(Voc Lita)
Tuhan apakah ini karma untukku?
jika memang benar, bagaimana harus ku lanjutkan hidupku ini?
Setelah mendengar ucapan Indah yang seolah mengolokku, hatiku hancur berkeping. Padahal selama perjalanan pulang aku telah menyiapkan hati jika kenyataannya benar adanya seperti ini.
Sebenarnya hal yang paling ingin ku dengar adalah ucapan maaf dari mereka berdua yang telah berhianat padaku. Walaupun sakit, tapi aku sadar jika memang aku belum mampu memberikan keturunan untuk mas Leo.
Ku harap malam ini cepat berlalu, aku malu karena Alex menyaksikan kenyataan tentang hidupku, bagaimana aku bisa mengangkat kepalaku dihadapannya lagi, padahal sebelumnya aku begitu sombong menyatakan suamiku lebih baik darinya.
Aku berjalan gontai masuk kedalam kamar, setelah ku minta pada Alex untuk pulang. Bahkan aku tak sanggup menatapnya dengan benar karena keadaanku yang menyedihkan ini.
Kujatuhkan bokongku keatas kasur, tak lama kemudian mas Leo masuk kedalam kamar.
"Sayang..." ucapnya dengan mata mengiba, masih berdiri didaun pintu.
"Aku tahu kau pasti sangat benc-"
"Apa kau mencintainya juga mas?!" potongku sebelum mas Leo menyelesaikan kalimatnya.
"Sayang... kamu tahu bukan... Indah sedang mengandung anakku... " ucapnya mengiba lagi tanpa menjawab pertanyaanku.
"Aku tanya sekali lagi... Apa kamu juga mencintainya mas?!" hatiku pilu bahkan untuk bertanya hal ini pun rasanya begitu getir dilidah.
Mas Leo diam tanpa menjawab ataupun menyangkal ucapanku "ah.. begitu rupanya.. bahkan kau masih ragu dengan perasaanmu mas.. aku tak menyangka mas, kau main gila dengan istri orang dan berharap punya keturunan hanya dengan melampiaskan nafsu gila kalian, menjijikkan..." sambungku.
***
(Voc Author)
"Kalau kau tidak mencintainya.. tinggalkan dia sekarang juga mas" Tegas Lita dengan tatapan mata penuh becinya yang bahkan belum mengalirkan airnya sedari tadi.
"Sayang.. dirahimnya ada calon anak ku.. dan rumah tangganya hancur karena aku.. aku takkan meninggalkannya.. aku akan bertanggung jawab padanya.." terang Leo masih dengan mata yang mengiba penuh harap Lita mau mengerti keadaannya sekarang.
"berarti.. kau lebih memilihnya dibanding aku!" seru Lita dengan suara bergetar kelu.
"Sayang... kamu paling tahu.. aku sangat mencintaimu" Leo berlutut dihadapan Lita sambil menggenggam tangan dingin istrinya yang gemetaran sedari tadi.
"Kalau kau mencintaiku harusnya kau tidak melakukan hal kotor itu mas!" seru Lita sambil menarik tangannya yang sempat digenggam Leo kemudian bangkit dari duduknya.
"Terserah kau mau sebut aku apa, aku.. tidak akan meninggalkanmu ataupun dia" ujar Leo seraya keluar dari kamar dan mengunci istrinya dari Luar.
Lita diam setelah kepergian Leo, ia sadar bahwa kini dirinya sudah terkunci didalam kamar.
Kakinya lemas hingga tubuhnya jatuh terduduk diatas kasurnya kembali dan perlahan air mata yang sebelumnya enggan keluar, akhirnya deras mengalir dipipinya, isakannya pilu terdengar menggema didalam ruang yang hanya ada dia seorang.
***
Keesokannya jam 6 AM.
Indah dan Ibu Melati sudah selesai packing semua pakaian yang telah mereka bawa ketika pertama kali mereka datang kerumah ini.
Tidak butuh waktu lama untuk mengisi tiga koper dalam waktu satu jam setelah mereka selesai mandi untuk meninggalkan rumah yang pemiliknya sudah tak mengizinkan mereka untuk tinggal lagi.
Leo membantu Indah membawa koper untuk satu persatu dimasukkan kedalam bagasi mobil.
Ibu Melati menatap nanar kearah daun pintu yang tertutup rapat dihadapannya, kamar orang yang sempat menyambutnya hangat untuk tinggal disini.
"Maaf nak Lita... maafkan ibu yang diam meski tahu anak ibu bersalah... maafkan Ibu nak..." ucapnya lirih sambil terus menyentuh daun pintu yang masih tertutup rapat, air matanya mengalir sejalan suaranya.
"bu... Indah sudah didalam mobil..." ucap Leo setelah beberapa saat lalu melihat dan mendengar ucapan bu Melati disana.
Ibu Melati langsung melangkahkan kakinya menjauh dari depan kamar Lita, menutup mulutnya menahan pilu hatinya.
Leo menghampiri pintu kamarnya setelah memastikan Ibu Melati sudah keluar rumah. Kemudian Leo membuka pintu yang semalaman ia kunci dari luar itu.
Klak! Leo membuka daun pintu, menatap istrinya yang tidur membelakangi arahnya.
Kakinya berjalan gontai menghampiri Lita di atas kasur, kemudian ia jatuhkan bokongnya diujung kasur samping Lita.
"Sayang... aku akan mengantar mereka mencari tempat tinggal..." ucap Leo seraya menyentuh punggung Lita.
Lita yang sudah terjaga dari tidurnya enggan menjawab dan terus menutup rapat matanya yang sembab karena tangis semalam.
Leo bangkit dari duduknya, menatap punggung istrinya sebentar, kemudian berjalan keluar menjauh dari kamar, kemudian menuju mobil yang didalamnya ada dua wanita yang harus ia jaga sekarang.
Berangkatlah Leo, Indah, dan Ibu Melati meninggalkan rumah berpagar Hitam, yang kini hanya ada Lita seorang.
***
"Ndra gue udah dijalan" ucap Leo bicara pada lelaki diseberang telepon menggunakan earphone bluetooth dari selularnya nya.
'oke bro... gue tunggu ya di Gedung A depan lift masuknya' sambung suara diseberang sana.
"Oke, thanks ya Ndra.." ucap Leo yang masih mengemudikan mobil menuju alamat yang dimaksud orang yang kini di teleponnya.
'Sama-sama bro...' balas pria bernama Indra, teman kampus Leo dulu.
Semalam setelah mengunci Lita dikamar, Leo mencoba menghubungi teman-temannya yang punya koneksi kontrakan yang siap dihuni.
Sampai akhirnya Danang teman kampus Leo menyarankan menghubungi Indra yang sebelumnya pernah menawarkan Apartemennya yang ingin dijual, karena Indra sudah pindah ke hunian lain diperumahan.
Akhirnya Leo dan Indra memutuskan untuk bertemu pagi ini langsung di apartement.
Indra menyambut kedatangan Leo yang membawa serta dua orang wanita yang baru dilihatnya.
"Woi bro apa kabar lo?!" Sambut Indra sambil membuka lebar kedua tangannya untuk memeluk sahabat lama yang baru berjumpa lagi.
"Hai bro! Baik banget bro kabar gue... lu apa kabar?!" Balas Leo yang langsung menyambut pelukan sahabatnya.
"Lo liat sendiri gue juga baik bro" ucap Indra seraya melepas pelukannya.
Indra menatap dua wanita berbeda umur dihadapannya, memberikan senyum ramah "ibu ini yang mau sewa apart gue bro?" Tanya Indra ke Leo.
"Ah iya Ndra... kalau mereka cocok bisa jadi beli" terang Leo.
"Ooh oke oke... yuk deh kita langsung naik aja, kan lu juga mau berangkat kerja kan bro!" Tutur Indra.
Indra segera memandu mereka semua menuju lantai 3 dan Apartemen miliknya.
"Nah ini bro tempatnya, semuanya masih bagus dan lengkap.. soalnya gue cuma dua bulan tempatin, eh istri gue minta pindah rumah aja soalnya dia ribet kalau jauh jalan keparkiran" jelas Indra panjang lebar sambil memandu mereka berkeliling ruang apartemennya.
Apartemen dengan satu kamar tidur utama dengan kamar mandi didalamnya, dan satu kamar tidur pendamping, kamar mandi yang terpisah didekat dapur minimalis yang terbentang tanpa sekat ke sofa TV dan meja makan.
"Gimana cocok gak bro?" Tanya Indra antusias, menatap para tamunya.
Leo menatap ke arah Indah dan Ibu Melati melepas senyum berharap persetujuan mereka. Dua detik berikutnya Indah memberikan anggukan samar tanda ikut apa yang diputuskan Leo.
"Oke bro, mereka mau sewa satu minggu dulu, nanti kalau cocok kita bisa omongin harga kan?" Terang Leo.
"Ya oke bisa dong bro... semoga betah ya disini bu" sambung Indra.
Dan akhirnya Ibu Melati tetap di apartemen. Leo, Indah dan Indra turun menuju parkir yang ada diluar gedung.
Mereka saling berpisah di parkiran. Leo dan Indah berangkat menuju kantor.
***
Lita duduk diujung kasur memandang nanar ke arah jendela kamar yang masih tertutup gorden.
Saat ini hatinya teramat pilu, ia tak pernah tahu rasanya menjadi jahat seperti apa, bagaimana ia tega mengusir ibu Melati, yang meski kehadirannya hanya sebentar tapi ia merasakan kehangatan seorang ibu yang sudah lama ia tak dapatkan.
Air matanya los lagi teringat ucapan Ibu Melati ketika pamit tadi, meski hanya dibalik pintu dan pelan, Lita mendengar jelas suara parau yang lembut itu.