"Buka mulut lo," perintahnya. Andara tertegun, tiba-tiba saja perempuan itu merasakan pipinya yang sedikit panas.
"Eh?" jawabnya seperti orang bodoh. Algar membuang napasnya kasar.
"Buka aja mulut lo." Andara menelan salivanya dengan susah payah kemudian membuka mulutnya. Andara sedikit terkejut karena satu suapan daging masuk ke dalam mulutnya.
"Gimana?" tanya Algar dengan antusias. Andara tidak bisa berbohong bahwa steak ini memang sangat enak dan terasa sekali bumbunya di mulut.
"Enak banget," jawabnya. Algar terkekeh. Andara tersenyum kecil ketika melihat Algar terkekeh.
Mereka menghabiskan makanan mereka dalam 20 menit. Algar melanjutkan perjalanan mereka dan membawa Andara menuju pusat perbelanjaan, surganya para perempuan.
"Lo yakin ke sini?" Algar menaikkan satu alisnya seraya turun dari motornya.
"Emang kenapa?" Andara melihat sekelilingnya.
"Em ... gak apa-apa, sih. Tapi kalau kita belanja di sini pasti mahal banget." Algar tersenyum kecil kemudian menarik tangan Andara.
"Gak apa-apa, yang penting lo seneng." Andara berusaha menahan rona merah di pipinya. Apa-apaan sih lelaki ini, bisanya hanya menggoda saja.
Andara sangat takjub melihat pusat perbelanjaan ini yang sangat mewah. Sudah hampir 3 bulan Andara tidak pernah datang ke pusat perbelanjaan seperti ini, pemicunya adalah traumanya terhadap Elvan yang sangat membuatnya takut jika keluar rumah.
Andara menatap punggung Algar sambil tersenyum, sepertinya perempuan itu harus mengucapkan banyak terima kasih pada Algar.
Andara menatap tangannya yabg kini digenggam oleh Algar, perempuan itu membuang mukanya. Algar membawa Andara menuju sebuah toko pakaian.
"Lo boleh beli apa yang mau lo beli," ucapnya. Andara tertegun.
"Lo serius?" Algar mengangguk dengan bangga. Andara hanya terkekeh melihat itu.
Andara melangkah menuju pakaian yang sesuai seleranya, perempuan itu mengambil baju berwarna merah kemudian bercermin.
"Cocok, gak?" tanya Andara. Algar berlagak berpikir. kemudian lelaki itu mengangguk.
"Cocok banget. Lo pake apa pun juga cocok, kok," balasnya membuat Andara salah tingkah.
"A-apaan, sih! Ngaco!" Algar tertawa melihat Andara yang sangat gugup. Perempuan itu memang misterius dan sulit ditebak, namun siapa sangka perempuan itu juga sangat pemalu.
Andara dan Algar keluar dari toko pakaian dengan membawa satu plastik berisi baju Andara. Mereka menikmati hari libur ini dengan begitu banya kesenangan. Andara sering tertawa dengan tingkah konyol kekasihnya itu. Algar juga banyak tertawa karena lelaki itu selalu menggoda Andara.
Algar juga mengajak perempuan itu bermain game. Sejujurnya Andara sangat tidak mengetahui dunia game, karena lelaki menjelaskan sedikit, Andara jadi lumayan paham. Perempuan itu langsung mengerti cara bermainnya dan memainkan gamenya dengan sangat sempurna.
Andara selalu berteriak ketika membunuh zombie yang ada di depannya, Algar hanya memperhatikan dengan senyumannya. Rasanya sangat lega jika Andara tersenyum lebar seperti ini.
"Gila, gue jago banget, kan?" tanyanya antusias. Algar mengangguk-angguk kecil. Sepertinya perempuan itu benar-benar tidak pernah bermain game sekali pun. Sedangkan Algar, lelaki itu sangat hebat jika sudah berurusan dengan game.
"Mau lawan gue?" tantang Algar. Andara terdiam sebentar kemudian berkacak pinggang seakan perempuan itu bangga dengan dirinya yang sudah bisa bermain.
"Ayo, siapa takut!" jawabnya.
Pada akhirnya mereka saling bertarung, Algar bisa mengalahkan Andara pada ronde pertama. Bagaimana pun, game itu keahlian Algar, jadi sangat mudah bagi lelaki itu mengalahkan Andara.
"Du-dua ronde lagi!" Algar menghembuskan napasnya.
"Iya, iya. Tapi yang kalah ada hukumannya, gimana?" Andara terkejut. Perempuan itu berpikir sejenak.
"Apa hukumannya?" Algar manarik satu sudut bibirnya.
"Yang kalah harus nurutin kemauan yang menang," jawabnya. Andara sangat bimbang saat ini. Jika dirinya mundur sekarang, Algar pasti akan berpikir bahwa dirinya takut. Namun jika Andara kalah, ah, perempuan itu memiliki firasat yang buruk.
"Oke, gue setuju," jawab Andara pada akhirnya. Yah, bagaimana pun juga Andara tidak boleh mundur secepat ini. Perempuan itu akan membuktikan dirinya bisa mengalahkan Algar.
Andara berhasil memenangkan ronde ke-2, itu artinya pertandingan terakhit adalah pertandingan penentu. Andara berteriak senang ketika dirinya berhasil membunuh Algar dan semua pasukannya, Andara memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.
Andara berjalan di depan Algar dengan sangat riang. Algar tersenyum sendu ketika melihat punggung itu yang amat bahagia. Algar membiarkan Andara memenangkan pertandingan ini agar Algar bisa menuruti apa yang perempuan itu inginkan, Algar sengaja kalah.
Andara memasuki toko sepatu dan melihat-lihat. Perempuan itu sangat tertarik dengan sepatu, karena menurutnya, sepatu adalah benda yang istimewa. Andara sangat menyukai sepatu dan buku, tentunya.
Andara membeli sepasang sepatu yang menurutnya sangat menarik. Karena kesepakatan mereka saat bermain game tadi, Algar menuruti Andara dan membelikan perempuan itu sepasang sepatu. Andara sangat senang.
"Selanjutnya, gue mau kita ke toko buku!" ucap Andara antusias. Algar hanya mengangguk dan menuruti ucapan perempuan itu.
"Lo gak mau kita makan siang dulu?" Andara menghentikan langkahnya kemudian berpikir.
"Hmm ... kita ke toko buku dulu, baru makan siang," jawabnya. Algar menghela napas.
"Oke, oke." Algar mengikuti langkah Andara memasuki toko buku yang lumayan besar. Andara terlihat berlalu lalang mencari buku-buku yang ia sukai, sementara Algar hanya terdiam mengamati gerak-gerik perempuan itu.
"Gar, sini!" titahnya. Algar menurut dan menghampiri Andara. Perempuan itu mengulurkan sebuah buku.
"Gimana menurut lo?" Algar menaikkan satu alisnya.
"Apanya?" Andra menunjuk sampul buku tersebut.
"Cover buku ini," jawabnya. Algar memerhatikan dengan sangat detail, sayangnya itu terlihat biasa saja baginya.
"Biasa aja." Andara terkekeh.
"Iya, sih, soalnya lo gak suka baca buku, jadi kelihatan biasa aja." Andara menarik kembali bukunya. Algar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lelaki itu benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Andara tadi. Jelas-jelas itu terlihat biasa aja.
"Ya udah, kalau begitu gue beli yang ini aja," ucap Andara. Algar melipat kedua tangannya di depan dada.
"Satu aja?" Andara mengangguk kecil.
Setelah mereka selesai membayar bukunya, Andara beristirahat sebentar di bangku yang sudah disediakan oleh pihak toko buku. Andara merasakan pinggang dan kakinya yang sedikit pegal karena berjalan terus. Tapi tak apalah, Andara sangat senang hari ini.
Andara menoleh, menatap Algar di sampingnya.
"Makasih ... buat hari ini," lirihnya. Algar tersenyum dan mengangguk.
"Lo seneng?" Andara mengangguk kecil. Mana mungkin dirinya tidak senang.
Andara menatap semua belanjaannya. Algar memang lelaki yang baik, Andara tidak salah menilainya, walaupun saat awal lelaki ini sangat menyebalkan.
Hanya Algar yang bisa merubah Andara. Andara membutuhkan Algar ... supaya perempuan itu bisa segera terlepas dari trauma beratnya, tapi Andara juga tidak ingin menyusahkan Algar. Saat Algar membantunya, Algar akan sengsara karena Elvan, Andara berharap ancaman Elvan cukup sampai sini.
"Andara?" Andara menoleh ke arah asal suara. Andara membulatkan kedua matanya ketika mendapatkan perempuan itu sudah berdiri di hadapannya dan Algar.
"Re ... resta?"