Setelah menikmati makan malam, Reyent merengek meminta menghubungi Darmi untuk datang kerumahnya. Stella pun menuruti permintaan putranya, apa lagi besok adalah hari ulang tahun Darmi. Rencana Stella ingin merayakan di rumahnya. Reyent mengambil guitar kecilnya, lalu di mainkan sembari menyanyi-nyanyi. Rey juga ikut menyanyi. Sepertinya Reyent mencintai seni musik. Selain hoby menonton, main motor atau mobil mini, main dram Reyent juga sering memainkan guitar kecilnya pemberian Dana.
Ayah dan anak itu masih terus menyanyi dan main guitar sembari tertawa. Kadang Rey menggodanya, dan Reyent berteriak. Seperti Rey bilang ingin buat adek perempuan, Reyent marah teriak-teriak dan memukuli Ayahnya. Tidak cuma sekali dua kali Rey bilang ingin buat adek, tapi Reyent selalu menolak dan marah. Reyent tidak mau punya adek sendiri. Jika nanti dia punya adek, alasannya Pipi-Miminya tidak sayang lagi sama dirinya, tidak perhatian lagi, tidak boleh tidur bertiga lagi.Dan dia berkata, "Leyent sudah punya dua dedek pelempuan namanya Jennyse sama Denia. Vita juga adek Leyent." Ketus Reyent sembari memukuli dada Ayahnya. Rey tertawa, dia memang suka sekali menggoda putranya, menjailinya.
"Reyent sini ngomong sama Tati. Tati bilang lusa baru datang kesini, okay!"
"Nggak, nggak, nggak Tati datang sekalang. Tidak boleh besok."
"Eh eh Reyent tidak boleh gitu. Dedek Jennyse sakit. Tati menemani dedenya. Katanya Reyent Abangnya! Reyent sayang kan sama Dede Jennyse?" Kata Stella.
Mengangguk. Reyent kembali merengek. "Enggak, mau Tati mau Tati. Huuaaa huuaaa. Mau Tati, Mimi." Ucap Reyent sembari berteriak , terisak dan bibirnya mencebik. Pun Reyent mulai rewel mengamuk, guitar yang tadinya di mainkan di lempar ke lantai. Menangis guling-guling di lantai, memanggil-manggil Darmi lewat panggilan video call. Memaksa Darmi datang malam ini juga, padahal Stella sudah bilang jika lusa Darmi baru bisa datang. Karena malam ini Jennyse putri Ririn sedang demam, jadi Darmi ke rumah Ririn membantu merawat cucu keduanya.
"Reyent tau tidak kata besok, hem? BESOK PAGI Tati datang. Sekarang sudah malam, sedang hujan juga, nanti kalau ada apa-apa bagai mana, hem?" Kata Stella mulai emosi. Rey hanya mendengar celotehan Stella dan Reyent sembari mengambil gambar istri dan putranya. Rey merekamnya.
"ENGGAK!!"
"REYENT." Bentak Stella.
"HUUAAAA. MAU TATI MAU TATI!"
"Reyent, hai Reyent tidak boleh nakal ya! Reyent harus dengarin apa kata Mimi Pipi, hem? Kalau Reyent nakal Tati tidak mau datang ke rumah Reyent."
"Tati datang sekalang. Sekalang Tati, huhuaaaaa huuaaa." Tangis Reyent semakin keras, teriakkannya pun sampai mengagetkan para ART. Terutama Darwati yang selalu di panggil Budhe.
Rey datang lagi menghampiri Reyent yang masih meraung berteriak. Tangannya memegang stik panjang tapi kecil. "Bawa sini kedua tangannya?" Pinta Rey.
Menggeleng. Reyent menyembunyikan kedua tangannya kebelakang tubuhnya sembari menggeleng. Menangis sesenggukkan. pandangannya fokus ke layar ponsel Stella yang memperlihatkan wajah Darmi. Reyent masih terus memanggil Tatinya suruh datang malam ini juga.
"Kesiniin tangannya!" Pinta Rey lagi sembari meraih tangan Reyent. Rey mulai memukul telapak tangannya. "Siapa yang mengajari Reyent melawan Mimi, hem?" Satu pukulan satu pertanyaan. Meski Reyent tidak menjawab, dia hanya menunduk, menggeleng dan menangis. Rey kembali memukul telapak tangan Reyent. "Siapa yang mengajari Reyent mengamuk dan berteriak, hem? Kenapa Reyent tidak menurut? Tidak mau dengar apa kata Mimi? Tati sudah bilang tidak bisa datang malam ini, bisanya besok. Tapi kenapa Reyent berteriak, mengamuk, menangis melempar semua barang? Siapa yang mendidik Reyent seperti itu? Kenapa Reyent semakin nakal? Ini terakhir kalinya Reyent seperti ini. Pipi tidak mau melihat Reyent marah berteriak seperti malam ini. Jika sampai terulang lagi, hukumannya lebih dari ini. Pipi kurung lagi mau?" Reyent menggeleng.
"HUUAAAA huuaaa huuaaa Tati, Tati tolong Leyent. Sakit, tangan Leyent sakit Tati, Leyent tidak punya tangan, sakit Tati Huhuaaaaa HUUAAAA."
"Cup cup cup Jagoan Tati tidak boleh cengeng. Besok Tati jewer telinganya Pipi ya? Yang sudah pukul tangan Reyent ya! Udah jangan nangis lagi. Besok pagi Tati datang ya. Good boy okay. Tidak boleh nakal. Malu hiii sama dede Jennyse. Nih De Jennyse tidak nangis nih. Masa Abangnya nangis. Jagoan tidak boleh cengeng. Sekarang Reyent bobo ya udah malam. Kalau Reyent nakal Tati tidak mau datang. Kiss Dedenya dulu sini!!"
Walau masih sesenggukkan, Reyent mendekatkan wajahnya kelayar ponsel ingin mencium Jennyse. Dengan rayuan Darmi, Reyent sedikit tenang. Panggilan pun berkhir. Akan tetapi baru beberapa menit kemudian Reyent kembali rewel dan menangis. Rey tidak boleh pergi, suruh nungguin dia dirumah, tadinya mau ke Club tidak boleh sama Reyent. Reyent kembali, merengek dan berteriak.
Terkadang kita tidak tau kemauan anak kecil. Awalnya bercanda, bergurau, tertawa bahagia, tiba-tiba rewel dan menangis. Rey mengambil gambar Reyent saat lempar-lempar barang, saat nangis dan berteriak. Rey mengambil video dan foto.
Sudah tiga jam Reyent rewel dan menangis. Stella bingung kemauan Reyent apa? Begitu pun Rey tidak tau lagi menghadapi Reyent yang menangis sedari tadi. Di kasih apapun tidak mau, semua di lempar. Wajahnya sampai merah dan bengkak karena menangis terus dari tadi.
"Reyent minta apa, hem? Ngomong jangan nangis biar Mimi tau apa maunya Reyent!" Tanya Stella begitu sabar. Ini baru pertama kalinya Reyent menangis sampai berjam-jam. Padahal cuma hanya Darmi tidak bisa datang malam ini. Tapi Reyent seperti kehilangan sesuatu.
"Mau Tati!" Ucapnya.
"Sudah berapa kali Mimi bilang? Sudah berapa kali Tati bilang tadi, hem? Tati datang besok, sekarang Tati menemani Dede Jennyse." Kata Stella mulai kesal.
"Besok kalau Tati datang tidak boleh pelgi."
Stella mengangguk. "Sekarang bobo ya!"
"NGGAK!" Teriaknya, "Nggak mau ambil foto sama video."
"Nangis lagi, Reyent ini sudah malam. Reyent nangis sudah tiga jam loh. Reyent tidak capek, hem!?"
"Nggak mau ambil video. Nggak mau. Pipi jangan ambil video Leyent nangis. Leyent malu Mimi. HUUAAAA." Rengeknya di tengah ucapannya.
"Kalau malu kenapa masih menangis, hem? Reyent bisa diam tidak? Jika masih menangis malam ini Reyent tidur di sofa. Pipi sama Mimi tidur di kamar, terus buat adek baru buat Reyent." Ucap Rey menggoda putranya.
Lagi. Reyent berteriak begitu lantang.
"NO, NO, NO! TIDAK BOLEH. TIDAK BOLEH. PIPI SAMA MIMI TIDAK BOLEH BUAT ADEK BALU HUAAAAA HUAAAAA. TIDAK BOLEH MIMI TIDAK BOLEH BUAT ADEK. PIPI SAMA MIMI PUNYA LEYENT. MIMI GENDONG, GENDONG MIMI!"
"Eh eh eh tidak boleh gendong, Reyent sudah besar harus jalan sendiri. Bisa diam tidak? Masih menangis duduk di sofa, tidur di sofa."
"Mimi, Pipi naughty! Leyent di malah Pipi." Reyent lari kearah Stella minta gendong.
Stella menggendongnya, meski berat tetap ia gendong. Lalu, menyuruh Lia membuat susu buat Reyent.
Stella menaiki tangga, membawa putranya kekamarnya. Kemudian masuk kamar mandi dan mengambil handuk kecil buat mencuci wajah Reyent yang penuh air mata. Kedua matanya juga bengkak. Suaranya pun serak dari tadi berteriak. Setelah cuci muka, cuci kaki dan tangan Reyent, Stella mengganti baju tidur Reyent yang bersih. Tadi Reyent sempat guling-guling di lantai. Sekarang lantai bawah kususnya ruang keluarga berantakan. Seperti kapal pecah. Entah Reyent mengikuti sifat siapa seperti itu?
Seingatnya Rey dulu sewaktu masih kecil tidak pernah seperti Reyent. Menangis, berteriak dan mengamuk. Ini buat pengalaman Rey dan Stella. Percaya tidak percaya, Reyent menangis sesenggukkan sampai tiga jam. Hanya gara-gara Tatinya tidak datang. Masalah sepele sampai segitunya dia menangis histeris. Padahal awalnya dia happy tertawa dan bergurau bersama Ayahnya. Setelah mendengar Tatinya tidak bisa datang tiba-tiba rewel dan mengamuk. Kesal. Jengkel. Bingung. Kalimat inilah yang Rey rasain.
Lia mengantar susu botolnya yang ia buat. Lalu, di berikan sama Reyent yang sudah tenang. Tapi masih sesenggukkan.
Lantas Reyent terbaring dan mengenyut dotnya. Rasa kantuk sudah menghampirinya. Reyent sangat lahap saat mengenyut dotnya. Tangannya sembari menggerayangi kesayangannya. Memainkan puting Stella. Ya, Reyent masih nete jika mau tidur atau bangun tidur. Itu sudah kebiasaan Reyent dari bayi umur 9bulan. Tidak lupa Reyent juga nete bantal dan handuknya sewaktu masih bayi. Katanya baunya wangi. Bau kulit bayi.
Stella mengusap kepala Reyent agar cepat tidur. Reyent pun menikmati usapan Miminya. Kedua matanya kerlap kerlip sudah mau tidur. Beberapa menit kemudian Reyent sudah memejamkan kedua matanya. Dia tidur dengan masih mengenyut dotnya yang sudah kosong.

Stella melepas tangan Reyent dari dadanya. Sedari tadi ia menahan perih di bagian putingnya. Perih karena perbuatan Rey. Tadi sore saat bercinta Rey seperti singa kelaparan. Sangat kencang saat melahap dada Stella. Di gigit karena gemas. Dan sekarang di buat main Reyent. Rey tidak mau kalah sama putranya. Kini Reyent sudah terlelap nyenyak, dotnya masih di geget. Stella menyelimutinya sembari menatap wajah putranya yang terlelap damai.
"Ada apa sama jagoan Mimi, hem? Kenapa hari ini mengamuk, menangis sampai berjam-jam? Reyent good boy, okay?" Gumam Stella masih mengusap kepala putranya.
Pintu terbuka masuklah Rey sembari berbicara sama Nancy lewat video call. Video Reyent yang menangis, berteriak dan mengamuk tadi Rey kirim ke group Family. Nancy terkejut melihat cucunya yang menangis dan berteriak-teriak. Seingat Nancy semua anaknya tidak seperti Reyent. Apa lagi Refly putra bungsunya yang pendiem jarang bicara. Orangnya sangat dingin.
Rey naik keranjang, mengarahkan ponselnya di mana putranya yang sudah terlelap. Masih ada sisa-sisa air mata di sudut matanya. Di lihat cucunya sudah tidur, Nancy bicara sama Stella saja. Mereka berbincang-bincang, membahas Reyent. Sampai tak terasa jam menunjukan pukul sebelas malam, panggilan pun berakhir. Rey pun tidak pergi kemana-mana, menuruti permintaan putranya tadi. Dia di rumah saja menunggu putranya yang terlelap nyenyak.
Kini Rey menyalakan TV, Stella ingin menonton movie. Rerun Titanic film favoritenya. Menikmati film romance dan saling berpelukan.
***
Jam menunjukan pukul satu pagi, Rey dan Stella masih menonton Titanic. pas di scene bagian Jac sedang melukis Rose tiduran di sofa dengan keadaan telanjang. Rey menggoda Stella, ingin melukis dia sedang bertelanjang juga. Stella mencubit perut Rey sembari berkata, "orang mesum seperti kamu nggak akan bisa melukis, yang ada lidah mu itu yang melukis di seluruh tubuh ku."
Benar kata Stella, Rey bukannya melukis, tapi yang ada lidah Rey yang melukis di tubuh Stella. Rey tertawa. "Boleh di contohin? Mau coba? Aku yang jadi Jac, kamu yang jadi Rose. Coba kamu bertelanjang terus terbaring di sofa nanti aku lukis." Kata Rey sengaja menggoda istrinya.
"Ganti aja filmnya kamu mesum. Tadi pas scene di mobil juga ikutan menerjang ku. Di bagian kiss scene kamu langsung menerjang ku. Dasar mesum." Kata Stella dengan kesal.
"Tapi kamu juga menikmati kemesuman ku. Ayo ngaku!" Goda Rey dan mulai melumat bibir Stella yang sudah menjadi cemilannya setiap hari. Rey menggigit bibir Stella karena gemas. "Babe, main lagi bentar ya?"
"Tadi sore masih kurang Rey! Sudah berulang kali tadi."
"Tidak cuma kurang, kalau bisa setiap jam. Ya babe! Reyent sudah nyenyak tidurnya!" Ucap Rey kembali mencium bibir Stella. Tangan Rey menurunkan Panjamas Stella yang bertali spaghetti. Ciuman Rey turun di dagu Stella, menjilati daun telinganya. Lalu turun ke lehernya dan menggigit kecil-kecil dan menghisapnya. Memberi tanda di sana.
Tanpa Stella sadari Panjamas berbahan satin yang ia kenakan sudah terlepas. Rey menarik lewat kakinya. Hanya tinggal bra dan celana dalam saja. Rey mencium dada Stella sembari berbisik, "ini milik ku." Ucap Rey serak di tengah gairahnya. "Dan yang ini juga milik ku. Selamanya akan tetap menjadi milik ku seutuhnya. Jangan pernah tinggalin aku ya?"
Tangan Rey melepas celana dalam Stella dengan pelan. Lalu memasukan kedua jarinya ke milik Stella. "Argh!" Desahnya.
Rey mencium bibir Stella, melumatnya, menghisapnya, memainkan lidahnya di rongga mulut Stella. Tangannya naik keatas, meremas payudaranya dengan pelan. "Sssssttt, perih Rey. Ini tadi bekas gigitanmu terus di mainin Reyent. Masih perih." Rengek Stella.
"Maaf sayang, sini aku tiupin biar tidak perih."
Lantas Rey meniupi puting Stella yang terluka. Tangan satunya tidak mau di anggurin. Rey meremas payudara yang satunya karena tidak luka. Setelah itu Rey mulai melumat dan menghisapnya seperti bayi yang menyusu. Dada Stella naik turun, nafasnya tersenggal-senggal. Merasakan kenikmatan yang Rey berikan. Stella minta lebih dari ini, tubuhnya rasanya seperti mau meledak merasakan permainan Rey yang sangat nikmat.
Puas menguasai dada Stella, kini Rey turun kebawah membuka kaki Stella. Rey mengecup milik Stella. Lalu menjilat klitorisnya, di gigitnya pelan. Menjilati vaginanya, memasukan kedua jarinya. Jemari Rey bermain di dalam milik Stella, keluar masuk sampai keluar cairan kental meleleh di jemari Rey.
"Ouuhhh. Reyyyy!" Desah Stella begitu lembut. Rey mencium bibir Stella yang terbuka.
Kemudian Rey memposisikan miliknya yang siap masuk ke milik Stella. Tidak sabar ingin memuaskan miliknya. Lantas Rey menggeseknya sebelum menyatukan miliknya kemilik Stella. Terasa penuh di kewanitaan Stella. Rey menekannya kedalam, menenggelamkannya dalam vagina Stella. Ia mendongak sampai buah dadanya bergesekan dengan kulit Rey.
"Aaarrgghh!" Desah Stella lagi. Kedua matanya terpejam.
"Buka matamu sayang, tatap aku."
Menurut. Stella membuka kedua matanya. Dengan berani tangan Stella meremas dada Rey. Tanpa Rey duga, Stella menghisap putingnya. "Oouuhhh," desah Rey.
Rey semakin bergairah. Menggerakkan pinggulnya, memaju mundurkan dengan gerakan pelan. Stella menghisap puting Rey yang sebelah. Desahan-desahan memenuhi kamar mereka. TV pun masih menyala, tapi Rey abaikan. Pas Rey menengok ke TV, memperlihatan Jac yang melumat bibir Rose. Rey pun ikutan melumat bibir Stella dan menghisapnya. Rey menarik tubuh Stella agar menempel di tubuhnya. Memeluknya dengan erat. Mengendus di ceruk leher Stella. Payudara Stella menempel di dada Rey. Percintaan mereka malam ini sungguh nikmat.
Rey mempercepat gerakannya, masih dengan mendekap tubuh Stella. Tidak cuma kulit yang menempel, peluh-peluh pun menyampur menjadi satu. Rey mencapai puncaknya, keduanya berteriak. Stella memeluk Rey, menekan tubuhnya begitu erat. Seolah tidak mau melepasnya. Rey ambruk di atas tubuh Stella. "I love you babe." Gumam Rey dan menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang mereka.
Rey melepas penyatuannya dan terbaring di samping Stella. Rey menarik tubuh lelah Stella kepelukannya. Dadanya di jadikan bantal buat Stella. Mereka masih dalam keadaan telanjang, hanya selimut teballah yang menutupi tubuh mereka. Rey mencium kening Stella, ciuman kasih sayang.
Rey belum bisa tidur, tangannya mengelus payudara Stella yang terluka. Tangan satunya meraih ponselnya di atas nakas. Hampir dua jam mereka bercinta. Jam sudah pukul setengah tiga. Rey kembali menonton movie, dia belum bisa tidur. Setelah memastikan Stella terlelap, Rey beranjak dengan pelan. Mencari boxer yang tergeletak di lantai.
Rey keluar dan duduk di balkon sembari mengisap rokoknya. Dia berfikir bahwa dirinya sudah menikah, memiliki buah hati. Tidak di sangka dia sudah berubah jadi orang lembut hanya karena Stella gadis yang polos. Padahal sejak SMP, SMA, sampai semester dua dulu dia sangat brengsek. Dia juga Rindu dengan hobby balapnya.
Semenjak kecelakaan Rey memang belum pernah kesirkuit lagi. Nancy melarangnya, tadinya malam ini dia ingin ke sirkuit mencoba main sekali, tapi tidak boleh keluar rumah sama putranya. Entah ada apa dengan putranya malam ini? Rewel sampai berjam-jam. Rey mematikan puntung rokoknya, dan kembali masuk. Lalu ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan tangannya. Takutnya Stella mengomel karena bau rokok.
"Mimi'e!" Reyent terjaga, merengek. Stella masih terlelap, ia kelelahan. Rey naik keranjang, terbaring di samping Reyent.
"Sssttt ,Reyent bobo lagi." Kata Rey menepuk-nepuk pahanya.
"Mau Mimi'e hikz hikz."
"Mimi bobo."
"Nggak, mau Mimi hikz hikz." Rey mencoba menidurkan Reyent kembali Namun, dia tidak mau tidur lagi jika belum mendapatkan keinginannya. Rey membangunkan Stella.
"Babe Reyent bangun." Bisik Rey sembari mengelus pipi mulus Stella. "Sepertinya dia mau ini." Lanjut Rey sembari meremas payudara Stella.
"Argh." Stella mengerjapkan kedua matanya. "Rey aku lelah."
"Aku tau babe, tapi putra kita terbangun." Kata Rey dan pindah ke samping Stella.
Stella menengok kesamping masih keadaan telanjang, hanya tertutup selimut. Ia pun meraih Reyent kepelukannya. Lantas Reyent memainkan kesayangannya. Rey keluar ingin membuat susu. Setelah selesai Rey kembali ke kamar membawa dot susu buat putranya. Reyent pun mengeyut dotnya sampai habis. Tangannya masih main-main di dada Miminya. Stella mengusap-ngusap kepalanya.
"Sekarang dia jika tidak di turutin kemauannnya meengamuk, buangin barang." Kata Rey sembari mengelus pipi gembul Reyent.
Reyent kembali terlelap, Stella membaringkan putranya di ranjang Reyent yang tersambung dengan ranjangnya. Melihat istrinya yang masih dalam keadaan telanjang, Rey ingin menerjangnya lagi. Tidak tahan melihat tubuh mulus dan sexy istrinya. Rey menarik Stella dan meremas kedua payudaranya dengan gemas. Stella menjerit.
"Aaarrgghh sakit Rey." Rengeknya.
"Aku mau tidur seperti Reyent. Jadi kamu harus nina boboin aku, okay!" Pinta Rey dengan senyum jailnya.
Stella memutar bola matanya jengah. Bayi besarnya iri. Tidak mau kalah sama putranya sendiri. Rey pun memposisikan tubuhnya seperti Reyent. Menyusu sembari memainkan puting Stella.
"Sayang sekali lagi ya!"
"Aku benar-benar lelah Rey. Hampir satu hari kamu menyiksaku. Tadi katanya sekali. Tapi berulang kali." Rey pun menuruti, masih ada hari besok dan besok. Sekarang dia hanya ingin menikmati minumam malamnya sebelum memejamkan kedua matanya.
Tiba-tiba Stella teringat Febby bocah kecil yang ia temui minggu yang lalu. "Rey!"
"Hemm."
"Aku nggak tau kenapa memikirkan bocah kecil yang aku temui waktu itu. Firasatku tidak enak. Mengingat dia terus. Semoga dia tidak apa-apa ya Rey!"
"Pasti dia baik-baik saja, do'ain saja ya semoga tidak terjadi sesuatu sama Febby. Apa mau cari dia?"
"Tapi aku nggak tau mau cari kemana?"
Tanpa di sadari air mata Stella mengalir begitu saja. Mengingat bocah kecil berusia 4tahun jualan donat sampai malam. Apa orang tuanya tidak melarangnya?
Stella melihat dirinya ada di sosok bocah kecil yang bernama Febby. Dunia tetap kejam. Stella berharap Febby baik-baik saja, dan semoga waktu mempertemukan dia dengan Febby lagi.
"Sssttt jangan menangis, sekarang tidur lagi ya? Masih pagi."
Stella mengangguk. Memejamkan kedua matannya. Rey menghapus sisa air mata Stella. Lalu keduanya pun terlelap.
______________
Bersambung!!
Terima kasih sudah mau membaca
See you next part.
Saranghae 🥰
It's Me Rera