Keesokan harinya, Juliet berjalan seorang diri menuju sebuah padang rumput yang luas. Padang rumput itu, terletak 200 m dari jembatan utama desa . Rencana, dia ingin menemui temannya bernama Yunus. Lelaki itu, merupakan teman Juliet satu-satunya di Desa.
Sinar matahari bersinar terang, hembusan angin sepoi-sepoi mulai dia rasakan. Dia berjalan, hanya mengenakan kaos, celana hitam bergaris putih dan sandal jepit. Setelah menyebrangi jembatan, dia melihat Yunus dari kejauhan sedang duduk di bale pinggir sawah seorang diri.
Buru-buru, dia mempercepat langkah kaki untuk menghampirinya. Yunus memiliki ciri khas model rambut poni mangkok. Bajunya yang lusuh, sebuah tas selempang terbuat dari goni dan mengenakan topi terbalik.
Kulitnya yang sawo matang, mengayunkan kedua kakinya tanpa alas kaki. Mereka berdua saling menyapa lalu duduk bersama di dalam bale terbuat dari bambu. Yunus mengambil sebuah suling bambu di dalam tas selempang miliknya. Lihainya Yunus dalam memainkan suling bambu, menciptakan melodi yang indah. Alunan suling bambu, membuat nuansa pedesaan semakin terasa.
Satu jam lamanya Yunus bermain suling, sedangkan Juliet terdiam menikmati. Puas bermain seruling, Yunus memasukkan suling itu kembali ke dalam tasnya.
"Juliet, rencana mau kuliah dimana?" tanya Yunus.
"Rencana, gua mau kuliah di Universitas Kembang,"
"Ngambil jurusan?"
"Bahasa Prancis, tapi itu juga kalau lulus SBMPTN."
"Keren! Sekolahmu ada pelajaran Bahasa Prancis?"
"Enggak sih, hanya sekedar coba-coba. Siapa tau diterima,"
"Semoga di terima."
"Thanks, kalau elu mau kuliah dimana?" tanya Juliet.
"Di Universital Good Looking, kebetulan gue mau daftar di Fakultas Sosial. Kebetulan ada saudara di Kota Kembang, kalau keterima gue bisa menumpang di sana," jawab Yunus.
Dari kejauhan, kambing-kambing berlarian ke jalan lalu beberapa ekor memakan tanaman padi milik warga. Buru-buru, Yunus pun berlari menyusul kambing-kambingnya. Sedangkan Juliet, diminta untuk menunggu selagi Yunus mengurusi kambing-kambingnya.
Juliet membaringkan tubuhnya di atas bale terbuat dari bambu. Angin sejuk mulai berhembus, langit biru cerah terlihat indah di angkasa. Hembusan angin, perlahan membuat Juliet tertidur. Kedua matanya mulai terbuka, betapa terkejutnya dia saat melihat dirinya berada di tengah padang rumput hijau yang luas.
"Di mana aku?!" tanya Juliet sambil menoleh ke segala arah.
"Alam mimpimu," ujar seorang pria misterius duduk bersemedi di atas batu.
Pria itu memiliki tubuh kekar, mengenakan mahkota emas dan baju kerajaan khas Pajajaran. Kumis tipis, sorot matanya yang tajam membuat aura bangsawan terpancar keluar.
"Anda siapa? Mengapa saya ada di sini?"
"Aku adalah Prabu Siliwangi, mantan penguasa tanah pasundan. Tujuanku memanggilmu ke sini, hanya untuk memberikan sebuah pesan."
"Pesan?"
"Iya. Siklus di Dunia Hantu tidak stabil, pertempuran terjadi di mana-mana membuat keseimbangan dunia terancam. Seorang lelaki bernama Abraham berasal dari Dunia Fantasi, masuk ke Dunia Hantu. Lelaki itu, berencana ingin menguasai Dunia Hantu dan mengubah para hantu menjadi pasukannya. Setelah tujuannya tercapai, bala tentaranya menyerang serta menjajah Dunia Manusia dan Dunia Fantasi. Juliet, kuberikan seluruh kesaktianku melalui kalung itu kepadamu. Kumohon gunakan kekuatanku dengan bijak," ujar Sang Prabu menjelaskan.
"Aku tidak yakin, bahwa kekuatan ini akan berguna ditangan orang sepertiku," timbal Juliet sembari menunduk merasa tidak yakin.
"Berguna atau tidaknya kesaktianku, semua itu tergantung padamu. Selama kesaktianku turun padamu, bagiku itu sudah cukup membuatku tenang. Setelah ini, aku jamin hidupmu akan berbubah," balas Sang Prabu lalu tersenyum.
Seketika seluruh tempat di penuhi oleh cahaya. Tubuhnya melayang di angkasa, memasuki sebuah lorong misterius yang sangat gelap. Kedua matanya perlahan mulai terbuka, dia pun terbangun. Rupanya hari sudah mulai senja, matahari terlihat sudah mulai terbenam.
Betapa terkejutnya Juliet, melihat seorang gadis cantik duduk tepat di sampingnya. Gadis itu mengenakan baju putih berlengan panjang dan samping batik coklat selutut.
"Selamat sore tukang tidur," sapa gadis itu.
"Astaga! Siapa kamu?!" tanya Juliet sambil merangkak mundur dengan sangat terkejut.
"Ha.ha.ha! Apa-apaan reaksimu itu. Seperti habis melihat hantu saja," ujar gadis itu.
"Di mana Yunus?!" tanya Juliet sambil menoleh ke segala arah.
"Yunus? Maksudmu pengembala itu. Dia sudah kembali ke rumahnya," jawab gadis itu.
"Kamu siapa?"
"Perkenalkan, namaku Kirana Pramaswaran asli penduduk Desa ini," jawabnya.
"Juliet, salam kenal," balasnya tanpa berkedip lalu berjabat tangan.
Kelembutan telapak tangan mulai Juliet rasakan. Kirana memiki kulit seputih salju, rambut hitam panjang dan sepasang mata merah delima. Tubuhnya yang aduhai, wajahnya yang manis membuat Juliet tak berkedip. Dirinya masih tidak menyangka, bahwa di Desa tempatnya tinggal terdapat seorang bidadari yang sangat cantik.
"Kita satu Desa rupanya, tapi kenapa aku baru melihatmu?"
"Tentu saja, semenjak sekolah dasar sampai sekarang kamu lebih banyak menghabiskan waktumu di dalam rumah. Setelah pulang sekolah, kamu tidur di kamar lalu menonton televisi sambil bermalas-malasan. Terkadang, kamu membantu kedua orang tuamu berdagang. Itupun di suruh oleh Ibumu," jawabnya membuat Juliet terkejut.
"Hah? Kok kamu tau?!"
"Jelas aku tau, kabar mengenai dirimu tersebar dari mulut ke mulut. Selain itu, kita sering bertemu walau tidak terlihat," jawabnya.
Juliet terdiam merenung, apa yang dikatakannya memanglah benar. Semenjak kecil, dia jarang sekali keluar rumah bermain dengan teman sebayanya. Meskipun begitu, dia memiliki seorang teman dari kenalan ibunya bernama Fikri. Dia sering bermain bersama temannya kemana pun. Namun, ketika ibunya mencapai puncak kesuksesan Fikri jarang sekali bermain dengannya.
Fikri lebih memilih teman sepadan dengannya. Ketika acara Wayang Golek sedang berlangsung, tidak ada satu pun anak desa mendekatinya. Dulu, Juliet sempatkan mendekati anak-anak desa. Namun yang dia dapat hanyalah pembullyan. Sering kali dia dikerjai, bahkan hampir celaka ketika dia tergelincir jatuh ke dalam sungai. Semasa sekolah pun tak jauh berbeda.
Setiap hari, dia selalu menjadi kacung para preman sekolah. Pernah tiga kali, dia melawan hingga terjadi perkelahian membuat wajahnya babak belur. Juliet mencoba melaporkan kejadian itu kepada Guru BK (Bina Karya). Luka-luka memar sempat dia tunjukkan kepada Sang Guru.
"Pembullyan apa? Mereka itu hanya bercanda. Baru luka segitu saja mengadu," balas Sang Guru atas laporan Juliet.
Tidak hanya itu, ketika dirinya berkelahi dengan anak satu Desa bernama Santo. Sang Ibu, datang menghampirinya sedang tersungkur di atas tanah. Raut wajahnya terlihat sangat kecewa, memandang Juliet.
"Jadi orang jangan mudah tersinggung! Mau jadi preman?!"
Begitulah perkataan Sang Ibu kepada Juliet di depan banyak orang. Semenjak saat itu, dia lebih memilih memendam masalahnya seorang diri. Lamunannya terhenti, ketika wajah Kirana berhadapan dengannya. Tubuhnya yang wangi khas bunga kasturi, tubuhnya yang aduhai membuat Juliet gagal fokus. Gadis itu melirik tubuhnya dari ujung kepada hingga ujung kaki.
"Hei, kamu pengguna kekuatan supranatural?" tanya Kirana sembari memandang wajah Juliet dari dekat.
"Aku bukan pengguna kekuatan supranatural. Lagi pula, di zaman serba modern ini mana ada kekuatan seperti itu?" timbalnya sembari menahan canggung sekaligus malu.
"Hmm..., aneh sekali. Padahal aku merasakan energi supranatural di dalam tubuhmu. Tapi, yang kamu katakan itu benar. Di zaman sekarang, mana ada manusia pengguna supranatural."
"Iya, ha.ha.ha!" timbalnya lalu tertawa.
Ponsel miliknya mulai berdering, Juliet meraih ponsel miliknya di dalam saku celana. Rupanya itu adalah notifikasi pesan dari ibunya. Sang Ibu meminta Juliet untuk kembali pulang.
"Sudah sore, ayo kita pulang," ajak Juliet kepada Kirana.
"Tidak, aku masih ingin di sini."
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa," ujarnya lalu mulai melangkahkan kakinya.
"Tunggu!" kata Kirana sambil memegang tangannya. "Juliet, aku sangat tertarik padamu. Jika ada waktu luang, sempatkan dirimu untuk keluar rumah. Sebab, banyak hal menarik yang harus kamu lihat di Desa kita. Siapa tau kita bisa bertemu kembali," pinta Kirana.
"Aku usahakan," balasnya. Juliet memalingkan wajahnya, raut wajahnya memerah lalu dia pun bertanya,"Kamu bilang tertarik padaku. Maksudnya tertarik dalam artian apa?" tanya Juliet malu-malu.
Kirana tersenyum manis, perlahan dia mendekati Juliet lalu dia menghembuskan nafas kepada daun telinganya. Juliet merasa geli lalu Kirana pun berkata,"Tertarik dalam artian, cinta," godanya membuat Juliet semakin salah tingkah.
"Stop! Berhentilah menggodaku!" balasnya dengan raut wajah merah padam.
"Ha.ha.ha! Khas anak rumahan, digoda sedikit langsung salah tingkah," ledeknya.
"Terserah!" balasnya memalingkan wajah. "Kalau begitu, sampai jumpa," ujarnya sembari berjalan melambaikan tangan kepadanya.
Juliet berjalan meninggalkannya seorang diri. Seumur hidup baru pertama kali dia berbincang oleh gadis secantik Kirana. Kecantikannya termasuk kategori gadis yang mustahil untuk dimiliki. Meskipun begitu, Juliet senang bisa berbincang dengannya. Sekali lagi, dia ingin memandang kecantikkannya lalu dia menoleh ke arah bale. Tidak disangka Kirana pun menghilang dibalik bayangan sinar senja.
Nuansa romantis seketika berubah menjadi horor. Bulu kuduknya mulai merinding, kedua tangan dan kakinya gemetar. Akhirnya, dia berlari sekencang mungkin dengan sangat ketakutan menuju rumahnya.