Chereads / He's My Son 02 / Chapter 15 - CHAPTER 13

Chapter 15 - CHAPTER 13

Hari ini pagi ini Reyent sedang ada test latihan Taekwondo. Dia ingin mendapatkan Yellow Belt. Sebelum melakukan ujian, Rey mengetesnya dulu atau practice. Mungkin Reyent sudah lelah, terlihat dari wajahnya yang cemberut. Reyent terduduk sembari mendongak keatas melihat wajah Pipinya. Rey lantas mengambil gambar Reyent.

Rey menyuruhnya berdiri, merayunya dan memberi semangat. Rey bilang jika Reyent bisa dapatin Yellow belt, Rey akan mengajaknya Holiday ke Singapore. Melihat Big Shark dan Big Tortoise.

Kini Reyent kembali bersemangat, beranjak dan mulai melawan Refly lagi.

"Yeee pelgi ke Singapole lihat Toltoise. Ayo O'om lawan Leyent lagi!" Girang Reyent kembali bersemangat.

Tempat Taekwondo Reyent memang satu gedung dengan Refly. Refly juga hari ini ada latihan, dia mengincar Black Belt.

Refly sama Reyent bertanding sampai limabelas menit saja, karena sebentar lagi test akan di mulai. Reyent sama Jayden. Mereka sedang bersiap-siap. Rey memberi tau Reyent harus serius dan fokus tidak boleh bleng. Harus hafal dengan gerakan-gerakannya. Reyent sudah berdiri di atas ring. Memakai pengaman badan, tangan dan kepala agar tidak ada lembab saat kena tendangan atau terjatuh. Lawannya adalah Eksan Louise.

Eksan mulai menyerang Reyent, menggunakan tangannya. Namun, dari sorot mata Reyent sudah tau gerak geriknya. Lalu, Reyent mengangkat kaki kanannya untuk menghindari serangan Eksan agar tidak mengenai tubuhnya. Dia mengingat kata-kata Ayahnya tadi sebelum naik keatas ring.

Penonton semua tegang saat melihat Reyent dan Eksan. Termasuk Stella sama Rey yang duduk di dekat ring. Takut putranya tidak membawa pulang yang di incarnya.

Taekwondo adalah seni bela diri sangat populer di kalangan pria dan wanita dari berbagai usia. Secara fisik, Taekwondo mengembangkan kekuatan, kecepatan, keseimbangan, kelenturan, dan stamina. Penyatuan bela diri dan di siplin fisik adalah pemecahan papan kayu, batu bata atau ubin. Membutuhkan penguasaan teknik fisik dan konsentrasi untuk memfokuskan kekuatan pelatih.

Kyung Hee nama ketua pelatih Taekwondo, berasal dari Korea. Nama gedung yang di buat test Taekwondo ialah DoJang KyungHee University Taekwondo Union. Yang merupakan universitas terkemuka dunia di Taekwondo. Sudah menghasilkan banyak master dan pemain dari Tim Nasional Korea. Serta peraih medali di Olimpiade dan Asian Games.

Instruktur Reyent di latih oleh Master Eom. Dengan silabus kualitas tinggi yang sama di seluruh papan. Master Eom, dia bawahan Kyung Hee. Menjadi pelatih sudah sepuluh tahun di gendung Dojang.

KyungHee Taekwondo menyediakan layanan pengenalan dan pelatihan yang berbeda. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang luar biasa. Rey dan Stella yakin bahwa putranya akan mendapatkan kepuasan dalam pelatihan buat Reyent. Berkualitas dalam lingkungan yang nyaman, dengan layanan terbaik bagi Reyent.

Pertandingan sudah selesai, pemenangnya, adalah Reyent. Akhirnya Reyent mendapatkan Yellow belt. Kini giliran Jayden dan lawannya yang bernama Ferdi Farhan.

Jayden juga tidak kalah hebatnya dengan Reyent. Keahlian mereka hampir sama karena Jayden dan Reyent sering latihan bersama. Apa lagi rumah mereka dekat bertetanggaan. Terkadang Jayden kerumah Reyent. Kadang bergantian Reyent ke rumah Jayden untuk latihan. Mereka sering latihan berdua.

Tigapuluh sudah Jayden mengalahkan Ferdi. Setelah Jayden giliran anggota lainnya dan melakukan final. Kini saatnya mengumumkan siapa yang mendapatkan sabuk kuning dan golden. Reyent sama Jayden di panggil untuk berdiri di atas ring. Kyung Hee sebagai ketua pelatih memberikan sabuk kuning dan goldennya. Sabuk kuningnya di ikatkan ke pinggang Reyent. Goldennya di pakaikan di lehernya. Tidak cuma itu. Kyung Hee juga memberikan Sertifikat sama piala. Bahwa Reyent lulus dari ujian pertama Taekwondonya.

Reyent tersenyum bahagia, akhirnya dia bisa meraih apa yang di inginkan Ayahnya. Giliran dia nanti menagih janjinya yang katanya ingin mengajaknya liburan ke Singapore. Di dekat ring Rey tersenyum bangga, ternyata putraya bisa di andalkan. Tidak sia-sia dia untuk mendidik dan melatihnya dengan tegas.

"Pipi-Mimi!" Panggil Reyent saat turun dari ring. Ia menunjukan sabuk kuning, golden, piala, dan sertifikat. Lalu Reyent berhambur kepelukan Rey. "Leyent lulus yeee,  Leyent bisa mendapatkan semua kan Pipi?"

"Good boy. Ini baru jagoan Pipi-Mimi, tapi Reyent tetap belajar dan  berlatih terus ya? Tidak boleh malas!"

"He'em."

Kini Reyent berpindah kepelukan Stella. Stella mencium pipi Reyent dan mengatakan bahwa putranya hebat. Sangat mudah untuk melatih atau mendidik Reyent. Anaknya penurut,  selalu mendengarkan apa kata Ayah dan Ibunya. Rajin belajar juga. Jika di luaran sana anak seumuran Reyent pasti malas.  Beda dengan Reyent selalu menurut mendengarkan apa kata orang tuanya.

"Mimi hali ini Leyent boleh makan es klim ya? Kan Leyent hebat hali ini! Ya Mimi ya boleh!"

Stella tersenyum, "iya boleh." Ucapnya dan kembali mencium putranya.

"Yeeeee! Jayden ayo ikut aku makan es klim!" Girang Reyent mengajak Jayden. "Mama Jayden boleh ya? Leyent ajak Jayden makan es klim!"

"Iya boleh, sebagai hadiah karena Jayden lulus dari testnya."

"Ayok Jay!" Ajaknya dan ingin melangkah keluar.

"Eh eh, Reyent pamitan dulu sama Mr. Kyung!" Titah Rey.

"Upppsss! Leyent lupa Pipi."

Reyent lantas menghampiri Kyung Hee. Reyent membungkukkan badannya,  memberi hormat atau salam sama guru pelatihnya. Menghormati terlebih dahulu sebelum meninggalkan tempat kepada guru kepala yang biasa di panggil Sabeum Nim. Guru Sabeum dan senior Seonbae sesuai dengan tingkatan sabuk.

Reyent dan guru pelatih maupun senior saling membungkukkan badan. Memberi hormat. Membungkukkan badan sembari berucap, "Gamsahab nimda Grandmaster."

Kyung Hee maupun senior  membalas hormat Reyent dan Jayden. "Dol-aon salang. Mun-an insa."

Pun Reyent dan Jayden berucap,  "Mun-an insa."

Menghormati tempat latihan Dojang saat memasuki dan meninggalkan tempat latihan. Ini sudah menjadi etika dalam Taekwondo.

Setelah Reyent memberi hormat dan menyatukan tangannya sama guru-guru pelatihnya. Kyung Hee mengambil gambar Reyent dan Jayden. Mau di tempelkan di mading dinding Dojang. Mereka berdua berdiri dengan Jayden di belakang merangkul Reyent sembari memperlihatkan goldennya. Reyent dan Jayden tersenyum memperlihatkan giginya.

Mereka sudah meninggalkan Dojang Kyung Hee University Taekwondo. Menuju ke Cafeteria ingin memakan es krim kesukaan Reyent. Sekalian Rey mengjak Papa-Mamanya Jayden makan malam bersama. Sebagai perayaan kelulusan Taekwondo pertama putra mereka.

Reyent lantas menuju dimana icebox tempat es krim. Mengambil sendiri es krim gelasnya. Selain itu dia juga menghampiri Richard minta di buatin seperti minggu lalu. Es krim rasa coklat.

Selesai membuat, Richard menyuguhkan sama Reyent dan Jayden. Richard bertanya tadi ujianya berhasil tidak? Reyent pun mengangguk sebagai jawaban. Reyent begitu lahap saat makan es krimnya. Sampai mulutnya belepotan. Mereka makan sembari bercanda dengan Richard. Sedangkan Rey, Stella dan kedua orang tua Jayden menikmati makanan yang sudah di siapkan.

Sampai tak terasa matahari sudah terbenam. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Merasa kenyang mereka pun meninggalkan Cafeteria. Saatnya pulang kerumah  untuk beristirahat.

Paginya.

Rey dan Stella sedang menghadiri acara pernikahan Gregi dan Rindu. Mereka di jadikan saksi atas pernikahan Gregi dan Rindu. Sedari tadi Stella memperhatikan Rindu yang sangat pucat wajahnya. Stella ada firasat,  ia takut terjadi sesuatu dengan Rindu.

Saatnya Gregi dan Rindu berdiri di atas altar untuk mengucapkan janji sucinya. Tubuh tirus Rindu di balut gaun pengantin. Wajah pucatnya di poles make-up agar tidak terlihat pucat. Rindu sangat cantik di mata Gregi.

Setelah mengucapkan janji sucinya, kini Gregi memasangkan cincin nikahnya di jemari Rindu. Pak pendeta menyuruh Gregi mencium Rindu.

Bibir pucat Rindu memaksakan tersenyum manis di depan Gregi. Ya, Gregi yang sudah menjadi suaminya beberapa detik. Begitupun Gregi tersenyum memandangi wajah pucat Rindu. Meski pucat bagi Gregi tetap cantik di matanya. Gregi menempelkan bibirnya di bibir Rindu. Menciumnya dengan lembut. Mereka melepaskan ciumannya. Tangan Rindu meremas perutnya yang seperti terlilit besi.

"Gregi Terima kasih sudah memenuhi permintaan terakhir ku. Kini aku bisa pergi dengan tenang." Ucap Rindu sebelum ambruk ke lantai altar.

Rindu

Gumam Stella.

Gregi mematung, kedua matanya melotot. Gregi lantas ikut terduduk menahan tubuh Rindu yang tergeletak di atas altar. Stella ikut panik dan ikut merubung Rindu dan Gregi. Nafas Rindu tersenggal-senggal, rasanya sesak. Kini kenangan demi kenangan mereka berdua berputar seperti kaset. Canda tawa, kecerian Rindu maupun Gregi berputar di ingatkan Rindu. Kenapa sakit?

"G-Gre-Gre-gi!" Lirih Rindu putus-putus.

"Kita kembali kerumah sakit sekarang, hem?"

Rindu menggeleng. Tersenyum. "A-aku b-b-baha-gia ba-nget s-sudah menjadi is-tri sah-mu G-Gre-Gre-gi. Terima kasih sudah menuruti permintaan terkahir ku." Ucap Rindu lirih.

"Aku mohon jangan banyak bicara. Kita kembali kerumah sakit sekarang." Bersamaan itu Sandra datang sembari berteriak-teriak memanggil Gregi. Sara Kakaknya yang mendengar Ibunya  berteriak menghampiri Mamanya. Menariknya keluar dengan di bantu Ilias suaminya. Sara dan Ayahnya kalah, Sandra memberontak ingin masuk.

Stella mencoba menegor Sandra, agar berenti menghina dan memaki Rindu dan Maya. Menyuruhnya pergi meninggalkan gereja. Dan meminta berenti tidak memaki Maya dan Rindu terus. Karena Rindu sudah pergi untuk selamanya. Orang sudah di ujung maut pun masih saja di hina. Kata Stella.

Ternyata firasat Stella benar, terjadi sesuatu dengan Rindu. Ini hari kebahagiaan Rindu dan juga hari duka bagi Gregi. Stella terisak di pelukan Rey. Ia tidak tega melihat Rindu yang menderita. Apa lagi Greri putra Rindu dan Gregi. Stella semakin terisak, membayangkan jika itu terjadi pada dirinya dan putranya.

***

Dokter Arkan mengurus rumah peninggalan mendiang Ami. Bukan maksud dokter Arkan mengusir Putia istri mendiang Likin. Tapi memang harus di urus, karena surat-surat rumah dan tanahnya atas nama mendiang Tarom suami mendiang Ami. Jadi dokter Arkan menyuruh Putia meninggalkan rumah itu. Rumah akan di jual. Tadi setelah mengantarkan jasad Ami dan jasad Likin ke peristirahatan yang terakhir, dokter Arkan berdiskusi dengan Pak RT dan Pak RW. Para tetangga juga ikut berdiskusi sebagai saksi. Pak RT maupun pak RW menyetujui jika rumah itu mau di jual. 

Soal Febby dokter Arkanlah yang akan mengasuhnya. Sedangkan Putia pulang kerumah orang tuanya.

Dokter Arkan dan istrinya membawa pulang Febby kerumahnya. Sampai di rumah Arkan memanggil putranya. Febby lebih dulu melihat putranya.

"Kak Akmal, kok kamu di sini?"

Akmal yang di panggil terkejut mendengar suara Febby. Menoleh dan berucap, "Febby! Kok kamu bisa sama Papa-Mama? Kamu kemana saja? Kok tidak ada di tempat biasa!"

"Akmal,  Febby. Kalian sudah saling kenal?" Tanya Lati.

Akmal dan Febby mengangguk, "iya Ma,  Febby teman Akmal. Akmal suka bantu Febby jualan donat. Selalu menemani Febby jika menangis. Kasihan Febby suka sedih dan menangis Ma-Pa." Kata Akmal membuat Arkan tersenyum.

"Ternyata dunia itu sempit ya Ma. Mereka sudah saling mengenal. Tuhan itu adil sama Febby."

"Iya Pa. Jadi Akmal  sering keluar malam karena Febby?"

Akmal mengangguk. "Iya Ma, Febby jualan donat sampai malam Ma. Karena tidak ada yang mau membeli. Kasihan Febby. Padahal uangnya mau buat beli obat."

Arkan dan Lati tersenyum, menyuruh mereka tidur. Arkan membacakan buku cerita sebelum Akmal tidur. Sedangkan Lati menemani Febby di kamar barunya. Setelah Akmal dan Febby tidur, Arkan dan istrinya sedang berbincang membahas Febby dan Akmal. Febby akan di pungut menjadi anak angkatnya. Arkan berharap Akmal bisa menjaga Febby, rukun terus dan menganggap seperti adiknya sendiri. Jika sudah besar kelak mereka berencana ingin menjodohkan Akmal dan Febby.

Sebulan kemudian..

Sebulan sudah Febby tinggal di rumah dokter Arkan. Febby sudah tidak sedih lagi. Sedikit demi sedikit Febby sudah tidak menanyakan Ami dan Likin. Kedua orang yang menjadi sebagai wali Febby. Kini bocah kecil itu sudah kembali ceria setelah tinggal di rumah dokter Arkan. Febby juga sudah mulai masuk sekolah. Tetapi penyakit Febby masih gitu-gitu saja. Tidak ada perubahan. Terkadang Febby tiba-tiba suka pingsan jika kelelahan. Keluar darah dari hidungnya. Dokter Arkan bingung. Sebagai dokter dia merasa gagal tidak bisa menyembuhkan Febby. Mungkin Febby perlu di rawat di luar negeri.

Akmal bocah berusia 5 tahun itu sangat menyayangi Febby. Selalu makan berdua, misalkan makan ikan di belah menjadi dua. Belahan satunya di berikan sama Febby. Makan apel maupun makan roti. Selalu di belah menjadi dua. Bukan karena menghemat atau pelit. Itu menandakan bahwa Akmal sayang sama Febby.  Makan apapun selalu bagi dua. Seperti saat ini mereka sedang menaiki sepeda. Bermain di taman, Akmal yang di depan, Febby yang di bonceng.

"Kak Akmal, Febby boleh minta es klim itu tidak?" Pinta Febby saat melihat orang jual es krim.

Menoleh, Akmal menghentikan sepedanya. "Boleh, aku beliin ya! Tapi besok tidak boleh. Kan Febby sakit, tidak boleh sering makan es krim."

"Iya Kak Akmal."

Akmal lantas membeli es krim satu bungkus di makan berdua. Febby tersenyum dan bilang terima kasih sama Akmal.

"Cepetan abisin es krimnya, kita pulang sudah mau sore, nanti Mama nyariin kita!"

Febby mengangguk, mengabiskan es krimnya. Mereka kembali menaiki sepedanya. Akmal mengayun sepedanya dengan pelan, agar febby tidak terjatuh. Sampai di rumah Febby bingung kenapa banyak mobil di halaman rumah dokter Arkan? Ada tiga anak kecil sedang bermain. Mereka sepupu Akmal. Putra putri dari Budhenya Akmal. Entah kenapa Febby meresa mereka tidak menyukai dirinya? Atau cuma perasaan Febby saja!

Ari, Anggi, dan Andi mebghampiri Akmal. Mereka berpelukan layaknya Teletubbies.

"Bang Andi Bang Ari dan Kak Anggi kenapa tidak bilang dulu kalau mau kesini?" Tanya Akmal. "Coba tadi Akmal beli es krim banyak,  pasti kita makan es krim bareng." Kata Akmal.

"Emangya tadi makan es krim?" Tanya Anggi.

"Iya aku beliin buat Febby."

"Febby? Siapa Febby?"

"Dia teman ku, tapi sekarang menjadi adek. Kata Papa sama Mama aku harus jagaiin dia. Febby kenalin Kakak sepupuku." Febby mengulurkan tangannya, tapi Anggi tidak mau menyambutnya. Wajahnya menunjukkan tidak menyukai keberadaan Febby.

"Mama Papanya kemana?"

"Pergi jauh, Nenek sama Pamannya meninggal. Jadi dia harus tinggal di sini sama kita. Karena Febby sudah tidak punya siapa-siapa." Papar Akmal.

"Kenapa harus di sini! Kenapa tidak di panti asuhan saja?!" Celetuk Anggi membuat Febby menunduk menatap lantai.

"Lebih baik di sini ada Mama-Papa sama Mba yang bisa mengurus Febby. Ada aku juga bisa jagain Febby."

"Oh jadi dia anak haram dong! Tidak punya Ibu dan Ayah. Tidak jelas asal usulnya."

Deg

Seketika Febby mendongak menatap Anggi. "Aku bukan anak halam. Aku punya Ibu, aku punya Ayah juga."

"Kak Anggi jangan bicara seperti itu,  tidak baik."

Febby lari kesamping rumah, duduk di taman. Ia menangis. Memeluk kedua lututnya. "Nenek, Febby kangen. Kenapa Nenek ninggalin Febby sendirian?" Lirih Febby sembari terisak.  "Nenek, Febby bukan anak halam kan? Febby punya Ibu sama Ayah kan?" Gumam Febby.

"Febby! Jangan dengarin omongan Kak Anggi ya! Jangan sedih lagi!"

"Kak Akmal mungkin Kak Anggi benal. Halusnya Febby tidak tinggal di sini. Febby halusnya di panti asuhan. Jika di sini Febby melepotkan Tante sama Om doktel Alkan."

"Tidak apa-apa kok, Papa sama Mama kan sayang Febby juga."

"Enak ya Kak jadi mereka. Kak Akmal juga. Memiliki semuanya. Punya Ayah punya Ibu, saudara, Nenek, Paman. Pasti bahagia sekali di sayangi banyak orang. Tidak sepelti aku, tidak di inginkan Ibu sama Ayah. Di benci Bibi. Nenek sama Paman juga di ambil Tuhan. Padahal Aku kan tidak nakal, tapi kenapa Tuhan jahat sama aku? Aku tidak punya siapa-siapa lagi." Ucap Febby di tengah isakannya.

Lati yang berdiri di dekat mereka mendengar pembicaraan Febby dan putranya. Hatinya tersentil, sakit. Sesak rasanya. Kenapa bocah sekecil Febby di uji seberat ini? Kenapa harus terlahir di rahim orang yang tidak punya hati?

"Febby, Akmal kalian sudah pulang! Ngapain duduk di sini?"

"Tadi Febby menangis Ma, gara-gara Kak Anggi."

"Febby jangan dengarkan omongan Kak Anggi ya! Febby tidak boleh sedih lagi. Kan sekarang Febby sudah punya keluarga baru. Bunda Lati, Ayah Arkan,  Kak Akmal, dan juga Mba Ningsih. Febby senang kan? Kita semua sayang sama Febby. Ayo senyum lagi. Nanti Bunda bicara sama Kak Anggi biar tidak ngomong seperti tadi lagi. Sekarang ayo masuk di dalam ada Bude yang mau bertemu Febby." Ucap Lati membujuk Febby agar tidak menangis lagi.

Febby mengangguk, beranjak melangkah mengikuti Lati. Akmal sama Febby bergandengan tangan, seperti tidak mau lepas. Sampai di ruang keluarga Lati mengenalkan sama Kakaknya. Budenya juga jika di lihat dari wajahnya seperti tidak suka dengan Febby. Tidak setuju jika Lati memungut Febby menjadi anaknya. Mungkin itu perasaan Febby saja.

"Febby ayo kenalan ini Bude Leni sama Pakde Geyon. Ayo beri salam!" Titah Lati.

Mengangguk. Febby lantas mengulurkan tangannya dan di sambut Leni. Saat Febby mencium tangannya, Leni sedikit mendorong tangannya dan di tarik dengan kasar. Perbuatan Leni tidak lepas dari pandangan Arkan. Arkan tau jika Leni tidak menyukai Febby.

Febby menunduk, takut, kedua matanya merah. Dia mau menangis. Arkan  menyuruh Akmal mengajak Febby bermain dengan sepupunya. Setelah kepergian Febby dan Akmal. Arkan memberi peringatan sama Leni yang berbuat kasar sama Febby.

"Jaga sikap mu Mba Leni. Aku kepala rumah di sini. Aku yang bertanggung jawab di sini. Jadi Mba Leni tidak berhak untuk tidak menyukai Febby." Kata Arkan.

Seperti itulah orang besar atau orang kaya. Maunya di atas terus, menilai orang kecil seenaknya, merendahkan semaunya. Yang di banggakan mereka hanyalah kekayaan dan derajat. Orang kecil juga manusia, sama-sama makan nasi. Hanya saja keadaan yang berbeda.

Merasa bersalah, Leni tidak berani menatap Arkan. Ia malu dengan sikapnya barusan yang di ketahui Arkan yang peka. Lati melerai, mengajaknya untuk makan malam yang sudah terhidang.

TBC.

Terima kasih sudah mau membaca.

Saranghae 😍😍

Sunday, 04 April 2021

16:50PM

It's Me Rera