Singkat cerita malam pun riba, Juliet bertukar kamar dengan adiknya. Waktu sudah menunjukan pukul tengah malam, selesai menonton film dia masuk ke dalam kamar seorang diri. Perlahan dia baringkan tubuhnya di atas kasur. Kamar adiknya begitu luas, berbeda dengan kamarnya memiliki luas separuh kamar adiknya. Kasur yang sering Dinda gunakan cukup luas. Berbagai jenis bantal dan boneka, tersedia di atas kasur.
Perlahan, dia mulai memejamkan mata lalu dia pun tertidur. Ketika dirinya sedang tertidur lelap, sosok makhluk tidak terlihat naik ke atas ranjang. Makhluk itu menghentakkan kasur, sehingga kasur mulai berguncang. Juliet terbangun dari tidurnya, dia merasakan guncangan pada kasurnya. Buru-buru, dia keluar dari kamar khawatir dirinya tertimpa bangunan. Anehnya, tidak terjadi guncangan apapun ketika berada di ruang keluarga. Setelah itu, dia pun kembali ke kamar dan tidur.
Keesokan harinya, Juliet melihat kaki dan tangannya penuh dengan luka memar. Padahal semalam, dia tidak membentur apapun selain bantal di atas kasur.
"Aneh sekali," gumamnya melihat kondisi tubuhnya sendiri.
Setelah itu, dia pun keluar dari kamar untuk memulai rutinitasnya. Kemudian malam pun telah tiba, ketika sedang tertidur Juliet menghirup aroma busuk dan amis darah. Tubuhnya seketika tak bisa digerakan, nafasnya terasa sesak seperti ada seseorang menindih tubuhnya. Juliet merasa ujung kuku, menyentuh kedua lengannya. Suhu dingin mulai dia rasakan, suasana hening membuat bulu kuduknya berdiri.
Perlahan Juliet membuka matanya, betapa syoknya Juliet ketika melihat sosok mengerikan tengkurap di atas tubuhnya. Sosok itu merupakan wujud seorang wanita, memiliki wajah hancur dan berlumurah darah. Kulitnya yang putih pucat, kuku hitamnya yang tajam serta mengeluarkan aura hitam yang menakutkan.
Puluhan belatung, terlihat pada wajah dan bola mata kiri sudah membusuk. Aroma busuk begitu menyengat, membuat Juliet sangat ketakutan ketika memandang sosok itu.
"Hi.hi.hi!" tawa sosok itu membuat gema begitu mengerikan.
Kedua tangan makhluk itu, mencekik Juliet lalu melemparnya hingga wajahnya membentur tembok. Benturan yang keras, membuat keningnya memar dan mengeluarkan darah. Sekali berkedip, kuntilanak itu berada di hadapannya. Kuntilanak itu mencekiknya dengan satu tangan lalu mengangkatnya ke atas.
"Aghh!" jeritnya kesakitan, ketika makhluk itu memakan jarinya satu persatu dalam satu gigitan.
"Nikmatnya daging manusia. Hi.hi.hi!" ujar makhluk itu membuat Juliet menangis histeris sembari menahan sakit.
Darah mengucur deras, kuntilanak itu menghisap darah Juliet layaknya sebuah sedotan. Raut wajah Juliet mulai pucat, seluruh tubuhnya mulai gemetar lalu kuntilanak itu mulai menjilati wajahnya. Juliet pasrah, jika hari ini adalah hari terakhirnya hidup di Bumi.
Kalung kujang milik Juliet tiba-tiba saja bersinar, kuntilanak itu seketika terpental cukup jauh. Juliet terlepas dari cengkramannya, namun dia tergeletak di atas lantai kamar dengan berlumuran darah. Perlahan kesadarannya mulai menghilang. Dia melihat, kuntilanak itu terlilit oleh rantai bercahaya emas. Akhirnya, Juliet pun tidak sadarkan diri.
Perlahan kedua matanya kembali terbuka, dia melihat dirinya kembali berada di dunia penuh dengan cahaya. Seorang bertelinga runcing, berambut pirang kuncir kuda dan mata yang hijau. Di belakang tubuhnya, terdapat sayap peri seperti tokoh disney Tinkerbell. Dia menggunakan baju serba hijau, berpadu dengan baju besi. Tingginya sepadan dan parasnya yang anggun berlutut di hadapannya. Air mata Juliet keluar begitu deras, pemuda itu menangis histeris.
"Biar aku bantu," ujar gadis itu sambil membantu Juliet berdiri.
"Kamu kan yang waktu itu?" tanya Juliet.
"Benar tuanku. Perkenalkan, namaku Selina Magrove dari ras Elf. Terima sumpah baktiku kepada anda tuanku," jawabnya lalu berlutut.
Kemudian munculah seorang kesatria berbaju layaknya seorang Assasin dibalik cahaya. Pemuda itu membawa pedang sisi kiri, dan pistol Remingtong Model 1858 di samping kanan serta terdapat kunai dan peluru di setiap sisi bajunya.
"Tuanku, namaku Zegas Koroski," ujarnya memperkenalkan diri."
Seorang gadis setengah rubah, mengenakan baju ninja dan rompi besi. Sembilan ekor coklat, sorot mata berwarna pink berjalan mendekat.
"Tuanku perkenalkan, nama saya Liga Kyusakiten. Saya siap melayani anda," kata gadis rubah itu memperkenalkan diri.
"Liva, tolong sembuhkan dan kembalikan tangan tuan kita seperti semula," perintah Zegas.
"Baik, senior!" timbalnya dengan bersemangat.
Gadis rubah itu berjalan medekat, kedua telapak tangannya mendekati jari-jari Juliet telah terputus. Kedua mata gadis rubah itu mulai terpejam, sinar hijau keluar dari telapak tangannya. Perlahan, sinar itu telah mengembalikan jari-jari Juliet telah putus. Tangan Juliet terasa hangat, jari-jarinya keluar bagaikan benih pohon keluar dari tanah. Kini, jari-jari Juliet telah kembali.
Bukannya senang, Juliet kembali menangis histeris. Tetesan air mata, mewakili apa yang sedang dia rasakan. Kerapuhan hatinya, dalam menghadapi situasi berbahaya membuat mereka bertiga menjadi simpati. Kedua gadis itu mulai mendekat, mereka bersama-sama mengusap air matanya.
"Tenangkan dirimu, tuanku," kata Selina sambil mengusap air mata Juliet.
"Benar tuanku, semua akan baik-baik saja. Kami berdua akan berjuang semampu kami untuk melindungi tuan," sambung Liva.
"Mana bisa aku tenang, jika berhadapan dengan makhluk itu?!" timbalnya kembali menangis.
"Tuanku, makhluk itu bisa diatasi jika tuan bersikap tenang. Sekarang tuan bersiaplah, jika sudah terbangun, tolong tuan lari. Sebentar lagi, rantai pengikat milik Liva akan terlepas," kata Zegas.
Seketika semuanya menjadi gelap, perlahan dia pun tersadar. Juliet melihat sosok itu, meraung-raung sembari melepas lilitan rantai melilit tubuhnya. Zegas, Liva dan Selina berdiri di atas pundak Juliet dalam ukuran kecil bercahaya.
"Tuan, cepat lari!" perintah Selina.
Juliet pun bangkit, dia berlari ke arah pintu kamar. Tidak disangka, dia menembus tembok kamar sebelah. Dia melihat adiknya, tertidur lelap mengenakan baju tidurnya. Suara raungan semakin jelas terdengar, dia pun berlari ke depan sembari menembus tembok. Tidak disangka, ketika Juliet berlari sesuatu membuat kakinya tersandung. Kemudian, dia tersungkur ke atas tanah halaman rumahnya. Pemuda itu melirik ke belakang, betapa mengejutkannya dia saat melihat sosok kepala pocong terpenggal di atas tanah.
Lidahnya menjulur ke bawah, sorot matanya yang kosong dan berkulit pucat. Juliet semakin terkejut, ketika dirinya melihat sebuah pasar tradisional berada di halaman rumahnya. Padahal, halaman rumahnya merupakan lahan kosong. Selain itu, banyak sekali mayat berpakaian khas Kerajaan Nusantara tergeletak di jalan.
Darah hitam mengucur deras, suasana pasar yang hancur bagaikan terkena serangan rudal. Sosok makhluk tinggi besar, bermata merah, berbulu hitam, sepasang taring dan mengenakan rompi dan celana pendek merangkak di atas tanah. Kaki makhluk itu, tertimpa reruntuhan dan kayu lalu tangannnya menjulur ke arahanya dengan berlumuran darah.
"Tolong, aku," pinta makhluk itu sembari meringis kesakitan.
Juliet terdiam, raut wajahnya semakin pucat, kedua tangannya gemetar dan berteriak dingin. Tidak disangka, dia bertemu sosok hantu sering dibicarakan dari zaman ke zaman yaitu Genderuwo.
"Genderuwo!" teriak Juliet ketakutan sembari berlari.
Tiba-tiba, dia menabrak seseorang di depan lalu Juliet terjatuh. Perlahan, dia memandang sosok dihadapannya. Ternyata sosok itu bukanlah manusia, melainkan Siluman Buaya putih. Siluman itu, memiliki bentuk fisik seperti buaya hanya saja memiliki sepasang kaki dan tangan seperti manusia. Kedua tangannya, memegang sebuah pedang dan tameng emas. Makhluk itu, mengenakan baju, jubah dan armor besi pada tubuhnya. Sepasang mata merah dan giginya yang tajam, membuat Juliet ketakutan.
"Sedang apa kamu di sini, cepat menjauhlah!" perintah makhluk itu kepada Juliet sembari menjulurkan tangan.
Perlahan Juliet pun bangkit di bantu makhluk itu, dia berjalan tiga langkah dan berdiri dibelakangnya. Makhluk itu tidak sendiri, melainkan dua puluh rekannya mengenakan pakaian yang sama. Diantara mereka, terdapat seorang manusia berkulit sawo matang memegang dua buah pedang.
"Apa kamu tidak dengar? Cepat pergi dari sini!" perintah makhluk itu sekali lagi.
"Pergi dari apa?" tanya Juliet sambil ketakutan.
"Kamu buta?! Kerajaan Kaliwereng diserang, bodoh! Entah kerajaan mana, mengirim utusannya menyerang Ibukota Cendereng," jelas makhluk itu kepada Juliet.
Sosok kuntilanak sempat menggigit jarinya, melayang di udara. Aura hitam merah yang mengerikan, mulut dan wajahnya terus mengeluarkan darah. Kuku jarinya memanjang, mulutnya terbuka lebar memandang dirinya.
"Hi.hi.hi.hi!" tawa menggema membuat telinga terasa sakit.
"Serang!" perintah siluman itu sambil mengangkat tombaknya.
Seluruh pasukan melayang di udara, mereka semua hendak menebas kuntilanak itu dengan senjata mereka. Dalam sekejap, kuntilanak itu mengubah dua pasukan menjadi serpihan dadu. Potongan daging yang menancap, dia makan mentah-mentah.
Boom!
Sebuah sinar penghancur entah dari mana, berhasil mengenainya. Namun sayangnya, serangan itu sama sekali tidak berpengaruh. Kemudian dia bentangkan kedua tangannya ke atas. Puluhan lingkaran sihir merah, terlihat di atas langit. Ribuan petir hitam menyambar ke seluruh daratan. Juliet terpental cukup jauh, beruntung sebuah pelindung cahaya melindungi dirinya.
"Di mana aku?! Makhluk apa mereka?! Dan apa yang sebenarnya terjadi!?" tanya Juliet dengan sangat ketakutan.
"Tenangkan dirimu, tuanku!" kata Liva.
"Benar tuanku, sebaiknya anda cari tempat persembunyian di sekitar sini. Setelah itu, kami akan menjelaskannya," sambung Zegas.
Juliet langsung berlari bersama puluhan sosok aneh. Hanya saja, para sosok itu tidak menakutkan seperti yang ada di film horor. Kemudian, dia bersembunyi dibalik semak-semak dibawah pohon beringin.
"Tuanku, sebenarnya tuan berada di Dunia Batas," kata Selina.
"Alam batas?!"
"Iya, dunia antara Dunia Manusia dan Hantu. Tuan bisa melihat sendiri, beberapa manusia berjalan santai tanpa terpengaruh dengan apa yang terjadi di sini," jelas Selina lalu menunjuk pada segerombolan pemuda Desa sedang ronda.
"Tidak mungkin! Apa aku sudah mati?"
"Belum tuan, jiwa dan raga tuan terlempar ke dunia ini," jawab Liva.
"Kalian, coba lihat itu!" tunjuk Zegas pada sosok kuntilanak menjinjing kepala.
Kuntilanak itu mulai memakan, dua kepala pasukan sempat bertarung dengannya. Gigi taringnya yang mengerikan, melahap dua kepala dengan sangat rakus. Kemudian, aura hitam pada tubuhnya semakin terpancar kuat. Daster yang dia kenakan berubah menjadi merah. Rambut hitam berubah menjadi putih dan kulitnya bersisik hijau terlihat seperti reptile. Sepasang mata hitam, membuat siapa pun melihatnya bergidik ngeri.