Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 9 - AKHIRNYA MENEMUKANMU

Chapter 9 - AKHIRNYA MENEMUKANMU

Di bawah guyuran hujan yang begitu deras saat ini seorang gadis masih berada di sebuah Halte sendirian. Ia benar-benar menyesal telah menghindar dari kekasihnya itu sehingga dirinya harus terjebak dengan keadaan yang seperti ini.

Gadis itu memeluk tubuhnya karena begitu merasa kedinginan, dan berakhir dengan Rain yang melingkari kedua tangannya dengan berharap bisa sedikit menghangatkan tubuhnya meskipun percuma.

"Duh, dingin banget lagi. Apa gue telepon Rai aja, ya?" ujarnya dalam hati. Kemudian dengan cepat gadis itu menggelengkan kepala, kembali mengurungkan niatnya. "Ah, enggak, nanti gue ganggu dia sama cewek lagi. Mending jangan, deh."

Kemudian Rain kembali menggosok-gosokkan kedua tangannya sembari meniupkannya dan menempelkannya ke pipi. Terus seperti itu secara berulang-ulang hingga di mana ia merasa sudah hampir tidak kuat lagi karena dirinya yang sudah begitu pucat karena kedinginan.

"Rai, gue kedinginan," lirihnya dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca. "Tapi, gue enggak mau ngerepotin lo lagi."

Di sisi lain kini seorang laki-laki sedang berada di sebuah tempat di mana ia bisa melihat para temannya sedang berkumpul dan berjoged ria dibawah gemerlap lampu yang berwarna-warni membuat dirinya langsung menyunggingkan senyum smirknya.

"Pokoknya gue harus happy hari ini," ujarnya dengan seringai tipisnya itu. "Ini semua gara-gara lo, Rain. Sialan, baru kali ini gue ngerasa dicuekkin sama cewek cantik kaya dia."

Laki-laki itu berjalan mendekati teman-temannya yang kini berada di sebuah sofa di mana di sana ditemani dengan beberapa perempuan yang begitu dikenalinya tersebut.

Salah satu dari mereka pun terkekeh ketika melihat kehadiran dari Vano dengan wajah datarnya itu.

"Guys, kita kedatangan anak sekolah nih," ujar laki-laki itu yang berumur lebih tua 2 tahu dari Vano. "Tumben lo ke sini, cewek lo ke mana? Biasanya lo bucin banget sama dia."

Vano yang mendengarnya pun langsung mengepalkan satu tangannya yang menggenggam gelas kecil yang baru saja dituangkan sebuah minuman ke dalamnya.

"Bacot," ketusnya dengan kesal. "Gue lagi enggak mau bahas dia."

Salah satu temannya yang lain pun langsung menaikkan satu alis setelah melihat respon dari Vano.

"Bro, cewek lo cakep juga, ya, bolehlah."

Perkataannya itu berhasil mengundang perhatian Vano, dan laki-laki itu kini langsung menatap tajam seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Coba aja kalau berani," ujarnya, lalu kembali menenggak satu gelas kecil minuman tersebut. "Dia cuma punya gue, enggak ada yang boleh milikin dia selain gue, termasuk cowok itu."

"Cowok itu?" ulang temannya dengan kening yang berkerut. "Siapa maksud lo?"

"Dia ..."

Kini Rai sedang dalam perjalanan menggunakan mobilnya. Laki-laki itu saat ini begitu mengkhawatirkan sahabatnya itu yang entah di mana sekarang keberadaannya. Ia bersumpah jika terjadi sesuatu kepada gadis itu, maka tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

"Sialan, dia malah enggak pernah aktif lagi nomornya."

Rai memukul stir mobilnya berkali-kali sehingga membuat klakson mobilnya berbunyi, akan tetapi meskipun begitu ia tidak peduli dan dirinya sedari tadi melihat kanan dan kirinya dengan harapan bisa menemukan gadis itu.

"Rain, kamu di mana, sih?" guma laki-laki itu dengan rasa khawatir yang begitu luar biasa. "Aku gak mau kamu kenapa-napa."

Kemudian laki-laki itu kembali menyalakan ponselnya dan mencoba menghubungi sahabatnya tersebut. Ia mencoba untuk memanggilnya, akan tetapi sampai saat ini Rain belum juga menerima panggilan dari dirinya.

Hingga di mana ia mendapatkan sebuah notifikasi yang masuk dari grup yang berisi kedua temannya itu membuat dirinya langsung menghela nafas.

Samuel : Rai

Samuel : Rainold

Samuel : Faya

Denis : Berisik, jangan spam!

Samuel : Diem lo, ini penting!

Denis : Penting?

Samuel : Y

Rai yang melihatnya pun geleng-geleng kepala, laki-laki itu dengan cepat langsung membalas pesannya setelah menepikan mobilnya terlebih dahulu.

Rai : Ada apa?

Kemudian laki-laki itu menghela nafas dan menyandarkan punggungnya sejenak dengan kedua mata yang terpejam. Ketika mendengar suara notifikasi dari ponselnya membuat Rai langsung membuka mata dan melihat kembali benda tipis tersebut.

Samuel : Gue kayanya tahu di mana Rain

Deg.

Kedua mata Rai langsung membelalak, kedua ibu jari tangannya dengan cepat mengetikkan sesuatu di sana.

Rai : Serius lo? Jangan bercanda, enggak lucu

Tidak lama kemudian kembali membuat laki-laki itu langsung menyimpan ponselnya secara asal setelah membaca pesan dari Samuel.

Samuel : Rai, gue sekarang lagi ada di Halte

Rai : Halte mana?

Samuel : Lo masih inget gak di deket Sekolah ada Halte?

Rai : Tahu

Samuel : Buruan, Rain ada di sana

Samuel : Dia kayanya kedinginan

Samuel : Gue peluk boleh jangan?

"Sialan lo, El!" gumam Rai yang tiba-tiba saja menjadi kesal setelah membaca pesan dari temannya itu.

Sementara itu Samuel saat ini sedang berada di dalam mobil, laki-laki itu terkekeh ketika melihat pesan chatnya kepada Rai yang hanya dilihat oleh temannya. Bisa dipastikan bahwa Rai sekarang sedang dalam perjalanan menuju kemari.

Mengetahui hal itu membuatnya langsung menghela nafas, kemudian menatap seseorang yang saat ini sedang kedinginan dengan tatapan penuh arti.

"Gue enggak boleh kaya gini." Samuel pun menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan yang kini memegang stir dengan kuat.

Rasa dingin yang menyelimuti tubuhnya membuat Rain merasa kewalahan, gadis itu benar-benar sudah tidak tahan lagi. Ia dengan sangat terpaksa harus menghubungi seseorang untuk menjemput dirinya yang masih berada di sini.

Dengan tangan yang gemetar Rain mencoba menghubungi seseorang. Panggilan pun tersambung dan suara yang begitu dikenalinya itu baru saja terdengar ditelinganya membuat gadis itu langsung terbelalak karena terkejut.

"Rai?" ujarnya dalam hati. "Perasaan gue mau telepon Vano, deh."

Kembali suara seseorang yang begitu dikenalinya tersebut pun terdengar membuatnya langsung menghela nafas seketika.

"Halo," sahut seseorang di seberang sana. "Rain, ada apa?"

Dengan tangan yang bergetar gadis itu mencoba untuk berbicara dengan sahabatnya itu.

"M-maaf Rai, aku salah telepon deh, kayanya."

Hening, tidak adanya sahutan dari seberang sana dengan sangat terpaksa Rain langsung menjatuhkan tangannya yang sedang menggenggam ponsel kemudian sambungan panggilan pun terputus karena ia sendiri yang mematikannya.

"Maafin aku, Rai."

Tanpa gadis itu sadari bahwa sedari tadi ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari kejauhan membuat Rai menatap kesal dengan kedua tangan yang mengepal kuat. Laki-laki itu kembali memukul stirnya dengan rasa bersalah yang menggerayangi hatinya saat ini.

Kemudian dengan cepat Rai mengambil payung yang berada di jok belakang sebelum akhirnya laki-laki itu benar-benar keluar dari mobil dengan benda tersebut.

Laki-laki itu memandangi sahabatnya dengan sendu, ia benar-benar tidak bisa melihat keadaan Rain yang seperti ini sehingga dirinya dengan cepat langsung menyeberangi jalan setelah tidak ada kendaraan yang melintasinya lagi.

"Sejak kapan kamu berani bohong sama aku?"