Setelah itu aku berada dalam kondisi sadar dan pingsan berkali-kali.
Aku menyadari rasa sakit yang menusuk kepalaku dengan kejam, tetapi aku sama sekali tidak bisa membuka mataku. Aku bisa mendengar suara orang-orang yang berbicara dengan pelan di dekatku, tapi aku terus berjuang dengan sia-sia untuk melihat mereka. Hanya saat rasa sakitnya menjadi tidak tertahankan aku bisa mengeluarkan teriakan kesakitan yang bahkan hanya terdengar seperti raungan binatang. Tapi setelah itu aku kembali tersedot kedalam kegelapan dan kembali jatuh dalam kenangan Lady Niesha.
Siklus itu terus berputar sampai aku merasa aku bisa terbiasa. Saat aku tidak melihat kenangan Lady Niesha, maka aku akan mulai dihantam rasa sakit. Jadi begitu kenangan itu berhenti sekali lagi, aku berbaring diam. Menghitung dalam hati, menunggu rasa sakit yang biasanya akan naik perlahan hingga aku akan mulai menjerit. Tapi tidak ada yang terjadi setelah aku mulai kehilangan hitunganku. Tidak ada rasa sakit, tidak ada kenangan Lady Niesha. Itu sepenuhnya senyap.
Sesuatu yang hangat terasa membungkus tanganku. Terasa familiar dan terasa nyaman.
"Tolong buka mata mu"
Itu masih suara yang sama yang kudengar akhir-akhir ini dan terdengar seperti mantra. Mataku terbuka tanpa aku perlu bersusah payah seperti sebelumnya. Dan pandangan kami bertemu.
"Ayah..."
"..."
Detik berikutnya dia sudah melompat dari kursinya dan bergegas memanggil dokter.
Apa yang kupikir sudah ku alami selama berhari-hari, ternyata hanya 3 hari. Jauh lebih singkat dari saat aku terbangun sebagai Lady Niesha untuk pertama kalinya. Selain haus dan rasa sakit di tenggorokan karena aku banyak berteriak, dokter mendiagnosa aku baik-baik saja. Sebelumnya dia mengatakan aku hanya tidur dan mengalami mimpi buruk yang tidak dapat dijelaskan tetapi dengan bijaksana dia menggantinya dengan aku terlalu kelelahan begitu melihat kilau menyeramkan di mata Derrick.
Aku cukup yakin seseorang yang terus menggenggam tanganku saat aku tidak sadar sama dengan orang yang menggenggam tanganku saat aku pertama kali membuka mataku. Tapi kini orang itu berdiri jauh dariku. Seolah siap melompat keluar jika aku tidak menginginkannya.
"Ayah"
"..."
"Ayah"
Aku memanggilnya sekali lagi sambil mengulurkan tangan.
Dia terlihat seperti anjing kampung yang disodorkan sepotong tulang saat kelaparan. Pandangannya begitu mengiba tetapi sikapnya ragu-ragu untuk mendekat.
"Maafkan aku, Ayah. Aku ingat"
Yah, kenangan yang aku lihat memang menjelaskan semuanya. Duke Calverion memikul semua beban dibenci oleh putrinya sebagai penyesalannya karena memilih putrinya dengan harus memisahkan dia dari Ibunya. Dan Lady Niesha juga bukan seorang yang gampang mengungkapkan apa yang dia pikirkan. Dia berusaha mengikuti keinginan Ayahnya untuk tetap aman. Kesalahpahaman yang terus berlarut-larut yang justru membawa mereka masing-masing dalam jurang kesedihan.
Setelah mendengar kata-katanya,tangis Duke Calverion pecah. Dengan sopan para pelayan dan dokter yang memeriksanya meninggalkan kamarnya hingga tersisa mereka bertiga.
"Seharusnya aku bilang kalau aku tahu kesulitanmu Ayah"
"..."
"..."
"Tentang Ibu, aku tahu dan aku mencoba membantumu. Apa yang terjadi pada Ibu bukanlah kesalahanmu. Dan kakak, berhentilah melarikan diri. Kau sudah cukup tua tetapi kau belum melakukan debut sosialmu"
"kau yakin tidak sedang pura-pura? bagaimana mungkin kau akan mulai mengomel begitu membuka matamu?"
Derrick mendengus kesal tapi sudut bibirnya terangkat saat menatapku.
Duke Calverion cukup cengeng. Selain menangis dan terus meminta maaf berulang-ulang, tidak ada lagi yang dia lakukan. Derrick tidak banyak bereaksi selain senyum kecil saat aku menyinggung tentang rencana debutnya. Meski begitu aku merasa hatiku hangat.
***
Hubunganku dengan Duke membaik, tapi itu tidak berarti kami berhenti bersikap canggung satu sama lain. Tetapi setidaknya Duke berhenti bersikap seolah-olah dia bersiap melompat menjauh jika aku terlihat sedikit saja tidak nyaman. Dengan Derrick juga tidak berbeda. Sekalipun dalam novel kami diceritakan dekat, dan aku memeluknya saat pertama kali bertemu, Derrick tetaplah orang asing bagiku. Jadi aku mencoba mengubah sikapku dengan menghabiskan waktu lebih banyak dengan mereka.
Karena aku jatuh sakit sebelumnya, Duke menggunakan alasan memulihkan kesehatanku untuk menolak undangan Pangeran Edgar. Kurasa dia sudah melupakan aku sampai surat berikutnya datang. Meskipun memiliki stempel Pangeran, surat itu jelas dikirimkan dari kantor Pangeran kedua. Itu berarti undangannya akan bersifat resmi dan akan dicatat dalam jurnal harian Sang Pangeran. Aku tidak bisa menghadiri undangan sebelumnya tanpa masalah apapun. Tapi jika aku melewati undangan ini juga, namaku akan tercatat dan itu tidak akan memberikan hasil yang baik bagi Keluarga Calverion.
"Apakah Pangeran kedua membuatmu tidak nyaman?"
Derrick menatapku sambil menyesap tehnya. Ia melirik surat yang ku pegang dan pasti memperhatikan bagaimana aku mengerutkan kening.
"Tidak. Hanya saja aku tidak ingin menarik perhatian apapun padaku"
"Ku dengar kau menolak semua undangan pesta teh. Kau hanya datang jika itu melibatkan Duke"
Sekalipun kesalahpahaman diluruskan, Derrick masih menolak memanggil Duke Calverion dengan sebutan Ayah. Dia beralasan mempertahankan citranya sebagai pria dingin di depan bawahannya. Yah, untuk yang satu ini aku tidak bisa tidak bertepuk tangan.
Derrick meninggalkan county Calverion diusia belasan sebagai dampak kematian Duchess. Ia bergabung dengan tentara diperbatasan yang biasanya hanya terdiri dari rakyat biasa. Karena Ia masih muda dan seorang bangsawan, dia tidak menerima perlakuan yang baik dari para tentara. Tetapi karena darah bangsawan juga sekaligus pewaris gelar Duke di masa depan, tidak ada yang benar-benar berani untuk mengabaikannya.
Sekalipun Duke Calverion tidak menyukai beladiri tetapi dia menyiapkan guru terbaik di kekaisaran untuk mengajari Derrick ilmu pedang sejak masih sangat muda. Berkat itu Derrick menjadi salah satu komandan yang ditakuti di medan perang dan mampu meraih kepercayaan para bawahannya berkat sikapnya yang loyal.
"Aku benci menjadi pusat perhatian"
"Hah, apa yang kau takutkan. Kau satu-satunya putri Duke di kekaisaran Balstar. Dimanapun kau berada kau akan menjadi pusat perhatian. Melarikan diri sekarang tidak akan menyelamatkanmu"
"Wah... lihat orang yang justru berlari hingga ke ujung kerajaan ini. Apa kau kembali karena tahu tidak bisa lari lebih jauh lagi?"
Telinganya memerah mendengar sindiranku.
"Kakak... apa kau seorang pemalu? telingamu benar-benar berganti warna"
"Diamlah Niesha"
Dia melotot menatapku, mencoba terlihat kejam.
"Jadi... apa yang akan kau lakukan terhadap Pangeran?"
"Bolehkah aku mengirimkan surat jika aku sakit lagi?"
"Kau yang paling tahu... sekalipun kau harus diseret, kau akan tetap menghadiri undangannya"
"Lalu untuk apa kau menanyakannya lagi?"
'Ah, kakak yang ini agak bodoh',
"Mungkin aku bisa mengawalmu kesana"
"Oh kakak. Kau mungkin komandan di luar sana. Tapi disini kau hanyalah tentara yang meninggalkan pos mu tanpa ijin yang bahkan belum melakukan debut sosial"