Hai....
Kuy, sebelum baca budaya kan VOTE & COMMENT yang baik dan sopan...
Selamat membaca.. :*
*****
Mood Kim sekarang sedang tidak bagus. Semenjak pergi dari hadapan Algi. Ketos yang sangat suka mengusik ketenangan Kim.
"Kim, mau pulang bareng nggak?" Tawar Riki.
"Nggak perlu. Gue pulang sendiri aja." Tolak Kim dengan sedikit memajukan bibirnya.
"Kesel banget Kim? Jangan gitu napa." Bujuk Riki mencoba menenangkan Kim.
"Bisa diem nggak loe! Oh loe mau nggantiin samsak dirumah gue?"
"En- enggak Kim, bukan gitu." Riki terlihat ketakutan sekali dengan gertakan Kim, karena dia tau Kim tidak akan pernah berbohong dengan ucapannya.
Dulu, Riki juga pernah menjadi samsak Kim. Ya karena si Riki pernah membuat Kim marah, sampai dia babak belur penuh dengan lebam-lebam di sekujur tubuhnya. Mengerikan bukan. Jadi, untuk saat ini Kim tidak perlu diganggu kalau tidak mau menggantikan samsak nya dirumah.
"Mau gue anter?" Tawar seseorang dari dalam mobilnya. Oh Algi.
"Gue gak butuh tumpangan dari loe!" Sentak Kim, lalu ngeloyor pergi dari tempat.
*****
Kim pulang dengan berjalan kaki. Terus berjalan menyusuri jalan sendiri. Sepanjang jalan Kim merutuki setiap kali bayangan wajah Algi yang angkuh itu muncul di pikirannya.
"Dasar angkuh! Sombong! Kenapa sih orang model dia masih bisa hidup di zaman semodern ini?" Sederetan sumpah terus keluar dari bibi Kim. "Apa nggak ada manusia lain yang bisa gantiin orang model dia? Arghh!" Tambahnya sambil mengerang.
Sesaat melintas sepeda motor disamping trotoar, dan berhenti didepan Kim. Kim yang mengenal betul siapa orang dibalik helm full race nya itu. Diki.
"Nggak yang angkuh, ini malah dateng orang yang sok jaim banget! Najis." Ucap Kim sambil memutar bola matanya malas.
"Kim pulang bareng yuk?" Ajak Diki.
"Ngapain loe ngajak-ngajak gue? Udah terbangun dari mimpi? Ah bodo amat! Sekarang itu bukan urusan gue!" Cibir Kim lalu pergi berjalan, dan sebelum itu terjadi Diki sudah terlebih dahulu menahan dirinya untuk tidak pergi meninggalkan Diki ditempat.
"Sampai kapan loe berhenti marah ke gue?" Tanya Diki melembut.
"Sampe gue nggak pernah ngenalin loe lagi!" Jawab Kim sambil menyentak tangan Diki dengan kasar.
Sederetan sumpah serapah mulai keluar kembali dari mulut Kim. Entah mengapa dia sampai seperti ini. Hari ini sangat buruk. Hari pertama masuk sekolah dia harus berurusan dengan rivalnya. Sekarang sahabat nya sendiri sedang membuatnya terus-terusan naik pitam. Kemarahannya hari ini belum terlampiaskan sama sekali.
Pulang nanti, Kim pasti akan mulai melampiaskan semua kemarahannya pada samsak yang sama sekali tak berdosa dan tidak tahu menahu soal permasalahannya kali ini.
*****
"Kim istirahat dulu, kamu udah tiga jam loh nggak berhenti mukulin samsak. Kasihan samsaknya, butuh istirahat." Bujuk Bunda pada putri semata wayangnya ini yang terbilang keras kepala. "Ini Bunda bawain minum. Udah ayo istirahat dulu." Tambah Bunda.
Kim tidak bergeming sama sekali. Dia terus menghajar, melampiaskan semua kemarahannya pada samsak didepan nya saat ini. Kim tidak perduli dengan keringat yang sudah mengguyur seluruh tubuhnya. Terlihat seperti sehabis keluar dari kolam renang. Sangat-sangat basah dan terlihat berantakan.
Kim terus memukul, menendang. Meluapkan semuanya secara bersamaan.
"Kim, udah sana mandi. Liat tuh udah basah kayak abis diguyur sama hujan. Mandi gih." Kini Ayah yang mulai turun tangan. "Masa anak gadis ayah bau keringat kayak gitu? Udah berhenti. Sana mandi." Perintah Ayah.
Kim menghentikan aktivitas. Mengangguki perintah sang ayah. Dan pergi kedalam untuk membersihkan tubuhnya. Berjalan diatas lantai juga terlihat bekas keringatnya yang menempel.
"Nggak habis fikir Bunda sama kamu Kim." Celetuk Bunda sambil terus gelang-gelang kepala melihat kelakuan putrinya itu yang terlihat tidak ada sisi feminimnya sama sekali kalau sudah berurusan dengan samsak.
*****
Kim merebahkan tubuhnya diatas bantalan empuk. Mulai menerawang setiap sisi dalam ruangan yang didominasi warna putih dan biru laut. Sejenak merenungkan apa yang telah dia lakukan hari ini. Hft. Hanya helaan napas yang terasa berat yang Kim buang setiap saat.
Kim mulai memejamkan matanya. Mulai berkhayal dengan dimensi yang sekarang Kim ciptakan. Merasakan setiap tarikan napas yang setiap kali Kim hembuskan. Begitu tenang.
Ketenangan tidak bertahan lama, sesaat setelah benda persegi yang tergeletak diatas meja belajar berbunyi dengan nyaring. Kim mendesah berat. Mood nya belum kembali seperti biasanya.
Kim membuka matanya, dan terduduk sambil menggerutu. Mengeluarkan umpatan-umpatan untuk ponselnya yang mengganggu ketenangannya.
Kim berjalan menuju meja belajar, dan meraih benda persegi itu dengan malas. Tidak tertera nama seseorang yang sedang menelponnya. Kerutan didahi Kim mulai terbentuk. Mencoba menebak-nebak siapa yang menelponnya ini.
Pikiran Kim masih belum jernih. Sekarang dia tidak ingin berpikir lebih keras dari biasanya. Kim mengangkat sambungan telpon dan menempelkan benda persegi itu ke dekat telinganya.
"Hallo!" Ucap Kim dengan malasnya mengangkat sambungan entah dari siapa itu.
Tidak ada jawaban diujung sana. Hanya terdengar napas yang sedang beradu. Terdengar begitu jelas. Apa maksudnya ini? Kim mulai bingung bercampur penasaran.
Sekali lagi Kim mencoba berbicara pada seseorang diseberang sana, "hallo! Ini siapa? Hallo!" Kim mencobanya berkali-kali. Namun tidak ada jawaban apapun selain helaan napas yang terdengar.
Kim memutuskan sambungan secara sepihak. Orang macam apa dia? Dia yang menelpon tapi tidak mengatakan apapun. Membuat mood Kim tambah buruk saja.
Kim meletakan kembali benda persegi ditempat semula. Saat hendak kembali menuju tempat tidurnya, ponselnya berbunyi lagi. Kim menggeram, kesal dengan benda persegi itu.
"Kim, temui gue didepan pagar rumah loe sekarang." Hanya itu yang Kim tangkap saat mengangkat telpon entah dari siapa. Tapi suaranya terdengar familiar di telinga Kim.
Sambungan terputus kembali. Tapi bukan Kim yang mematikannya, melainkan seseorang yang menelponnya tadi. Kim berlari menuruni tangga, menuju gerbang. Memastikan apakah disana dia masih ada.
"Kim, kamu mau kemana?" Tanya Ayah yang masih setia menonton televisi diruang keluarga.
"Mau kedepan, ada temen Kim." Tentu saja Kim berbondong. Bagaimana bisa dia mengatakan bahwa si penelpon itu temannya.
Ayah hanya mengangguk saja. Dan Kim juga tidak perduli dengan jawaban Ayah.
Kim mendekati gerbang dan membukanya perlahan. Terdapat sebuah mobil berwarna hitam terparkir didepan gerbangnya.
"Siapa dia?" Entah untuk siapa Kim melontarkan pertanyaan itu, saat melihat seseorang turun dari mobil yang terparkir itu.
"Loe!" Pekik Kim kaget dengan kedatangan seseorang yang sudah sedari tadi menelponnya.
*****
Gimana? Penasaran gak sama sosok misterius yang tiba-tiba nelpon Kim?
Yang masih kepo sama kelanjutannya, tunggu part selanjutnya ya...
Salam
enihnindi