Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 5 - MENCOBA MEMBUKA HATI?

Chapter 5 - MENCOBA MEMBUKA HATI?

Hari sudah pagi akan tetapi tidak membuat seorang gadis yang satu ini terbangun dari tidurnya. Ia masih berbaring di ranjangnya yang empuk sehingga membuat seseorang yang berada di hadapannya saat ini menggelengkan kepala setelah melihat dirinya.

Laki-laki itu langsung tersenyum ketika melihat wajah damai dari sahabatnya yang masih bermimpi di dunianya sendiri membuat Rai gemas dan meniup wajah dari gadis tersebut. Memang ini terlalu pagi untuk Rain, tetapi bagi Rai ini sudah siang dan keberangkatan sekolah mereka bisa terlambat.

Rai tidak berhenti meniup wajah gadis cantik itu sampai sahabatnya benar-benar terbangun dari tidur nyenyaknya tersebut. Merasa terusik dengan tiupan itu, Rain yang masih memejamkan matanya pun mengerutkan keningnya lalu melenguh pelan setelahnya.

"Gemes banget sih, aku tinggal tahu rasa," ujar Rai yang kini mencubit hidung mancung dari gadis itu yang belum juga terbangun dari tidurnya. "Bangun udah siang, kamu gak bakal sekolah emang?"

Jika diperhatikan dengan seksama, sahabatnya itu adalah perempuan tercantik yang pernah ia temui setelah Bundanya. Wajah natural tanpa make up tersebut menjadikan dirinya betah berlama-lama untuk sekedar memandangnya.

"Raina emang selalu cantik," gumamnya. "Gue jadi suka, tapi bohong."

Perlahan Rai mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah dari sahabatnya itu dengan lebih jelas. Mata yang tertutup tersebut ketika terbuka selalu menatapnya sama dan tidak pernah berubah dari sejak kecil.

Kilasan memori tentang mereka berdua langsung terlintas dipikirannya membuat laki-laki itu merasa beruntung. "Aku atau kamu yang beruntung sebenernya sih?" lanjutnya lagi.

Sebagai seorang sahabat, tentu Rai begitu menyayangi gadis yang ada dihadapannya ini. Bahkan untuk berpisah sebentar saja rasanya ia tidak bisa karena setiap detiknya selalu mengkhawatirkan Rain.

Bagaimana Rain ketika tanpanya, jika tidak ada dirinya itu sungguh membuatnya benar-benar gelisah, mengingat gadis cantik ini adalah seseorag yang ceroboh yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri.

Dalam hitungan detik, perlahan demi perlahan Rain membuka matanya. Pemandangan pertama yang dirinya lihat adalah kedua mata dari seseorang yang baru saja kemarin ia pikirkan, bahkan semalaman dirinya tidak bisa tertidur dengan nyenyak.

Kedua matanya mereka pun bertemu dengan jantung yang berdegup kencang. "R-rai, kamu disini?" tanya Rain yang kini masih gugup karena posisi mereka yang saling menatap satu sama lain itu benar-benar dekat.

Setelahnya ia melihat laki-laki itu tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Selamat pagi, Rain." Setelah itu Rai menjauhkan wajahya tadi yang begitu dekat. Disana ia bisa melihat sahabatnya yang sedang terdiam mematung dengan pipi yang bersemu merah membuat dirinya yang mengetahui gal tersebut langsung memperhatikannya.

Rai terkekeh, "Cieee, ada yang blushing nih," sindirnya. Kemudian laki-laki itu dengan sengaja berdeham seolah sedang terbatuk sehingga membuat sahabatnya tersebut langsung mengalihkan tatapannya kearah lain.

Sadar akan apa yang telah dikatakan laki-laki itu, Rain langsung mengembungkan pipinya lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya itu. Malu, itulah yang saat ini sedang gadis itu rasakan. Kemudian satu tangannya mencari-cari sesuatu yang bisa dilemparkannya kearah sahabatnya tersebut yang saat ini berada di hadapannya.

Rai masih tersenyum melihatnya, kemudian satu tangannya mengacak-acak rambut gadis itu sehingga kini Rain terlihat semakin berantakan dengan wajah bantalnya.

"Kamu kebiasaan deh, aku jadi maki jelek tahu!"

"Kata siapa jelek?"

"Aku-lah!"

Laki-laki itu yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala dan berkata, "Enggak kok, kamu selalu tetap cantik di mata orang yang tepat."

Kemudian Rain langsung memukul laki-laki tersebut dengan bantalnya sehingga membuat Rai tertawa. "Kamu tuh ya, nyebelin banget sih, bilang aja kalau kamu lagi ada maunya!"

"Cepetan mandi, ini udah pagi, Rain. Aku gak mau ya kalau sampe nanti harus dihukum lagi gara-gara kamu yang telat bangun."

Tanpa menjawabnya, gadis itu langsung bangun dari tidurnya dan hendak pergi menuju kamar mandi sesuai perintah dari Rai. Ia tidak menyadari bahwa satu kakinya terlilit selimut sehingga membuatnya terjatuh dari atas tempat tidurnya kembali sepeti sebelumnya.

Rai yang melihat itu langsung menghampirinya dan berjongkok untuk membantu gadis itu berdiri kembali, dan Rain pun meraih tangan dari laki-laki itu.

"Rain, kamu gapapa? Ya udah, biar aku anter sampe depan kamar mandi ya?"

"Enggak usah, aku 'kan masih bisa jalan!"

"Tapi 'kan kaki kamu ..."

"Diem atau aku gak bakal sekolah!"

Saat ini Rain sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Ia mengambil tas dan langsung keluar dari kamarnya dengan perasan yang begitu senang. Ketika sedang menuruni tangga, dirinya tidak melihat Rai disana, hanya ada kedua orang tuanya dan ... Vano.

"V-vano?!" ujarnya dalam hati. "Sejak kapan dia ada disini? Terus Rai ke mana?"

Rain pun langsung duduk dikursi yang tepat bersebelahan dengan kekasihnya itu. Vano yang melihatnya pun tersenyum begitu manis, "Hai Rain," sapanya.

Gadis itu pun tersenyum dan berkata, "H-hai," ujarnya sedikit canggung. Setelah itu kepalanya celingak-celinguk mencari keberadaan seseorang membuat Vano yang melihat itu langsung mengerutkan keningnya.

"Kamu cari siapa?" tanya Vano dengan kedua alis yang terangkat. Rain yang tersadar bahwa laki-laki itu seang memperhatikannya pun langsung terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan gelengan dikepalanya.

"E-enggak, aku gak nyari siapa-siapa kok," jawabnya. "Pa, Ma, aku berangkat dulu ya, udah telat nih."

"Van, ayo."

"Ayo."

Rai tersenyum ketika mengetahui bahwa gadis itu mencarinya, tetapi ia juga tidak ingin melihat sahabatnya tersebut terus menangis hanya karena masalah kekasihnya Vano yang tak perhatian kepada dirinya.

Ia cukup sadar bahwa yang saat ini sedang dibutuhkan gadis tersebut adalah kekasinya, bukan dirinya. Maka dari itu, Rai ingin selalu melihat Rain-nya bahagia.

Rai sendirilah yang telah menyuruh Vano untuk datang ke Rumah gadis itu agar pergi bersama ke Sekolah. Sebagai seorang laki-laki, ia begitu sangat peduli terhadap Rain, seseorang yang selalu bersamanya dalam keadaan bagaimanapun.

Saat ini Rai sedang dalam perjalanan menuju sekolah. Sejak kemarin pikirannya terus berkelana pada seorang gadis yang mengaku jika perempuan itu menyukai dirinya. Entah kenapa laki-laki itu malah memikirkan Rain, padahal gadis itu tentu tidak akan memikirkannya.

Mungkin sudah saatnya Rai mempercayakan semuanya kepada Vano, laki-laki yang lebih berhak terhadap Rain. Senyumannya pun mengembang, mungkin tidak ada salahnya dirinya mencoba membuka hati untuk gadis lain. Benar, ia akan mencobanya.

Kini Vano dan Rain sudah berada diluar Rumah, mereka berpamitan pada kedua orang tua gadis itu untuk pergi berangkat sekolah bersama.

"Om, Tan, kalau gitu kita pergi dulu ya," ujar Vano yang kini tengah mencium punggung tangan kedua orang tua dari gadisnya tersebut.

"Iya, hati-hati ya kalian," ujar Mitha. "Vano hati-hati bawa mobilnya ya."

"Siap Tante, laksanakan!" sahutnya yang membuat kedua orang tua dari gadis itu tertawa seketika.

Setelah itu Rain pun langsung menyusul kekasihnya tersebut memasuki mobilnya, dan mereka pun benar-benar pergi dari Rumah besar tersebut.

Tanpa semua orang sadari bahwa di kejauhan sana ada seseorang yang diam-diam memperhatikan dari atas motor besarnya itu dengan senyum yang begitu tulu ketika melihat sebuah mobil yang sudah melaju pergi.