Chereads / Bonoki / Chapter 5 - Amplop coklat

Chapter 5 - Amplop coklat

Tiga hari telah berlalu, Juliet terbangun dari tidurnya lalu dia berkemas. Rencana, hari ini dia ingin mengikuti tes kerja. Seluruh dokumen telah Juliet masukkan ke dalam tas. Dia pun meletakkan tas tersebut di ruang keluarga. Selesai berkemas dia kembali ke kamar lalu keluar dari kamar dengan selembar handuk menuju kamar mandi. Tidak berselang, pintu kamar orang tuannya mulai terbuka. Sang Ibu keluar dari kamar dengan raut wajah mengantuk.

Beliau melihat Juliet, anak tertuannya berjalan dengan selembar handuk. Biasanya dia bangun pukul tujuh pagi. Jarang sekali, dia bangun pukul lima pagi.

"Juliet, tumben sekali kamu bangun pagi. Mau ke mana?" tanya Sang Ibu terheran-heran.

"Ke rumah Aman, rencana kami berdua mau ikut seleksi penerimaan karyawan baru," jawab Juliet.

"Ya sudah, kamu cepat mandi. Nanti ibu akan belikan sarapan," perintah Sang Ibu.

"Iya bu."

Pintu kamar mandi mulai terbuka, Juliet berjalan masuk ke dalam lalu membersihkan diri. Guyuran air, membuat tubuhnya terasa segar. Perlahan rasa kantuk sedang dia rasakan mulai menghilang. Selesai mandi, dia berjalan dengan selembar handuk ke dalam kamarnya. Kemeja putih berlengan panjang, celana bahan hitam dan belt telah dia kenakan.

Kemudian dia berjalan keluar, menjinjing jaket merah hitam dan sepasang kaos kaki hitam. Tidak berselang, Ibunya pun datang membawa kantong plastik berisi empat bungkus sarapan pagi. Juliet, berinisiatif mengambil dua piring dan sendok lalu membawanya ke ruang keluarga. Televisi mulai menyala, mereka berdua mulai menikmati sarapan pagi.

"Jadi kamu ingin kerja?" tanya Sang Ibu.

"Enggak tau. Ini juga hanya sekedar coba-coba," jawab Juliet.

"Jangan begitu, kalau kamu sekedar untuk mencoba-coba mending enggak usah."

"Tapi ibu, nasib gak ada yang tau."

"Memang benar, tapi jika kamu melakukannya tidak bersungguh-sungguh sama saja bohong. Pesan ibu cuman satu, hati-hati di jalan dan jangan lupa berdoa," ujarnya memberi pesan kepada anak tertuannya.

Selesai sarapan, Juliet mengenakan jaket dan menjijing tasnya ke dpan. Dia mulai mengenakan sepatu sambil menikmati udara sejuk di pagi hari. Setelah itu, dia mengeluarkan motor supra putih miliknya. Sebelum pergi, dia mencium tangan dan pamit kepada Sang Ibu. Perlahan, motor mulai melaju meninggalkan rumah.

Arus lalulintas terlihat lancar, hanya ada beberapa mobil sedang dan truk melintas. Beberapa petani dan warga sekitar, terlihat melakukan aktivitasnnya masing-masing. Hembusan angin mulai dia rasakan, beruntung jaket yang dia kenakan membuat tubuhnya terasa hangat.

Dari kejauhan, Juliet melihat banyak sekali pengendara berlawanan arus. Raut wajah mereka ketakutan, seperti telah melakukan suatu kejahatan besar. Seketika raut wajah Juliet menjadi pucat, ketika dia melihat papan bertuliskan "Rajia Motor". Sebab, surat kendaraan yang dia miliki tidak lengkap.

Para polisi lalulintas, terlihat sibuk menilang pengendara bermotor. Seorang polisi menghadangnya di jalan lalu dia meminta Juliet untuk menepi di pinggir jalan.

"Tolong perlihatkan surat-surat kendaraannya," pinta Sang Polisi.

"Maaf pak, surat kendaraan saya kurang lengkap," balas Juliet dengan tubuhnya yang gemetar dan berkeringat dingin.

Polisi itu pun terdiam, dia menoleh pada celana bahan hitam dan amplop coklat terlihat pada plastik putih tergantung di motornya. Kemdian, beliau memasukkan buku tilangnya ke dalam saku bajunya.

"Ayo, ikut saya," ajak polisi itu menuju tempat di balik mobil bus masih terparkir.

Juliet mengikuti polisi itu sambil menuntun motornya. Dia pasrah jika isi dompetnya akan diambil oleh polisi itu. Langkah polisi itu terhenti di sebuah lahan dibalik mobil bus masih terparkir.

"Cepat pergi, mumpung para polisi yang lain belum sadar," perintah polisi itu.

"Hah? Serius? Saya kira bapak ingin uang atau sebagainya," timbal Juliet dengan terheran-heran pada polisi itu.

"Dengar ya, rajia ini ilegal dan tidak ada surat resminya. Jangan samakan saya dengan para oknum polisi meminta uang para pelanggar lalulintas. Lebih baik uangmu digunakan untuk bekal melamar kerja. Cepat pergi, jika ada salah satu dari mereka bertanya bilang saja sudah," perintah polisi itu kepada Juliet.

"Baik pak, terima kasih banyak atas pengertiannya," ujarnya berterima kasih kepada Sang Polisi.

"Sama-sama, hati-hati di jalan dan semoga kamu dapat pekerjaan," balasnya membuat Juliet sangat senang.

Perlahan motor itu mulai melaju meninggalkan kawasan rajia bermotor. Dia sangat senang, bisa bertemu dengan polisi yang baik dan pengertian. Jika dirinya tidak bertemu dengan polisi itu, pasti seluruh isi dompetnya akan habis. Dalam lubuk hatinya, Juliet berdoa agar polisi itu tetap dijalan yang benar.

Jalan lurus telah dia lewati, jalan berbelok sudah dia lintasi. Di depan, banyak sekali para pencari kerja memadati sebuah super market. Mereka, saling dorong demi memasukkan amplop coklat.

"Susahnya cari kerja," gumamnya sembari memandang para pencari kerja sedang berdesakkan.

Sinar matahari bersinar terang, arus lalulintas kota perlahan mulai padat. Mau tidak mau, Juliet harus bersahabat dengan asap kendaraan. Kemudian dia berbelok dan menyebrang jalan memasuki kawasan perumahan. Sekian lama di perjalanan, akhirnya dia sampai di depan pagar rumah Aman. Dia sudah mengenakan kemeja putih dan celana bahan hitam seperti dirinya.

"Lama!" keluhnya kepada Juliet baru saja tiba.

"Sorry, maklum macet di jalan," timbalnya sambil cengengesan tidak jelas.

"Ya sudah, cepetan berangkat. Nanti kita kehabisan kuota lagi," kata Aman sambil membonceng di belakang.

Helm hitam telah Aman kenakan, mereka berdua mulai melaju meninggalkan kawasan rumah. Mereka mulai melintasi jalan raya menuju Kawasan Industri. Satu persatu amplom coklat telah mereka berikan kepada HRD setiap pabrik. Setelah itu mereka mengunjungi SMK TEMBAKOR

Disana, sedang diadakan seleksi PT. RONDA. Suasana disana penuh sesak dengan para pencari kerja. Bahkan, ketika Juliet akan memberikan berkasnya. Dia mengalami sedikit kesulitan. Setelah lolos seleksi berkas, Juliet memasuki sebuah ruangan di lantai dua. Juliet bertemu dengan kedua temannya yaitu, Rizki dan Rizal. Mereka duduk bersama pada jejeran bangku di barisan tengah.

"Hey mas jul! Katanya mau kuliah?" tanya Rizki.

"Ha.ha.ha! Iya."

"Kenapa ngelamar kerja?" tanya Rizki kembali.

"Hanya iseng, siapa tau gue keterima," jawab Juliet.

"Beb, kalau niatnya coba-coba nanti hasilnya gak benar loh," kata Rizal.

"Jujur ki, gue bingung banget," ujar Juliet berkeluh kesah.

"Sudahlah Mas Jul, ngalir saja. Siapa tau elu diterima kerja," sambung Aman meyakinkan.

Masukan dari temannya, membuat Juliet sedikit bersemangat dalam mengikuti tes. Keberuntungan tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang tau. Namun Juliet berharap, bahwa keberuntungan selalu menyertainya. Seluruh peserta seleksi mulai memasuki ruangan. Satu persatu peserta, mulai duduk di tempat yang sudah tersedia. Tidak berselang lama, dua pengawas masuk ke dalam ruangan.

Kedua pengawas tersebut, mulai membagikan selembar soal psikotes kepada para peserta. Setelah dibagikan Ujian Psikotes pun dimulai. Suasana seketika menjadi hening, mereka semua fokus mengerjakan soal ujian. Juliet belum persiapan sama sekali, hanya mengandalkan keberuntungan. Berbeda dengan peserta yang lain sudah mempersiapkan segalahan termasuk koneksi orang dalam.

Tiga puluh menit telah berlalu, Ujian Psikotes telah berakhir. Seluruh peserta mengumpulkan kertas jawaban di atas meja pengawas. Selanjutnya tes fisik, seluruh peserta diminta untuk mengganti baju. Juliet beserta teman-temannya, mengganti baju di dalam kamar mandi. Selesai berganti baju, mereka semua berkumpul di lapangan basket.

"Sekarang adalah tes fisik, kalian semua lari selama lima belas menit. Skor dilihat dari seberapa banyak kalian mengelilingi lapangan basket. Peringkat 20 orang akan mengikuti seleksi selanjutnya. Sedangkan peringkat dua puluh ke bawah silahkan pulang," ujar Sang Penyeleksi.

Sepuluh orang bersiap di posisi, penguji mulai membunyikan peluit sebagai mulainya tes fisik. Sepuluh demi sepuluh peserta telah mengikuti tes fisik. Kini giliran Juliet mengikuti tes fisik bersama peserta yang lain. Peluit pun telah dibunyikan, Juliet mulai berlari mengelilingi lapangan basket.

Cara Juliet berlari bagaikan seekor bebek, membuatnya menjadi bahan tertawaan. Juliet sedang berlari, berjuang menahan rasa sakit sekaligus malu. Belum lima menit, Juliet sudah sangat kelelahan. Berbeda dengan peserta yang lain terus berlari. Perlahan staminanya mulai berkurang, Juliet memilih untuk berjalan. Lima belas menit telah berlalu, tes fisik pun telah berakhir.

Juliet merasa sudah tau hasilnya, duduk seorang diri di bawah sebuah pohon yang rindang sambil melihat teman-temannya berlari dengan penuh energik. Satu jam lamannya, mereka semua mengikuti tes fisik. Rizal, Rizki dan Aman lolos seleksi sedangkan dirinya tidak lolos. Kemudian, dia berjalan mendekati lapangan basket untuk melihat temannya mengikuti tes push up.

Ketahanan dan stamina fisik ketiga temannya, membuat mereka lolos seleksi. Selesai tes fisik, mereka bertiga mulai mengikuti interview satu persatu. Di antara mereka bertiga, hanya Rizal yang lolos interview. Kemudian Juliet, Aman dan Rizki memberi selamat kepadanya.Hari sudah mulai gelap, seluruh peserta kembali pulang ke rumah masing-masing.

"Enaknya Rizal lolos seleksi," kata Juliet sambil mengendarai motornya.

"Iya, minggu depan dia langsung training. Tapi tenang, besok masih ada tes kerja di PT. Granit. Semoga saja kita lolos," ujar Aman berharap.

"Amin, semoga saja."

Sekian lama di perjalanan, akhirnya Juliet sampai di depan pagar rumah temannya. Aman pun turun dari motor, dia berterima kasih kepada Juliet sudah memberikan tumpangan. Setelah itu, Juliet melaju menuju rumah sepupunya untuk bermalam.