingga merintih kesakitan. Senyuman ala iklan pasta gigi dipenuhi cabai. Bibirnya berkomat kamit ala Mbah dukun sembari menyentuh kepala Juliet dengan telapak tangannya.

"Hibis lilis kimi miu kimini?"

(Habis ini kamu mau kemana)

"Ngomong apa sih, kambing?"

"iki biling"

(Aku bilang)

"Ngomong nih sama tangan gue!" balasnya sambil menunjukkan telapak tangannya.

Puas bercanda gurau, Juliet mengajaknya mengunjungi kantin tempat biasa mereka menongkrong. Siapa tahu, dia bisa bertemu dengan temanya yang lain. Sesampainya di kantin, suasana sekitar terlihat sepi hanya menyisakan meja dan kursi.

Kemudian, mereka berdua duduk berhadapan sembari menikmati suasana kantin untuk terakhir kalinya. Motor para siswa, terlihat ramai menuju gerbang sekolah. Beberapa petugas kebersihan, sedang melakukan tugasnya.

"Bang Jul, habis ini mau kemana?" tanya Dasam

"Pulang," jawab Juliet.

"Maksud gue, setelah lulusan elu mau kemana kambing?!" tanya Dasam sekali lagi dengan jengkel.

"Rencana, gue mau kuliah. Kalau elu?"

"Gak usah di tanya juga elu udah tau," jawabnya membuat Juliet merasa tidak enak.

Seketika suasana menjadi hening, ketika melihat wajah Dasam terlihat murung. Juliet terdiam sambil berpikir untuk mencairkan suasana. Juliet pun memegang pundaknya lalu tersenyum sambil menunjukkan giginya seolah tidak terjadi apapun.

"Semangat bro, semoga elu bisa menjadi karyawan tetap. Kalau sudah jadi karyawan tetap, elu bisa sambil kuliah," ujarnya menyemangati Dasam sedang murung.

"Iya thanks. Kalau elu, kenapa gak sambil kerja?" tanya Dasam.

Pertannyaan Dasam, membuat Juliet tenggelam di dalam lautan bimbang. Di dalam lautan bimbang dia sendiri tidak tau ke mana dirinya akan berlabuh. Tidak berlangsung lama, Rizki teman sekelas memanggil mereka berdua.

"Mojok aja elu berdua!" tunduh Rizki.

"Bang Rizki kemari lah!" ajak Juliet.

Akhirnya Rizki berjalan menghampiri mereka lalu duduk di samping Juliet. Tidak berselang lama, seorang siswa bertulang lunak pun datang.

Dia berjalan sedikit membusungkan dadanya, bercelana pensil abu, kaos legbong, rambut panjangnya yang terikat dengan karet, jaket hitam di samping pundaknya, serta kumis tipisnya yang menawan. Lelaki bertulang lunak itu bernama Rizal. Sedangkan Rizki Si sawo matang, memakai baju sekolah pada umumnya.

"Hei tampan, lama kita tak berjumpa," goda Rizal.

"Lebay, cuman sebulan doang!" timbal Juliet sembari bulu kuduknya berdiri.

"Iya sayang," candanya membuat siapa pun menjadi salah paham.

"Idiw, sana mojok sama si Rizki!" sambil menunjuk kepada Rizki.

"Anjay!" timbal Rizki sembari tertawa.

Tak terasa hari mulai senja, mereka semua menongkrong di depan sebuah warung belakang sekolah. Rizki membeli sebotol cola ukuran jumbo. Sedangkan Rizal membeli dua es batu berukuran besar, lalu memecahkannya menjadi potongan kecil.

Kemudian, mereka bertiga meminta Juliet untuk membuka tutupnya. Baru saja Juliet memegang penutup botol, tiba-tiba mereka meremas bagian bawah botol hingga cola menyembur mengenai wajah dan baju yang dia kenakan.

"Ha.ha.ha! Sialan!" seru Juliet sambil mengusap wajahnya.

"Ha.ha.ha!" mereka tertawa gembira.

Juliet pun membalas mereka, hingga terjadi kejar-kejaran diantara mereka. Seluruh baju yang mereka kenakan, basah oleh air soda. Tidak terasa hari mulai gelap, perayaan kecil pun telah usai.

Mereka semua berpisah dan pamit ke rumah masing-masing. Pemuda itu, berinisiatif mengantarkan temannya Rizki menuju rumahnya.

Rumah Rizki, berada di tiga blok dari sini. Sesampainya di rumah Rizki, Juliet masuk ke dalam rumah lalu dia duduk di teras depan.

Sedangkan Rizki, berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman. Tidak berselang lama, dia pun datang kembali membawa sebuah teko dan dua gelas berisi air.

"Gak kerasa eui, kita sudah lulus," kata Rizki.

"Iya."

"Rencana, setelah lulus mau ke mana?" tanya Rizki.

"Gue berencana kuliah, entahlah gue juga masih bingung."

"Jangan kelamaan bingung, cepat pikirin mumpung belum acara kelulusan. Tapi, gue sebagai teman elu cuman bisa ngasih semangat," balasnya sambil menepuk pundaknya.

"Thanks ki."

"Semoga sukses."

"Elu juga ki, semoga sukses," balasnya lalu tersenyum.

Tiga jam Juliet bertamu, banyak hal menarik yang mereka bicarakan terutama mengenang masa sekolah. Hari semakin larut sudah saatnya bagi Juliet untuk pamit.

Lelaki itu pamit kepada Rizki lalu dia mulai menaiki motor supranya dan melaju menuju kosannya. Sesampainya di kosan, dia melihat barang-barang sudah dikemas rapih berada di depan teras.

Seorang pemuda bertubuh ideal, mengenakan seragam sekolah sedang sibuk berkemas. Pemuda itu bernama Badai, teman satu kost.

"Buru-buru amat, bro," sapa Juliet.

"Iya bro, soalnya besok gue ada acara keluarga. Sekalian bikin pasport."

"Pasport?"

"Iya, gue lulus seleksi masuk Universitas Wuhan!" jawabnya dengan sangat senang.

"Selamat bro, padahal besok aja atuh pulangnya," sarannya melihat hari sudah semakin larut.

"Pengennya sih, setelah kelulusan elu mau kemana?" tanya Badai.

"Entahlah gue bingung, tapi rencana gue mau kuliah."

"Wah! Semangat kalau begitu. Jangan mikirin cewek dulu, setidaknya punya satu modal."

"Apa tuh?" tanya Juliet.

"Kepintaran!"

"Ha.ha.ha! Itu mah pasti," timbal Juliet.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Badai pun pamit kepada teman sekamarnya, Juliet. Melihat teman sekamarnya melangkah lebih dulu, membuat Juliet merasa sedih.

Apalagi, dirinya tidak memiliki kepintaran seperti Badai. Semakin memikirkannya, membuat Juliet semakin dilema akan perjalanan hidupnya. Kemudian dia menutup pintu, perlahan dia mulai berbaring di atas kasur kapuk sudah dilapisi oleh seprai.

Dia memandang langit-langit kamar untuk terakhir kalinya. Sebab sebentar lagi, dia akan meninggalkan tempat sudah dianggap rumah. Kemudian dia beranjak dari kasur lalu memantikan lampu.

Setelah itu, dia pun tertidur pulas hingga menjelang pagi. Keesokan harinya Juliet pun terbangun, dia pun masuk ke dalam kamar mandi dengan selembar handuk.

Guyuran air, membuat tubuhnya kembali segar dan sabun membuat tubuhnya menjadi bersih. Selesai mandi, dia berjalan keluar mengenakan kaos putih dan celana pendek hitam menuju warung makan.

Acara berita pagi mulai tersiar, dia menikmati terong balado dan mie goreng sebagai menu sarapan pagi. Sayangnya, tidak ada yang berubah sama sekali. Sejak dulu hingga sekarang, dia selalu berangkat dan menikmati sarapan pagi seorang diri.

Beberapa siswa lain, terlihat berjalan melintas menuju sekolah masing-masing. Selesai sarapan, dia kembali ke kosannya untuk berkemas. Kemeja putih dan dasi putih bergaris biru, telah dia kenakan dibalik kemeja biru dongker.

Sepasang sepatu hitam pantofel dan kaos kaki, juga sudah dia kenakan. Barang-barang sudah ditata rapih serta bagian dalam sudah dia bersihkan.

Perlahan dia menutup pintu kosan, namun sebelum pintu itu benar-benar tertutup rapat dia melihat isi kosan untuk terakhir kali. Dia pun tersenyum, sembari memandang dengan sedih.

"Selamat tinggal, thanks sudah menemani suka dan dukaku selama ini," ujarnya perlahan seiring pintu kosannya tertutup.

Setelah itu, dia berjalan menuruni anak tangga lalu menaiki motor supranya. Perlahan motor itu mulai melaju meninggalkan lingkungan kosan. Juliet melaju di atas aspal sambil menikmati hembusan angin pagi.

Beberapa calon alumni sekolahnnya, terlihat melintas menaiki berbagai macam kendaraan. Paling unik dari semua kendaraan yang dia lihat adalah delman.

Seorang pemuda, terlihat mengendarai delman ditemani oleh dua pasangan duduk di kursi belakang. Sesampainya di sana, seluruh calon alumni saling bertukar foto.

Ada juga, beberapa dari mereka berbincang-bincang untuk terakhir kalinya sebelum momen kelulusan benar-benar berakhir. Acara pembukaan dimulai. Kepala Sekolah, naik ke atas panggung untuk memberi pidato selamat.

Selesai berpidato, acara dilanjutkan dengan upacara dan tarian simboli. Setelah acara berakhir, Band changcuters mulai menaiki panggung, mereka semua mulai berjoget dengan diiringi alunan musik.

"Hiya! Goyangkan pinggulmu Juliet!" seru Rizki.

"Siap!" timbal Juliet. "Dasam, goyangkan gigimu yang bercabai!" ledek Juliet melihat gigi Dasam terdapat cabai pada sela-sela giginya.

"Ha.ha.ha, sialan!

Selain calon alumni, beberapa guru terlihat ikut berjoget dengan para anggota OSIS. Keseruan itu pun berakhir, ketika hari sudah mulai senja lalu satu persatu mereka kembali pulang.

Juliet berfoto dengan teman sekelas dengan mengenakan untuk terakhir kalinya. Dia tau, bahwa setelah ini mereka semua akan memulai hidup baru masing-masing.

Selesai berfoto, Juliet menaiki motor dan melaju kembali ke kosan untuk menemui keluarganya yang sudah menunggu. Sesampainya di kosan, motor termasuk barang pribadinya masuk ke dalam mobil pick up.

Juliet masuk ke dalam mobil Avanza silver bersama keluarganya. Perlahan, mobil itu mulai melaju meninggalkan kosan. Sekilas, dia teringat masa pembullyan dialami selama tiga tahun oleh gerombolan preman di kelasnya.

Selain kenangan buruk, dia juga teringat masa indah bersama teman-temannya. Namun, semua itu telah berakhir seiring melajunya mobil di atas aspal. Dalam lubuk hatinya, dia berkata,"Selamat tinggal," sembari memandang suasana kota untuk terakhir kalinya.