"Bagus, lanjutkan tugasmu. Tetap awasi dia!" titah Max melalui sambungan seluler. Pria dengan rambut coklat gelapnya yang basah itu pun mengacaknya dengan handuk agar cepat kering. Max masih berpakaian rumahan karena niatnya memang ingin libur. Bekas lebam di wajahnya masih nampak jelas meski tak separah kemarin, berterimakasih kepada adiknya, Cherlin.
Clekk
Pintu terbuka secara tiba-tiba sempat mengejutkan Max. Pandangan yang sebelumnya menatap melalui kaca pembatas, seketika berbalik dan mengerutkan dahi atas kehadiran seseorang.
"Max!" ucap seorang pria yang tanpa sopan langsung memasuki ruangan pribadi Max dengan cengiran khasnya meski Max sudah menampilkan raut tak suka.
"Oke-oke, nanti hubungi aku lagi untuk kelanjutannya!" ucap Max kepada seseorang yang berbincang dengannya di saluran ponsel. Ia pun langsung mematikan layar komunikasi itu setelah mendapat balasan. "Kenapa kau bisa disini?" tanya Max kepada Tommy, pria yang kini semakin tak tau diri karena mendudukkan pantatnya ke arah sofa tanpa dipersilahkan. Max bukan tak menyukai kawan barunya itu, hanya saja ia sedikit merasa terganggu karena Tommy sudah menyela perbincangan pentingnya dengan seseorang di ponsel.
"Kenapa tidak bisa, kita sudah akrab kan?" jawab Tommy yang mendapat balasan wajah datar Max. Ia pun bergerak dan mendudukkan diri di sebrang Tommy. Sebuah tempat santai yang tepat di sebelah kiri ranjang dengan jarak yang lumayan jauh, ruangan pribadi Max memang begitu besar.
"Brother. Dia teman mu yang di pesta perusahaan itu kan?"
Pintu yang masih terbuka itu pun memunculkan seseorang yang langsung membuat Max memijat kepala. Tommy ditambah Cherlin merupakan perpaduan terbaik untuk memperburuk suasana pagi Max. Adik wanita yang berselisih umur cukup jauh dengannya itu pun melenggangkan langkahnya dan berakhir menyamankan diri di samping sang kakak.
"Kau benar. Aku yakin kita sudah berkenalan waktu itu, tapi mengingat gadis cantik yang pasti setiap harinya menerima salam perkenalan dari banyak pria yang mengagumimu, aku hanya bisa maklum kalau kau lupa. Perkenalkan, aku adalah Tommy," ucap Tommy dengan mengulurkan tangan ke arah Cherlin. Pria yang terkenal dengan sikap playboy nya itu pun seketika mengecup punggung tangan Cherlin saat lengannya bersambut.
"Ehem! Jangan coba rayu adikku!" peringat Max saat menatap pandangan pemburu yang dimunculkan oleh Tommy.
"Brother yang posesif, eh?" goda Cherlin setelah melepaskan tautan tangannya dengan Tommy. Wanita itu langsung beralih ke sang kakak dengan senyuman lebarnya. Cherlin begitu menyukai kakak dinginnya yang selalu terlihat begitu menggemaskan ketika bertingkah posesif padanya.
"Tidak, kau jangan salah paham, Max. Aku hanya berusaha bersikap jantan terhadap wanita cantik," jawab Tommy dengan keahlian bicaranya yang sudah terasah. Cara pengolahan katanya juga cukup mengangkat dirinya menjadi pria sopan diatas tingkahnya yang kurang ajar.
"Ehmm..." sahut Cherlin masih dengan senyum lebarnya. Kedua tangannya pun menangkup kedua pipi miliknya sembari mengedip-ngedipkan mata ke arah Tommy yang menatap serupa. Sedangkan Max yang menghadapi keduanya itu menjadi dongkol setengah mati.
"Mulut playboy mu jangan sampai kau dengarkan lagi di telinga ku, Tom! Atau aku akan membuatmu sama sekali tak laku di pasaran wanita!" ancam Max tak main-main. Ia tau dengan pasti sikap dasar pria seperti Tommy, ia suka mempermainkan wanita. Sedangkan Cherlin, adiknya itu sebenarnya juga setipe dengan Tommy, ia terlalu suka menyia-nyiakan masa mudanya untuk drama percintaan tak berguna. Jika keduanya bergabung, Max tak bisa membayangkan akan seperti apa jadinya.
"Eittz! Santai, Max... Kau jangan terlalu serius jadi orang. Aku disini hanya ingin mengabarkan sesuatu yang pasti membuatmu senang, ini tentang Nathan," balas Tommy saat mengetahui raut Max yang sudah tak terkondisikan. Sebenarnya bukan niatnya untuk menggoda adik Max, tapi salahkan saja mulutnya yang sudah seperti hilang kendali saat berhadapan dengan gadis cantik.
"Nathan. Ada kabar bagus apa dari dia? Aku sudah lama tak mengetahui kabarnya sejak aku bilang ke brother kalau aku akan mengejarnya," sahut Cherlin dengan cepat. Mendengar nama Nathan, membuat Cherlin teringat ucapannya kepada sang kakak waktu itu. Saat Cherlin mengatakan niatannya untuk mengejar Nathan yang segera dicegah sang kakak. Lagipula karena kesibukan main-mainnya kemarin ternyata turut andil untuk membuatnya lupa.
"Kau bisa pergi dari sini, tidak? Ini urusan pria, Lin!" perintah Max saat Cherlin begitu nampak tertarik dengan topik seputar Nathan.
"Aku sungguh penasaran, brother! Kabar dari Nathan yang seperti apa hingga itu menjadi hal bagus untukmu?" tanya Cherlin mengabaikan perintah sang kakak.
"Max..." panggil Tommy berusaha menyela pembicaraan namun tak berhasil. Pandangannya malah disuguhkan dengan adik kakak yang sibuk berargumen dan terlihat tak mempedulikan kehadiran informan sepertinya.
"Kalau kau terus mengoceh-" ucap Max dan langsung dipotong Cherlin.
"Tak ada lagi jatah uang jajan darimu, tak ada lagi belaan jika ibu memarahi ku, dan akan memperpanjang masa kerja si penguntit itu, siapa namanya? Ari, Jaka, atau siapa pun itu. Kau selalu ingkar janji!" marah Cherlin juga ikut mengungkit janji sang kakak yang akan memecat orang yang mengikutinya kemana pun ia pergi. Ingat janji yang dibuat Max di rumah sakit waktu mama Nathan dirawat? Itu sudah lama sekali kan!
"Riki, dia bukan penguntit ataupun orang jahat. Dia orang yang ku percaya untuk menjagamu," timpal Max memberi penjelasan.
"Brother selalu menjadikan alasan itu untuk membuatku diam. Tapi kurasa saat ini kau tak bisa menjadikan ancaman itu untuk ku. Aku bisa saja mengatakan ke orangtua kita yang sibuk berbulan madu itu, jika kau babak belur setelah kepulangan mendadakmu kemarin dan mereka akan langsung pulang dan mengintrogasi mu habis-habisan!" ucap Cherlin berusaha mengancam balik sang kakak.
"Benarkan kau bisa melakukan itu?" tantang Max yang langsung mengambil ponsel miliknya dan menekan panggilan kepada seseorang. "Masuk ke kamar ku, segera!" perintah singkat Max kepada seseorang yang dihubunginya.
"Apa yang kau rencanakan brother!" tanya Cherlin dengan kernyitan dahi. Wanita itu bertambah bingung saat sang kakak malah menampilkan wajah balas tersenyum.
"Permisi tuan."
Sebuah suara menguntrupsi ketiganya. Max yang mengkode pria itu masuk, dan Cherlin yang seketika pucat pasi. Sedangkan Tommy, ia masih menjadi penonton yang tak tau pangkal cerita dan hanya melihat dengan pandangan bingung.
"Cepat jelaskan kenakalan adikku selama dia ditinggal sendiri di rumah!" perintah Max kepada sosok pria yang berdiri tegap dengan kedua lengan terkait di belakang tubuh.
"Sesuai dengan gambar yang saya kirim kan ke tuan. Membawa banyak pasukan untuk membawa nona kabur, memasuki klub malam dan tidak pulang selama tiga hari hingga berakhir kehabisan uang karena kartu yang dengan cepat anda blokir," jelas sosok pria itu yang langsung mendapat delikan tajam dari sang nona.
"Kau pikir orangtua kita akan mengintrogasi habis-habisan siapa? Sudah, bawa Cherlin pergi dulu mas Riki!" ucap Max dengan pandangan yang beralih fokus ke sosok tamu tak diundang.
"Brother jahat, aku kan hanya ingin tau kabar Nathan!" rengek Cherlin dengan kedua lengan yang mengayun-ayun di milik sang kakak.
"Nanti ku beri tahu karena sekarang aku akan membicarakan hal penting dengan Tommy," jawab Max yang sama sekali tak menginginkan jika adiknya itu tau jika dirinya sedang mengejar pria yang sama sepertinya.
"Tidak mau, aku ingin tau!" keukeuh Cherlin membuat Max gemas.
"Ckkkc! Gendong saja dia!" titah Max yang langsung ditanggapi pria berseragam hitam itu dengan cepat. Dengan awalan membungkukkan badan, pria itu langsung mengambil alih kedua lengan sang nona dan mengangkat tubuh ringan itu lantas diletakkannya di bahu kiri lebarnya.
"Huaaa! Lepaskan aku! Brother jahat....!" jerit Cherlin saat tubuhnya berbalik di panggulan pengawalnya itu. Ia bahkan memprotes dan memaksa ingin diturunkan dengan memukul-mukul tubuh belakang pria itu.
"Terimakasih untuk yang kemarin, adikku sayang!" ucap Max dengan suara keras yang cukup terdengar di telinga Cherlin. Ya, ia sudah di bawa menjauh dari ruangan milik Max itu, kurang ajar!
"Demi apa! Apakah ini akan jadi semacam persaingan antar saudara kandung? Aku tak menyangka kalau Nathan akan laku keras," ucap Tommy setelah melihat adegan yang tersaji di depannya, ia sudah bisa menyimpulkan cerita itu.
"Ehemm! Aku tak bersaing dengan adikku sendiri. Kau tau, dia hanya gadis manja yang sama sekali tak mengerti soal cinta," balas Max dengan yakin. Ya, ia cukup tau jika Cherlin hanya ingin main-main seperti tindakannya selama ini dengan pria-prianya.
"Benarkah? Bagaimana kalau ku ajari saja dia."
"Kau mau mengajari adikku model yang bagaimana? Jangan macam-macam kau! Cepat katakan maksudmu, ada apa dengan Nathan?" timpal Max setelah mengingat maksud awal kedatangan Tommy.
"Hahaha... Aku hanya bercanda kawan. Oh ya, Karena kegigihan ku semalaman, akhirnya Nathan bersedia untuk meminta maaf padamu," balas Tommy yang langsung mendapat balasan ketidakpercayaan dari Max.
"Benarkah, kenapa nampak semudah itu?"
"Jangan bilang seperti itu, kau tidak tau bagaimana Nathan mengurung diri seharian dan tanpa makan. Dia bahkan berucap dingin dengan mata memerah dan suara parau, barang-barang bahkan sampai terlempar ke lantai karenanya," ucap Tommy dengan menjabarkan kejadian kemarin malam dengan menggebu-gebu.
"Kenapa aku merasa dia sedikit berlebihan hanya karena aku menyatakan cinta," tanya Max lebih kepada dirinya sendiri.
"Ckck! Kau aneh sekali, jelas dia berlebihan karena yang menyatakan cinta padanya adalah kaum sejenis," balas Tommy dengan yakin meski pada kenyataannya Max tau dengan benar, Nathan memang menyukai pria.
"Karena aku sudah menyampaikan berita penting ini, apa yang ku dapat?"