Yama membuka matanya, tidak ada seorang yang dia kenal di samping tempat tidurnya, tampaknya ia sedang berada di rumah sakit. Yama mengingat terakhir kalinya ia sedang berada di ruang kelas sampai kemudian dia merasa pusing dan pandangan matanya gelap.
"mbak.... maaf... saya di antar ke sini sama siapa ya?" Yama bertanya pada suster yang sedang memperbaiki selang infus pasien di sebelah Yama.
"sama.... mbak yang itu" ia melihat gadis yang tadi membawa si ganteng ini ke rumah sakit beserta teman-temannya masuk ke ruangan
"hei.... gimana kepalanya? masih pusing?" Lika duduk tepat di sisi kanan ranjang
"tadi gua pingsan?" Yama melihat Lika menaruh botol air mineral di meja samping ranjang, ia sendiri merasa takjub atas tak sadar dirinya
"iya... lu beneran deh bikin panik... tadi gua di bantuin Simayati dan yang lainnya ngantar elu kesini, mereka lagi balik ke rumah dan gua yang di suruh tinggal karena ini ulah gua katanya" Lika tersenyum getir
"gak usah senyum.... muka lu keliatan sepet" Yama tertawa
"Tadi kata dokternya... ntar lu di Rontgen kalo bisa, takutnya kenapa-napa..."
"iya tar gua Rontgen... ada yang ngasih tahu ke papa mama aku?" Yama teringat orang tuanya yang mungkin masih di luar negeri
"kita udah telpon mama kamu, dia khawatir banget tapi paling cepat pulangnya lusa katanya, kita juga janji jagain lu sampai dia datang kok" perkataan tulus Lika membuat Yama terdiam
"thanks..." ucap Yama
"ei no need... udah santai aja"
Yama minta agar cepat di Rontgen biar cepat pulang ke rumah setelah tahu hasil Rontgen. Yama yakin tidak ada yang serius akibat benturan itu, geger dikit mungkinlah tapi untuk sampai ke tahap retak atau apapun itu namanya rasanya gak mungkin.
hampir tengah malam saat suster memanggil Lika di temani Rahmad untuk melihat hasil Rontgen Yama.
syukurnya tidak ada yang serius dan dia boleh pulang ke rumah besok pagi.
Lika, Guntur dan Rahmad menginap bersama dengan Yama setelah dia pindah ke kamar VIP yang di pesan mamanya.
tengah malam jam 2 lewat, Rahmad dan Guntur sudah mengorok pelan, mungkin mereka kelelahan.
"Lika.... lu gak tidur?" suara pelan Yama membuat Lika mendongak
"belom ngantuk.... pengen di ambilin suatu?" Lika duduk lagi di samping tempat tidur Yama
"gua bisa ambil sendiri... lagian gua baik-baik gini...." Yama duduk, iya menurunkan kakinya dan menjuntai kebawah
"mau kemana?" Lika sigap menahan kaki Yama
"gua bisa tidur di sofa.... lu boleh tidur di ranjang, lu pasti capek juga" Yama turun dengan nyaman, tidak ada infus atau apapun melekat di badannya yang membuatnya susah bergerak seperti pasien pada umumnya.
"eh eh... gak boleh gitu dong" Lika masih mencoba masuk Yama kembali ke tempat tidur
Yama mendorong Lika hingga langkahnya mundur dan berhenti di ranjang, Yama mengangkat juga kaki Lika ke atas ranjang dan membiarkannya dalam posisi telentang
"jangan keras kepala... good night" Yama pergi dan berbaring nyaman di sofa
tidak sampai lima menit setelah itu, tidak ada lagi protes dari Lika. kini Yama bisa melihat bahu Lika yang berbaring menyamping terlihat naik turun dengan teratur menandakan Lika tertidur
Yama pelan-pelan berjalan untuk memperbaiki letak selimut Lika
"sok kuat..." Yama juga kemudian melanjutkan tidurnya
********
keesokan paginya jam 10 , Rahmad memukul bokong Guntur dengan kuat, membangunkan Guntur dari tidurnya
"apaan sih...." Guntur menggeliat lalu memeluk lagi bantalnya
"lu kenapa tidur di situ?" Rahmad mendatangi Yama di sofa
"hmm.... good morning Rahmad" Yama juga menggeliat sekalian stretching
"kok malah Lika yang di sana?" tampak Lika masih tertidur pulas di ranjang pasien
"gua yang minta dia tukaran... tega bener lu berdua biarin di di sofa" Yama menggoda temannya
"mending dia sendiri dong, daripada sama salah satu di antara kita kan bisa berabe" Rahmad membela diri
kring kring kring!!!!
alarm salah satu smartphone yang sedang isi daya menyala. Guntur terkesiap bangun oleh suara alarm
"AMPUN DAH GUA!!!" Guntur bangun seketika mendapatkan smartphone-nya "Mad.... lu pulang ikut gua kagak?" Guntur tergesa-gesa memakai jaketnya
"Iya lah.... rumah Lika kan gak searah ama gua, dia mah searah sama Yama" Rahmad akhirnya ikut terburu-buru
"ada apaan sih buru-buru banget?" Yama berdiri menonton ketergesaan mereka
"gua ikutan audisi main pilem, doain gua berhasil... kabarin kita kalau lu berdua udah balik" Guntur menutup daun pintu, meninggalkan Yama dan Lika berdua.
karena terlihat sangat pulas, Yama tidak tega membangunkan Lika. membiarkannya terbangun dengan sendirinya mungkin lebih baik pikir Yama.
untuk menyegarkan badannya, ia mandi dan kembali masih terlihat Lika tidur dengan damai. Yama gantian duduk pada posisi lima sebelumnya di samping ranjang, sambil mengeringkan rambutnya ia tanpa sadar tersenyum melihat Lika yang terlibat lucu dalam balutan selimut hingga ke bawah dagunya.
Kriekkk...!
pintu terbuka dan masuk seorang gadis muda berpakaian trendy.
"Yamashita... what happened to you? are you okay darling" gadis ini meletakkan hand bag-nya di meja dan memeriksa wajah dan tubuh Yama
"bukan di situ yang sakit...." Yama menghela nafas panjang, gadis yang baru saja masuk ini adalah teman sepermainan nya dari kecil dulu, namanya Hertha
"dimana yang sakit?" ia celingukan mencari bagian tubuh Yama yang sakit
"kepala gua.... but it's okay, gak ada yang serius kok" Yama duduk di sofa
"udah di bolehin pulang sama dokter? aku anak antarin ya?" Hertha ikut duduk di samping Yama, sejak ia masuk ke dalam ruangan ini tidak ada sadar akan keberadaan luka yang masih tertidur di tutupi selimut di ranjang sana.
"gak usah, gua ada teman kok yang antarin... bukannya Lu juga sibuk syuting?"
Hertha ini adalah seorang bintang film yang sedang naik daun, dia cantik berbakat dan juga ramah.
"gak apa-apa, gua udah ngomong sama sutradaranya kalau gua lagi ada urusan penting jadi tar bagian gua di keep dulu... gua di telpon mama elu juga tadi" Hertha menjelaskan lebih lanjut
"gak usah lah Her... tar mau balik ke kampus dulu ngambil mobil gua yang di tinggal di sana, lama kalau nemanin gua" Yama teringat mobilnya yang mungkin masih berada di kampus
"yaaa, gak apa-apa kalau lama.... kan sama gua juga" Hertha tampak senang
"Her...." Yama menatap Hertha penuh arti
" Gua benci kalau mata elu udah natapin gua kayak gitu.... pengen gua sobek tu kontrak sama manajer " Hertha mengerti arti tatapan Yama tentang kejadian setahun lalu saat Hertha dan Yama pergi berdua ke acara pernikahan sepupu Hertha dan manajer Hertha menghubungi Yama untuk jaga jarak dulu dari Hertha, menghindari gosip yang mungkin bisa menghancurkan karir Hertha yang sedang naik menanjak.
Yama sebenarnya agak lucu dengan kejadian saat itu tapi kemudian ia tahu kalau Hertha sudah tanda tangan kontrak dan memang ada yang harus ia taati dari kontak tersebut, termasuk tidak menjalin hubungan cinta siapapun.
sebagai pria dewasa, Yama mengerti arti konsekuensi dalam setiap keputusan. pasti ada konsekuensinya jadi dia berusaha sebaik mungkin menjaga dirinya untuk tidak terlalu ikut campur dalam keadaan Hertha.
"mau minum?" Yama menawari Hertha
melihat sekelilingnya Hertha bertanya
"Gua gak liat ada minuman..."
"ada kok.... di cafe di bawah ha ha ha" Yama tergelak
"garing..." tangan Hertha meraba kepala Yama "boleh gua pegang ya?" meminta ijin pada Yama saat tangannya sudah menyentuh benjolan di belakang kepala Yama
Yama membiarkan Hertha menyentuhnya dan melihat ekspresinya
"Beuhhhh.... it's huge!" Hertha menarik cepat tangannya "kok bisa sih?"
"iya kebentur tiang besi...." Yama melirik ke arah ranjang, Lika masih di sana tak bergerak tampak belum terbangun.
"di rumah ada yang nemanin?" pertanyaan Hertha berikutnya membuat Yama berpikir sebentar lalu berkata
"ada teman-teman gua" Yama belum tahu apakah Guntur dan Rahmad bisa menginap di rumahnya, ia hanya ingin Hertha tak berpikir untuk menjaganya
".... Yama.... gua...." perkataan Hertha terhenti, ia mendengar suara ranjang berderit membuat ia membalikkan tubuhnya untuk melihat sumber suara
"Hi..." Yama berdiri menghampiri Lika yang merapikan sebahunya yang agak berantakan
"Hi.... gimana kepa....eh?!" Lika menyadari seseorang dari sofa menatapnya nanar
Hertha ikut menghampiri Lika, tapi kemudian menatap Yama.
"kenalin teman kelas gua Lika.... Lika ini Hertha teman sekaligus tetangga gua" Yama dengan santai mengenalkan mereka berdua
seketika suasana terasa canggung, setidaknya untuk Hertha.
"kok bisa tidur di sini?" ia mengeluarkan penasarannya
"oh... jadi... dia ini penyebab benjolan kepala gua ini....dia nabrak gua dan gua kedorong ampe kebentur tiang" ujar Yama
"urusannya nginap di sini apaan?" Hertha terus mencerca, walaupun Hertha sosok yang friendly, dia bisa menjadi sangat posesif saat ia menginginkan sesuatu.
"Jadi gua...." Lika coba menjawab dan menceritakan kejadian hingga ia bisa tinggal berdua saja dengan Yama di ruangan ini, tapi di potong oleh Hertha
"Dia termasuk yang bakal nemanin elu di rumah?" ia bertanya pada Yama
"huh? kok pertanyaan jadi gitu?" Yama melihat Hertha mulai gelisah, sedikit emosi terlihat di matanya yang tak mau melihat kearah Lika.
"Ya kan Tinggal di jawab iya atau enggak" sekarang nada Hertha agak ketus, ia benar-benar terkejut melihat Lika dengan tampangnya tak tahu menahu berada di ruangan yang sama dengan Yama, bahkan tidur di ruangan yang sama.
seandainya Hertha datang lebih pagi mungkin ceritanya akan beda karena masih ada Guntur dan Rahmad tadi pagi.
"kan gak sopan Hertha, tanyakan ke orangnya langsung dong" Yama menahan tawanya saat menyadari ekspresi wajah Lika terlihat gondok.
"gua pamit toilet bentar ya" Lika turun dari ranjang, mendapatkan jaket dan tasnya ia berjalan keluar namun bukan ke arah toilet tapi ke parkiran untuk pulang. ia enggan berurusan jika tentang hubungan orang lain.
******
keesokan harinya yang sudah memasuki weekend, tidak ada kelas selama weekend jadi bisa bermalas-malasan.
Tring!!
notifikasi sebuah pesan masuk terdengar dari smartphone Lika.
"katanya mau jagain gua" begitu bunyi pesan dari pengirim atas nama Yamashita G
Lika membaca pesan dan menutup lagi smartphonenya
"jagain pala lu... banyak aja tu yang mau jagain elu" Lika bangun dari tempat tidurnya, ia tidak minat lagi untuk tidur kembali. teringat artis baru yang bernama Hertha itu yang juga teman Yama itu membuat Lika agak bad mood.
Hari ini Lika ingin pergi sendirian, sudah kebiasaannya pergi hang out sendirian jika sedang senggang.
tujuan hari ini adalah toko buku tua yang dia temukan di Google, letaknya tidak terlalu jauh dan tampak sepi dan nyaman untuk di datangi sendirian.
mengendarai motor scooter nya, dengan mood yang berangsur membaik dia menyusuri jalan raya yang lumayan padat hari ini.
memasuki area parkiran toko buku tua tujuannya yang aslinya ternyata sangat asri dengan pepohonan menutupi hampir semua batas halaman parkiran dengan bangunan di sekelilingnya. bangunan toko ini masih terbuat dari kayu yang rapi dan tampak bersih juga.
baru hendak masuk ke dalam, Lika melihat bayangan sebuah mobil yang familiar juga memasuki area parkiran dari pantulan kaca jendela.
tanpa harus membalik badannya Lika tahu mobil itu dan pemiliknya, mobil yang juga kadang ia tumpangi karena pemiliknya adalah ketua tingkatnya alias kating nya, Yama.
Lika buru-buru masuk dan mencari spot yang mungkin agak susah untuk di lihat, seperti sudut toko yang juga memiliki tempat duduk di sediakan untuk yang ingin membaca.
"apes..." gumam Lika sambil duduk, ia menarik penutup kepala Hoodie nya untuk berjaga-jaga "kenapa juga gua mesti sembunyi sih?" ia terheran akan dirinya sendiri
beberapa saat ketika ia mulai terhanyut dalam bacaannya, Lika tidak sadar seorang baru saja duduk di kursi sebelahnya.
terus membalikkan halaman buku seirama dengan kecepatan membacanya, Lika berhenti sebentar mulai menyadari ada orang di sebelahnya, namun orang ini tidak melakukan apapun hanya terdengar suara nafas dan ketikkan di keyboard handphonenya.
Lika menoleh
"Hai..... asik banget dari tadi"
pemilik suara berat ini adalah Yama.
"Eh?!...." Lika Pura-Pura kaget, dalam hatinya ia tidak ingin di ganggu saat ini.
"Lu pura-pura kaget atau kaget beneran? tadi lu gak liat mobil gua masuk parkiran?" Yama rupanya mengenali sosok Lika yang tadi juga masuk toko di saat bersamaan dengan masuknya mobilnya
"hahaha.... kaget dong, kok bisa ketemu di sini?" Lika menutup bukunya
walau sudah berteman bertahun-tahun sejak awal kuliah dulu, Lika tidak pernah secara pribadi merasa dekat dengan Yama yang merupakan kapten tim basket kampus, hanya dengan melihat banyaknya kegiatan Yama saja sudah membuat Lika pusing karena Lika termasuk tipe yang tidak terlalu suka banyak kegiatan.
"aku di ajak ke sini daripada bengong di rumah katanya" Yama meletakkan handphonenya
"kata siapa? lu sama siapa kesini?" walau tidak tertarik dengan siapa Yama datang, Lika masih ingat cara untuk berbasa-basi
"teman gua, tu mereka di luar" ia menunjuk kearah luar yang juga area membaca dengan konsep ruangan terbuka di bawa pohon rindang
Deg!!
jantung Lika berdegup saat matanya terhenti pada sosok gadis yang kemarin di rumah sakit, yup... Yama di ajak oleh teman-teman masa kecilnya yang juga satu perumahan dengannya termasuk Hertha, ada tiga orang terlihat duduk bersama di luar, dua perempuan dan satu Laki-laki.
"Gua ke toilet dulu ya" Lika sekali lagi hendak menghindar
"jangan bilang lu mau pulang lagi..." Yama menahan tangan Lika
"...." Lika duduk lagi
mereka sama-sama terdiam