Rey memarkirkan mobilnya di depan rumah. Lalu, keluar membuka pintu penumpang di mana ada Reyent yang tertidur. Rey menggendong putranya yang terlelap. Dari dalam Darmi menyambutnya dan meraih Reyent dari gendongan Rey. "Jagoan Tati tidur, hem!" Kata Darmi sembari membaringkan Reyent di ranjangnya.


Rajang berukuran kecil tapi bisa memuat dua orang. Ranjangnya berwana putih, Cartain putih, dinding putih di padukan dengan kaca dinding yang terhubung dengan kamar Rey dan Stella. Bedsidenya pun putih, semua serba putih. Karena Stella suka warna putih. Ada tiga tumpukan bantal, dan tiga buah bola terbuat dari busa. Pinggirnya di beri guling busa hitam agar Reyent lebih nyaman tidurnya.
Darmi melepas sepatu dan kaos kaki Reyent. Sebelumnya membasuh wajahnya dengan handuk kecil, mengelap kedua tangannya, lalu kedua kakinya. Kemudian Darmi menyelimuti Reyent. Stella masuk mengatur suhu pendingin. Reyent tidak bisa tidur jika tanpa AC. Selalu menggunakan AC jika tidur. Ririn dan putrinya juga tidur di kamar Reyent. Darmi juga ikut tiduran sembari menjaga cucunya takut terbangun.
Stella mengambil handuk buat Rey, tadi dia bilang mau berenang. Sudah dua hari tidak berenang. Jadi sore ini Rey mau berenang, meluruskan otot-ototnya. Stella meletakkan handuk dan botol minum, isinya jus apel. "Rey ku letakkan disini, aku mau membuat cake."
Setelah meletakkan handuk, Stella kedapur mulai berkutat dengan bahan-bahan yang sudah di siapkan Darwati. Stella juga sudah oder bahan lainnya buat acara besok. Semua Stella ingin memasak sendiri buat kejutan Ibu angkatnya. Di acaranya dengan menu makan sate lontong dan BBQ.
Setelah making cake Stella memasukkan kedalam kulkas dulu, nanti malam baru di masukan ke Oven. Ia mau memasak buat makan malam. Rencana mau memasak tomato soup egg, tumis sotong pedas, tumis buncis, sweet black prawn, dan fry chicken wing. Stella juga merebus kentang, brokoli, dan wortel buat Reyent makan. Reyent juga seperti Rey jarang makan nasi, keseringan makan sayur, buah, dan kentang. Like Son like Father.
Masakan pun sudah selesai dan semua terhidang di meja makan. Tinggal memasak egg tomato soup karena masak itu sangat cepat jika dingin tidak enak. Saat sedang memotong tomat, Rey memekuknya dari belakang. Stella terkejut, dan menyikut perutnya. Rey mempererat pelukannya dan menggigit daun telinganya. Untung saja di dapur hanya ada Stella saja. Para ART sibuk dengan pekerjaannya. Darwati sedang mengecek bahan-bahan dapur yang mau habis. Lia sibuk mencuci mainan Reyent dengan Detol.
"Masak apa, hem?" Tanya Rey yang masih memeluk Stella.
"Tumis sotong pedas, tumis buncis, udang hitam. Ini mau buat egg tomato soup."
"Aku bantuin ya!"
"Bantuin sih bantuin tapi jangan pake jilat-jilat, geli," Gerutu Stella.
Rey tersenyum jail, masih menjilati daun telinga dan ceruk leher Stella. "Masaknya pake cinta ya!" kata Rey, tangannya menggerayangi perut Stella dan meremas dada kirinya.
"Ahh. Sssstt. Rey aku megang pisau ya!"
"Iya aku tau kalau kamu sedang megang pisau babe."
"Aku potong tanganmu jika nggak mau diam tangannya!" Ucap Stella sinis.
"Jangan dong babe, nanti aku nggak punya tangan," ujarnya. "Dan tidak bisa memuaskan mu yang selalu mendesah." Bisik Rey pelan di telinga Stella. Sebelum kena amukan istrinya Rey sudah lari naik ke lantai atas mau mandi.
"Punya suami mesumnya tingkat dewa." Gerutu Stella dengan kesal.
Jam sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Reyent sudah bangun dan sudah Darmi mandiin. Dia sedang bermain sama Jennyse di atas ranjang. Mengenakan kaos dan celana bergambar Shark, kalungnya yang berbandul huruf nama Rey dan Stella di keluarin.
Jennyse di beri mobil-mobilan koleksinya. Jennyse berceloteh dengan bahasa bayi sembari tertawa, tau jika Reyent itu abangnya. Reyent pun ikut tertawa sambil memainkan mobil-mobilannya.

"Tati dedenya ketawa telus, hehehe." Kata Reyent melihat Jennyse tertawa terus dari tadi.
"Dedenya bahagia karena sudah main sama Brother-nya," Sahut Ririn.
"Iya dong, Leyent akan selalu buat dede teltawa telus, hehehe." Kata Reyent sembari mundur kebelakang karena tangan Jennyse ingin meraih kalung Reyent. "Tati dedenya mau nalik kalung Leyent. Nanti putus kalau kalung Leyent di talik-talik Tati!" Ucap Reyent masih mundur-mubdur. Menghindar takut kalungnya di tarik Jennyse.
"Jangan Dede, nanti kalung Kakaknya putus kalau di talik." Kata Darmi sembari memangku Jennyse. "Dedenya suka kalung Kakak, cuma mau megang saja tidak di tarik."
"Kalau di talik bagai mana? Leyent nggak punya kalung lagi."
"Hahaha! Uang Pipi kan banyak, minta beliin Pipi lagi dong." Ucap Ririn.
"No no. Ini bagus ada nama Pipi-Mimi!"
"Tatatata!" Celoteh Jennyse.
Stella masuk kamar Reyent lewat pintu yang terhubung dengan kamarnya. Setelah memasak ia tadi mengurus Rey yang mau pergi ke Arena sebentar.
"Reyent mamam dulu! Ayo ajak Tati sama Ate Ririn juga."
"Mimi tadi dedenya mau nalik kalung Leyent."
"Nggak, dedenya cuma mau megang saja nggak narik. Kan dede belum ada tenaganya masih bayi kok." Kata Stella, "sayang dedenya, kiss dong!" Titah Stella sembari meraih Jennyse dari gendongan Darmi.
"He'em!" Dehem Reyent dan mencium pipi Jennyse berkali-kali." Katanya bau Jennyse wangi, jadi dia suka nyiumi pipi dan hidungnya.
Stella mengajak Darmi, Ririn dan Reyent turun ke bawah untuk makan malam. Reyent mencari Rey. Tadi saat Rey pergi Reyent belum bangun, masih tidur. "Mimi kenapa Pipi pelgi nggak bilang Leyent. Kan Leyent mau ikut. Leyent mau main DJ lagi Mimi, hikz hikz hikz."
"Eh eh eh, kok rewel! Tadi kan Reyent masih bobo. Pipi buru-buru karena ada urusan."
"Enggak, Leyent mau call Pipi!" Ucapnya lantang. Lalu, mengambil jam tangannya yang bisa buat menghubungi Rey dan Stella saat di sekolah. Reyent mencebikkan bibirnya, ngambek setelah menghubungi Rey tapi tidak di angkat line busy. Akhirnya dia mogok makan, Darmi membujuknya agar mau makan. Di suapinya sembari di ajak bicara, tidak terasa Reyent mengabiskan makanannya.
Acara makan pun selesai dan bersantai di ruang TV. Menonton sambil berbincang di temani green tea dan kripik pisang sama melinjo kesukaan Darmi. Malam pun larut, Ririn dan Jennyse sudah tidur. Tinggal Darmi Stella dan Reyent. Katanya menunggu Rey pulang.
"Reyent bobo lagi yuk!" Ajak Darmi.
Reyent menggeleng dan berucap, "mau nunggu Pipi pulang. Kan tadi pelgi nggak pamit sama Leyent. Telus telpon Leyent tidak di angkat. Leyent malah, Leyent ngambek sama Pipi." Ucap Reyent sembari melipat kedua tangannya di dada.
"Tidak boleh marah, tidak boleh ngambek. Pipi kan kerja. Uangnya buat Reyent. Kemaren Tati ngomong apa? Reyent lupa!?"
"Leyent tidak malah tidak ngambek. But Leyent was annoyed." Katanya, padahal barusan tadi dia bilang marah dan ngambek. Sekarang bilang tidak marah tidak ngambek tapi kesal. Darmi dan Stella menahan tawanya agar tidak tertawa di depan Reyent.
Orang yang di tunggu akhirnya pulang, tadi Rey melihat ada lima panggilan tak terjawab. Rey lantas panit pulang.
Rey baru masuk, Reyent lantas menghampiri dan menberi beberapa pertanyaan. "Pipi dali mana? Kenapa tidak ajakin Leyent? Kan Leyent mau main DJ lagi Pipi. Hikz hikz hikz."

Rey menggendong Reyent yang merengek. Mencoba menangkannya. "Tidak boleh menangis, sini Pipi bilangin!" Kata Rey menghapus air mata Reyent. Lalu, duduk di sofa dekat pintu. "Tadi kan Reyent masih bobo, terus ada Tati sama dede Jennyse. Kalau Reyent tinggal gimana? Dede sama Tati pulang!"
"No no no! Tidak boleh. Tati tidak boleh pulang. Tati bobo sini telus menemani Leyent."
"Reyent sudah besar kan!"
"He'em. Leyent sudah besal, abangnya dede Jennyse sama Denia."
"Malam ini mau bobo sama siapa?" Tanya Darmi.
"Bobo sama Tati. But Leyent mau Mimi dulu."
"Hahaha katanya sudah besar, sudah jadi brother kok masih mau Mimi!"
"Nggak, nggak, nggak. Bialin."
Darmi, Rey, Stella, Lia dan Darwati terkekeh. Reyent kalau ngambek lucu dan menggemaskan. Rey menggelitiki perut Reyent sampai cekikikan. Stella juga menciumi pipi gembul Reyent. Reyent teriak-teriak kegelian. "Ampun Pipi-Mimi hahaha. Pipi sudah geli geli geli Pipi sudah hahaha. Mau Mimi."
"Ets ets ets, katanya sudah besar!" Ucap Rey kembali menggelitiki perut Reyent. Lagi. Reyent berteriak karena kegelian.
Darmi memperhatikannya dari lantai atas depan kamar Reyent. Hatinya menghangat melihat Stella dan putranya bahagia. Ia ikut bahagia juga. Akhirnya Stella mendapatkan kebahagiaannya. Darmi terus berdoa, berharap Stella dan cucunya bahagia terus. Memang ini sudah waktunya Stella mendapatkan kebahagiaannya. Tetapi kita tidak tau yang namanya takdir, badai, ujian, dan cobaan yang datang begitu saja.
Rey dan Stella masih terus bercanda dengan Reyent di lantai bawah. Stella menanyakan bagaimana saat latihan menembak tadi. Reyent mempraktekannya, memcondongkan pistol mainannya kearah Rey. Lalu kearah Stella. "Kiss Mimi boy!" Kata Rey.
Reyent pun mencium pipi kiri Stella dan Rey mencium pipi kanannya. Lantas Rey mengambil gambarnya dengan ponsel miliknya. Kini gantian Rey dan Stella mencium pipi Reyent. Wajar saja Reyent tidak mau punya adek, karena maunya seperti ini. Ingin nenguasai Pipi-Miminya sendiri. Darmi masuk kamar ingin beristirahat bergabung dengan putri dan cucunya yang sudah terlelap.
***
Rey sibuk dengan komputernya sembari menemani Reyent main game di iPadnya. Dia tidak mau tidur ingin menunggu Stella membuat Cake. Katanya ingin memberi kejutan buat Tati, ingin ngucapin Happy birthday to Tati. Sedangkan Stella melanjutkan memasak cakenya. Sebentar lagi cakenya akan jadi, jam juga sudah menunjukan pukul setengah duabelas malam. Yang sebentar lagi akan berganti hari. Tentunya umur Darmi akan bertambah.
Stella masih sibuk di dapur, di temani Rika sama Lia. Darwati dan yang lain sudah tidur atas perintah Stella. Tadinya mereka ikut nungguin Stella di dapur karena merasa tidak enak majikannya sibuk di dapur mereka asik tidur. Stella bilang tidak apa-apa, memang ini sudah jam mereka beristirahat. Cukup Rika sama Lia yang menemani Stella sudah cukup.
Lia menunggu karena Reyent belum tidur. Apa lagi jobnya Lia adalah Reyent. Kalau Rika karena Stella perlu bantuan. Jika sendiri ia akan keripotan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas lewat limapuluh lima. Masih kurang lima menit lagi. Akhirnya cake pun sudah jadi. Stella mengangkat cake-nya dan di letakkan diatas tray. Lia menyiapkan lilin sama korek api.
Stella membawa cakenya kelantai atas, sebelum masuk kamar Darmi. Stella memanggil Reyent bahwa cake sudah jadi. Tadi sebelum tidur Stella menyuruh Ririn sama putrinya pindah kamar. Ia takut Jennyse terganggu. "Reyent sini boy. Kurang tiga menit lagi pukul duabelas." Kata Stella.
"Okay Mimi. Pipi ayo ke kamal Tati," ajak Reyent.
"Reyent pake sendal bulunya dulu!"
"He'em."
Rey dan Reyent keluar kamar, lalu membawa cake-nya yang sudah di nyalakan lilinnya. Rey dan Stella membimbingnya dari belakang. Ririn juga di sebelah Stella.
Pintu di buka dengan pelan, Reyent, Rey, Stella dan Ririn masuk pelan-pelan.

"Happy Birthday Tati." Bersama ucapan Reyent lampu menyala. Seketika Darmi terjaga. Terkejut. Masih mengumpulkan kesadarannya, Darmi beranjak duduk di pinggir ranjang. Reyent menghampiri Darmi menyuruhnya berdo'a sebelum meniup lilin. Setelah berdo'a dan meniup lilin, Darmi mencium pipi kiri-kanan Reyent. Mengucapkan kata terima kasih.
Lalu, Stella dan Ririn ngucapin selamat ulang tahun, begitupun Rey. Dana juga lewat video call. Darmi menitiskan air mata. Air mata kebahagiaan. Lagi. Darmi memeluk Reyent.
"Tati potong cakenya!"
"Iya, iya kuenya Tati potong. Potongan pertana buat Reyent deh. Kan dedenya belum bisa mamam, jadi buat Reyent saja."
"He'em." Dehemnya sembari manggut-manggut. Cakenya di potong di bagikan ke Stella, Ririn dan Rey. Mereka sedikit berbincang, di dalam kamar sembari memakan cakenya. Kata Darmi cakenya enak. Tidak terlalu manis rasanya sedang. Reyent abis dua potong, karena kuenya rasa coklat kesukaannya.
"Makan cakenya sudah cukup. Sekarang Reyent gosok gigi, cuci kaki, cuci tangan, terus bobo." Titah Stella.
"Leyent mau bobo sama Tati. Mau temani Tati bial nggak nangis lagi. Tadi Tati nangis kalena bobo sendili." Ucap Reyent membuat Darmi terkekeh.
"Hahaha Tati nggak menangis, tadi Tati menangis karena bahagia dapat kejutan dari Reyent jagoan Tati. Sekarang gosok gigi dulu dan cuci kaki, cuci tangan." Menurut. Reyent turun dari pangkuan Darmi, menarik tangannya meminta antar kekamar mandi. Rey, Stella dan Ririn keluar ingin isitirahat juga.
Setelah gosok gigi dan cuci-cuci, Darmi memakekan panjamas Reyent. Lalu, Reyent naik ke ranjang di mana tadi Darmi tidur. Reyent pun terlelap oleh usapan Darmi di pahanya. Kini cucu dan Nenek itu terlelap dan sang Nenek memeluk cucunya. Jika di lihat sangat terharu. Padahal mereka bukan sedarah, tapi Reyent sangat nempel sama Darmi.
Tanpa Darmi sadari Stella mengintip di pintu. Ia juga menitikkan air matanya. Ia teringat mendiang Ibunya. Jika mendiang Ibunya masih ada alangkah bahagianya dia. Tapi tidak apa-apa masih ada Darmi meski bukan Nenek kandung. Yang terpenting putranya bahagia. "Ibu terima kasih sudah menjadi Nenek untuk putraku, menyayangi putraku dan memanjakannya. Jika tidak ada Ibu pasti dia sedih tidak punya Nenek." Gumam Stella pelan.
Stella menutup pintunya dan masuk kekamarnya. Kemudian ke kamar mandi. Rey berada diruang kerjanya. Berkutat dengan laptopnya. Sampai pukul tiga pagi Rey baru selesai dengan pekerjaannya. Rey mematikan laptopnya, rasa kantuk sudah manghampirinya. Dia ingin membaringkan tubuhnya yang letih. Saat membuka pintu Stella sudah terlelap nyenyak. Rey mencium keningnya.

"Malam ini puasa, padahal nggak ada Reyent. Sayang banget." Gerutu Rey sedikit kecewa karena Stella terlelap nyenyak. Lantas Rey terbaring sembari memeluk istrinya.
Stella terjaga, lalu berbalik dan membalas memeluk Rey. Tangan Rey menyingkap baju tidur Stella. Mengusap kulit mulusnya. "Tidur babe." Kata Rey sebelum ikut memejamkan kedua matanya.
Di tempat lain...
Febby sudah di bawa pulang kerumah, tapi dia seperti tidak nyaman jika berada di rumah. Febby lebih suka tinggal di rumah sakit. Jika di rumah ia selalu di marahi terus sama Bibinya. Seperti pagi ini Febby disuruh melakukan pekerjaan rumah. Di kata-katain, "anak pembawa sial, anak haram, selalu nyusahin."
Febby hanya bisa menangis, merasakan sesak di dadanya. Akan tetapi ia tidak tau rasa sesak itu apa? Tidak ada orang tempat mengadu, kecuali Paman dan Neneknya. Febby masih sangat kecil, masih polos, belum tau apa-apa. Tetapi sudah menapung penderitaan seperti ini. Memiliki penyakit dari lahir, tidak di akui Ayah dan Ibunya. Di siksa Bibi istri Pamannya.
Bayang kan saja bocah kecil berusia empat tahun itu di suruh melakukan pekerjaan rumah dan berjualan donat. Makannya terbatas. Tidak boleh sekolah tidak boleh main. Bocah seumuran Febby masih asik-asiknya dengan teman-temannya.
Sungguh malang nasib Febby Distya Pramudia. Lahir tidak seperti temannya. Terkadang ia sangat iri jika melihat orang jalan bersama Ayah dan Ibunya di taman. Mereka sedang bermain, bercanda dan tertawa. Jujur Febby ingin meresakan seperti mereka. Tapi itu mustahil, tidak akan pernah merasakan seperti mereka.
Seperti sekarang Febby disuruh membersihkan rumah sampai bersih. Jika memecahkan Vas flower kupingnya dijewer Bibinya, dipukul dengan setik. Tidak ada yang menolong, Pamannya bekerja, Neneknya tidak ada ia sedang keluar sebentar entah kemana?
Bibinya terus memaki Febby, sampai mau di siram dengan air kerang. Jika tidak ketauan Neneknya Febby sudah basah kuyup.
"HENTIKAN PERBUATAN BIADAP MU PUTIA. JADI SEPERTI INI JIKA TIDAK ADA ORANG. KAMU MENYIKSA CUCUKU. HAAA!!!!"
Kedua mata Putia melotot, karena kepergok mertuanya. Sedangkan Febby menangis ketakutan, memeluk tubuhnya sendiri. Ami sangat marah sama menantunya.
PLAKKK.
Bersambung.
Terima kasih sudah mau membaca
Saranghae 😍😘
Wednesday, 24 February 2021
16:45PM
IT'S ME RERA