Lita menatap Indah yang sedang mengiba sambil mengait tangan suaminya.
"Ada apa ini?!" Suara Lita menghentikan lagkah Asep yang ada dihadapannya.
Membuat semua mata tertuju pada Lita yang kini sudah bergabung didalam.
Mata Leo dan Indah sukses membola ketika melihat Lita dan seorang pria yang baru saja mereka temui pagi ini ikut dibelakang Lita.
Wajah yang tentunya tidak asing lagi bagi Leo dan Indah, nyatanya tadi pagi mereka kepergok pria itu bukan?!
Degh! Jantung Leo tiba-tiba berpacu lebih cepat dibanding insiden dia kedatangan suami Indah. Tangannya tiba-tiba dingin, salivanya kasar tenggelam melewati jakun yang mendorongnya.
Suaranya tertahan, seolah ada jeda didalam tenggorokannya yang menahannya untuk bicara.
Padahal Leo sangat ingin bertanya
Tentang kenapa Lita pulang jam segini?
Kenapa Lita pulang dengan pria itu?
Dan Kenapa tidak mengabari kalau pulang cepat?
Atau apapun pertanyaan lainnya, tapi saat ini Leo sadar bukan waktu yang tepat untuk ia bersikap begitu.
Lita mengamati satu-persatu sosok yang baru pertama kalinya ia lihat.
"Kamu siapa? Mau dibawa kemana Putri?" Tanya Lita tegas setelah menatap heran ke arah lelaki bertubuh kekar penuh otot sedang menggendong Putri.
Orang yang ditanya seperti biasa diam tanpa kata, Asep malah menoleh kearah majikannya yang ada diseberangnya.
"Maaf... anda sendiri siapa?" Dimas balik bertanya pada Lita mewakili Asep yang memilih diam.
"Saya...?! saya istri pemilik rumah ini" jawab Lita tegas.
Mendengar jawaban Lita, Dimas langsung menoleh kearah Alex "beliau tuan rumah ini?" Telunjuk Dimas mengarah ke Alex.
"Bukan..." Lita menggeleng menatap orang yang di tunjuk Dimas, kemudian menoleh ke arah Leo "itu suami saya" jawab Lita sekarang sambil menunjuk Leo.
Mata Dimas mengikuti arah tangan Lita, sesaat Dimas Diam menelaah jawaban perempuan yang belum dia kenal namanya "oh ah, haha astaga! Indah... Indah... ckck" Dimas terkekeh sambil geleng kepala, suara tawanya terdengar mencemooh, menyindir, merendahkan "waaah luar biasa... hebat... hebat..." sambung Dimas masih terkekeh diramaikan dengan tepuk tangan pelan.
Alis mata Lita berkerut heran melihat tingkah lelaki asing dihadapannya yang tertawa setelah dia menunjuk suaminya "Anda siapa? Apa maksud dari tawa anda barusan?" Tegas Lita lagi.
"Ooh saya?!" Ucap Dimas menunjuk dirinya sendiri "Saya ayahnya Putri" jawab Dimas santai.
Mata Lita menoleh ke arah Indah kemudian kembali menatap Dimas "oO... Jadi anda mau jemput Indah dan Putri!" Ucap Lita.
"Iya benar, saya mau jemput Putri, tapi tidak untuk jemput Indah, hanya ingin bawa putri pulang" terang Dimas santai.
Leo, Indah dan ibu Melati masih berpacu adrenalinnya, menahan gugup setiap mendengar ucapan dari dua insan yang baru pertama kali bertemu itu.
"Kenapa cuma Putri yang dibawa? Kenapa tidak sekalian anda membawa istri dan ibu mertua anda pulang?" Tegas Lita.
"Fttt haha, atas dasar apa saya harus membawa kembali orang yang sudah saya buang?" Tawa sinis Dimas terpancar.
"Kenapa? Kenapa anda sangat tega membuang istri anda? Padahal dia sedang hamil sekarang?" Desak Lita menghakimi.
"Ffttt haha oh astaga! sepertinya Anda tidak tahu apa-apa ya nyonya!?" Dimas terkekeh lagi mendengar ucapan Lita yang memang tidak tahu menahu tentang ulah suaminya dan wanita yang baru tinggal bersamanya.
Dimas hembuskaan nafas kasar "lebih baik nyonya minta penjelasan dua orang yang ada disana, karena sepertinya bukan hak saya untuk bicara" sambung Dimas sambil menunjuk dua orang yang sekarang sedang gemetar menyiapkan hati.
Lita bingung alisnya kembali bertaut, tidak puas dengan ucapan Dimas.
"Yuk sep kita pulang" ajak Dimas ke anak buahnya.
"Hei tunggu! Saya mau anda yang menjelaskannya karena saya bertanya pada anda?" Tegas Lita menahan langkah Dimas dan Asep pun ikut juga menghentikan langkahnya.
"Sayang! Biarkan dia pergi, jangan ikut campur masalah mereka" Leo membuka suaranya yang terdengar dalam dan gugup.
Dimas menghias smirk miring dibibirnya setelah mendengar ucapan Leo "nyonya!" Seru Dimas, timbul rasa iba dihatinya untuk perempuan yang terlihat naif dimatanya "hah... karena nyonya cantik dan sepertinya orang baik, saya akan jelaskan sesuai mau Nyonya, sebelum nyonya dibohongi lagi nanti" sambung Dimas santai.
Tangan Leo mengepal, jantungnya serasa ingin meledak, namun tak berdaya jika harus mengelak lagi, ada dua saksi nyata dihadapannya yang mengalahkan dia untuk terus bohong dan menutupi perbuatannya.
Dimas mendekat kesisi Lita "jadi... janin yang ada didalam perut wanita disana itu adalah janin yang ditanam oleh pria disebelahnya, makanya saya meninggalkannya disini agar mereka bisa hidup bahagia berdua, itu alasan saya" ucapnya sambil telunjuknya mengacung kearah Leo dan Indah.
Mata Lita bulat sempurna, mendengar kenyataan yang sempat membuatnya resah gelisah tanpa tahu buktinya hingga membuatnya frustasi seharian ini.
Tapi entah kenapa itu terasa lebih ringan dihatinya setelah mendengar ucapan pria disampingnya. Lita merasa rasa frustasinya hilang seketika seolah sudah terkikis habis setelah dia luapkan sendiri selama satu hari ini dalam prasangka tak terbuktinya, namun hatinya tak bisa dibohongi Lita merasa terlalu sesak menerima penghiatan suami dan orang yang sempat dikasihaninya itu.
Lita memutar bola matanya melirik ke arah pria yang baru saja bicara tepat disampingnya.
"Apa maksud ucapan anda?! Bagaimana bisa anda yakin kalau janin dirahim istri anda adalah anak suami saya!?" Lita marah, tidak terima ucapan Dimas.
"Coba saja nyonya tanya langsung pada kedua orang disana" balas Dimas.
Mata Lita mengarah ke orang yang dituju Dimas.
"Apa maksud ucapan lelaki ini mas?! Apa benar yang dikatakannya?!" Lita sodorkan pertanyaan pada suaminya yang masih tak bergeming dari tempatnya.
Leo memijat pelan pelipis keningnya, menarik nafas dalam "sayang, sekarang kamu tenang dulu oke! Biar aku jelaskan nanti" ucap Leo berusaha tenang sambil melangkah pelan, bermaksud mendekati Istrinya.
"Kenapa tidak langsung kau iya kan saja mas! Untuk apa kita tutupi lagi!" Seru Indah kesal mendengar ucapan Leo seolah belum siap jujur "benar mba, janin dirahimku adalah anak mas Leo, hal yang selama ini sangat didamba dan diinginkan mas Leo yang gak bisa mba penuhi" jelas Indah.
"Indah!" Bentak Leo yang kini langkahnya terhenti dan berada di tengah kedua wanita miliknya.
Lita tertohok dengan ucapan terakhir Indah, hatinya tersinggung, darahnya serasa naik keubun-ubun. Matanya bulat menatap Indah penuh amarah.
Lita berjalan lugas mendekati Indah.
Plak! Tangan Lita mendarat dipipi Indah hingga meninggalkan ceplak merah disana.
"Akh" pekik Indah tubuhnya limbung mendapat serangan Lita yang tiba-tiba.
"Sayang!" Tangan Leo sigap memeluk tubuh istrinya yang hampir ingin mendaratkan cakarnya ke arah rambut Indah.
"Dasar perempuan jalang! begitukah ucapanmu sangat percaya diri setelah menggoda suami orang! Harusnya kau katakan maaf karena sudah berbuat dosa pada orang yang sudah membantumu!" Suara Lita meninggi penuh emosi, tubuhnya berontak dari pelukan Leo berusaha lepas namun tak sanggup.
"Lepas Mas! kamu tega mas bohongin aku!" Teriak Lita lagi masih berusaha melepas pelukan suaminya, mencakar tangan suaminya.
"Indah! Ibu! masuk kedalam kamar!" titah Leo dengan suara tinggi.
Ibu Melati sigap menarik tangan Indah masuk kedalam kamar mengikuti perintah Leo.
"Kenapa kamu suruh dia masuk kekamar mas! Aku mau mereka keluar dari rumah ini mas!" Ronta Lita memukul tangan suaminya yang masih melingkar di pinggangnya.
"Lepasin aku mas!" Teriak Lita lagi.
"Tenang dulu sayang! Iya iya mereka akan pergi besok pagi! Kamu jangan kasar begitu, Indah sedang hamil! Biarkan mereka satu malam ini disini dulu" Tutur Leo.
Lita menghentikan rontaannya setelah mendengar ucapan Leo, dadanya semakin sesak mendengar suaminya yang sedang membela perempuan selingkuhannya.
"Kamu membelanya mas! Kamu benar-benar jahat padaku mas!" Suara Lita melemah, tubuhnya gemetar membelakangi Leo menahan tangis yang tidak bisa dia luapkan.
"Maaf sayang, maafkan aku, kamu tahu betul apa yang aku tunggu selama ini, aku harap kamu mengerti, sungguh aku sangat mencintaimu percayalah padaku, aku tidak akan meninggalkanmu, sekalipun Indah memberikan apa yang kudamba selama ini" ucap Leo memeluk erat istrinya.
"Haruskah itu wanita yang masih bersuami mas?!... Kamu menjijikkan mas!..." Suara Lita kelu.
"Hah sungguh drama yang ironis... kalau begitu saya pamit pulang dulu nyonya... dan... tuan rumah" Dimas membuka suaranya dengan nada cemooh setelah keadaan genting yang dia saksikan barusan sudah melunak.
Lita dan Leo tidak menggubris suara yang baru saja pamit undur diri itu, bahkan tubuh mereka pun tetap memunggungi Dimas yang sudah akan jalan kearah luar.
"Bro... meding... lu balik juga, jangan ikut campur urusan rumah tangga orang" pesan Dimas sebelum jalan keluar sambil menepuk bahu Alex yang masih menatap ke arah pasangan suami istri didepanya.
Alex tak menggubris ucapan Dimas, bahkan Alex hanya membalas tatapan tajam sekilas kearah Dimas.
Sebenarnya Alex hampir ingin memukul Leo ketika memeluk Lita yang meronta minta dilepaskan, tapi Dimas menahannya "biarkan dia luapkan emosinya, jangan ikut campur" ucap Dimas saat itu, alhasil Alex menurut dan hanya menahan iba menatap perempuan yang dipujanya emosi menggila dihadapannya.
"Lita... ku harap kau tidak lupa aku ada disini" panggil Alex.
Leo melepas pelukannya, dan berbalik memandang ke arah asal suara, Lita juga ikut berbalik.
"Maaf pak... bapak jadi lihat hal yang enggak enak begini... tapi... terimakasih sudah mengantar saya, sepertinya saya tidak bisa mengantar bapak kedepan, tapi saya harap bapak hati-hati dijalan" tutur Lita tak berminat, kemudian membuang pandangannya dari Alex, dan melangkah ingin menuju kearah kamarnya.
"Kamu yakin akan baik-baik saja jika aku pulang?!" Suara Alex meninggi.
Lita menoleh menatap Alex lagi "iya, saya lelah, saya mau istirahat..." ucap Lita dengan nada teramat lemah, sambil memaksa senyum tipis diwajahnya, kemudian berlalu masuk kedalam kamar, saat ini Lita malu teramat malu jika harus menatap dan memandang wajah Alex.
Alex tak bergeming, menatap perempuan yang terlihat layu itu menghilang dari pandangannya, sampai pada akhirnya bertemu mata dengan Leo.
Mereka Sama-sama menunjukkan tatapan tajam tak bersahabat, seolah saling mengancam satu sama lain.
Terasa muak menatap kearah Leo, Alex akhirnya berbalik pergi tanpa ucapan pamit pada si tuan rumah.