"Pertama, hati kita harus yakin. Bahwa doa-doa kita akan ada waktunya Allah kabulkan. Sesuai permintaan kita atau lebih baik dari yang kita minta. Seyakin hati kita berdoa meminta,
maka sudah seharusnya seyakin itu pula Allah akan memberikan yang terbaik untuk kita"
๐*๐*๐
Sesampainya dari pesta tersebut. Alif sekeluarga berkumpul di ruang tamu. Karena sudah terlalu larut, Antoni harus menginap di rumahnya. Beberapa saat setelah berbincang mereka pun beranjak menuju kamar masing-masing.
Keesokkan harinya, saat sarapan pagi mereka kedatangan tamu. Seorang perempuan berjilbab pasmina pastel nan cantik bersama gadis kecil berusia 5 tahun. Gadis itu sungguh imut dan lucu.
Rambutnya hitam lurus berponi yang dikuncir dua. Bola matanya berwarna amber. Dia memakai gaun berwarna merah muda lengan panjang, seperti seorang putri kerajaan.
Saat pintu rumah terbuka, gadis kecil itu berlari dengan riangnya mencari keberadaan seseorang.
"Assalamu`alaikum. Uncle Alip.. Uncle Alip di mana.. Uncle.." seru gadis kecil tersebut sambil berlari.
"Assalamu`alaikum" salam perempuan yang datang bersama gadis kecil tersebut. Rupanya dia ibunya.
"Wa`alaikumsalam. Eh Fitri. Ayo masuk." Sambut Sofia.
"Siapa bu?" tanya Yusuf
"Ini Fitri" jawab Sofia.
"Ya ampun Fitri, apa kabar nak? Pantas saja ada suara anak kecil" balas Yusuf memeluk keponakannya tersebut.
"Alhamdulillah baik, Paman."
Sementara mereka sedang duduk, para pembantu sibuk menjaga gadis kecil tersebut yang masih saja berlarian. Beberapa dari mereka mulai kelelahan.
Randi terbangun dari mimpinya saat mendengar keributan dari lantai dasar. Dia pun segera turun dan mendapati sosok makhluk kecil dengan gaun merah mudanya berlarian tak tentu arah. Pemandangan yang cukup lucu.Tiba-tiba saja makhluk kecil itu menabrak kakinya.
Bruk. Makhluk imut itu menggerutu kemudian langsung berdiri dan memeluknya. Ah, gadis kecil yang imut. Gadis itu mendongakkan kepala menatap Randi. Sadar salah memeluk orang. Dia langsung melepaskannya.
Gadis itu bersuara "Uncle Landi?"
Randi menyelaraskan tingginya. Wajah mereka saling berhadapan. Kilau mata kuning tembaga gadis tersebut sangatlah indah.
"Uncle Alip mana?" tanya gadis kecil tersebut.
Randi mengangkat bahunya seraya tersenyum.
Beberapa saat kemudian Alif dan Antoni sudah turun. Dia memeluk gadis kecil itu dan membawanya pada Alif.
"Nih kak princess kesayanganmu" katanya sambil menyerahkan Lily.
"Uncleeeeeeeee" teriak Lily gembira menyambut pelukan Alif.
"Princess Lily kesayangan uncle" balas Alif tak kalah gembira.
"Tuh kan sudah cocok" kata Randi, Antoni dan Fitri bersamaan.
Alif menatap secara sadis. Mereka justru tertawa.
Fitri mendatangi putrinya tersebut. Dia heran kenapa gadis kecilnya lebih menyukai Alif dibandingkan ayahnya sendiri. Hal tersebut kadang membuat iri ayahnya.
"Mommy heran deh sama kamu. Lebih suka sama Uncle daripada Daddy sendiri." kata Fitri gemas dan mencubit pipinya.
Dikarenakan Lily merupakan anak blasteran Indonesia-Amerika. Maka dia terbiasa dengan panggilan kebarat-baratan tersebut.
Antoni pamit pulang karena harus segera menyiapkan rapat hari ini. Sedangkan Randi asyik bermain dengan Lily.
"Maaf merepotkan Ma. Saat ini Fitri kesulitan mencari pengasuh. Lily nggak bisa ditinggal sendiri. Daddynya harus ke luar negeri untuk satu minggu. Dan Fitri juga harus pergi beberapa hari." jelas Fitri.
Rupanya dia hendak menitipkan Lily.
"Iya nak nggak masalah. Justru mama dan paman senang ada Lily di sini. Rumah jadi rame." Balas Sofia tersenyum.
Sofia memang lebih sering dipanggil mama oleh mereka.
"Paman pamit dulu ya. Assalamu`alaikum" Kata Yusuf pamit menuju kantor.
"Wa`alaikumsalam".
Lily terlihat senang dan bahagia bermain bersama dengan mereka. Fitri tidak perlu cemas lagi.
Alif meninggalkan Randi dan Lily. Dia bersiap untuk pergi ke kantor. Beberapa saat kemudian dia sudah turun dengan setelan jas lengkap.
"Alif pamit dulu ya semua. Assalamu`alaikum." Pamit Alif.
"Wa`alaikumsalam".
Belum sempat keluar rumah. Dia langsung dicegat oleh Lily. Mata gadis kecil itu sudah berkaca-kaca. Tanda siap untuk meluncurkan senjata andalan.
"Uncle mau pelgi? Lily ikut" kata Lily sambil memeluknya.
Alif tidak mengiyakan ataupun menolak. Hanya mengusap lembut kepalanya. Fitri datang dan langsung memeluknya. Lily memberontak dan akhirnya menangis dengan kencang. Fitri merasa lucu dengan keadaan. Saat suaminya yang pergi keluar, Lily hanya menatapnya biasa saja. Tapi saat Alif yang pergi entah kenapa Lily menjadi sangat sedih.
Randi merasa iba, "Kak, mending dibawa aja deh. Kasian dia.".
Kemudian menawarkan diri "Kalo rapat nanti, aku yang jaga deh".
Alif menggeleng pelan. Sama seperti Randi, dia tidak tega melihat gadis itu menangis. Dia langsung memeluk dan menenangkannya. Alif terlihat handal saat berurusan dengan anak kecil. Hanya saja tidak dengan perempuan. Buktinya sampai sekarang dia masih sendiri.
"Ya sudah ayo. Tapi janji nggak boleh nakal dan dengerin apa kata uncle." Kata Alif tegas.
Gadis itu mengangguk tanda setuju.
Fitri hendak mengatakan sesuatu seperti biasanya. Alif menyadari hal tersebut dan langsung berkata, "Nggak apa-apa mbak. Tenang aja".
-
Alif bisa sedikit bernafas lega, karena Lily tidak membuntutinya seperti biasa. Dia asyik bermain dengan Randi dan beberapa karyawan laki-laki. Dia tidak begitu menyukai perempuan selain ibunya. Itulah sebabnya mereka tidak bisa menjaganya.
Awalnya mereka mengira, Lily adalah anaknya. Beberapa karyawan perempuan merasa patah hati berjemaah. Secara Alif sungguh menjadi idaman mereka. Sudah mapan, tampan, baik dengan anak kecil dan tentu saja beriman. "Suamiable" julukan yang mereka berikan untuknya.
Tapi mereka sadar saat Lily memanggilnya dengan sebutan "Uncle". Sorak-sorak bergembira menyambut hangat gadis kecil tersebut. Kesempatan untuk menjadi "Istri dari Direktur yang Suamiable" atau lebih tepatnya menjadi "Nyonya Rasdjaya" masih terbuka lebar. Mereka tidak mau melewatkan kesempatan emas ini. Namun tetap saja gadis kecil itu sulit untuk ditaklukkan sama seperti Alif.
"Antoni, apa agenda selanjutnya hari ini?" tanya Alif
"Rapat pembahasan proyek kerja." jawab Antoni.
"Mereka sudah datang?" tanya dia lagi.
"Yang lain belum pak." Jawab Antoni.
"Baiklah duluan saja ke dalam, saya harus mengurus sesuatu dulu" kata Alif berlalu.
"Baik Pak".
Dia mendatangi Lily. Beberapa karyawan langsung menunduk memberi hormat. Yang lain hendak meninggalkan tempat karena merasa akan dimarahinya.
"Tidak apa-apa. Selagi bukan keadaan mendesak. Tolong tetap bermain dengannya" Alif memberi arahan.
"Baik pak" sahut mereka.
Alif mengusap lembut kepala gadis itu dan bertanya, "Lily senang?"
Dia menoleh gembira dan mengangguk. Kemudian berceloteh dengan nada manjanya.
"Senang sekali. Lily bisa punya banyak teman. Uncle di sini semuanya baik and handsome".
Alif dan Randi membelalak kaget dan saling berpandangan.
"Ya Allah, masih kecil sudah mata keranjang" Randi tertawa kecil dan mencubit pipinya.
"Uncle.. Uncle.. Tadi lily diantelin ke kamal mandi sama witch" celotehnya lagi.
Mereka hanya bisa cengar-cengir karenanya.
"Witch? Nenek sihir? Di sini mana ada witch, Lily" kata Alif tersenyum.
"Iya. Ada, banyak. Itu meleka" katanya sambil menunjuk semua karyawan perempuan yang sedang melihatnya bermain dari balik kaca.
Mereka langsung menghamburkan diri saat Alif menoleh. Hampir menabrak satu sama lain. Beberapa tetap bertahan menatap dengan intens.
Alif menahan tawa dengan memegangi mulutnya sedangkan Randi dan beberapa karyawan lainnya sudah tertawa. Anak kecil memang tidak pernah berbohong.
"Dari mana Lily bisa tau mereka itu witch?" tanya Randi.
"Biasanya witch suka belpula-pula baik bial bisa menculik anak kecil. Apalagi kalo anak kecil itu seolang plincess sepelti Lily. Telus pasti meleka akan melebut plincenya." jawab gadis yang tidak bisa menyebut huruf "R" itu dengan polosnya.
"Jadi Uncle Alif itu princenya Lily?" tanya Randi penasaran.
"Yap" seru Lily.
"Tapi kan suatu hari nanti Prince pasti akan ketemu sama Princess yang sebenarnya dan mereka hidup bahagia. Jadi Uncle Alif pasti akan bersama dengan Princessnya." jelas Randi lagi.
Lily menggelengkan kepala dan berkata, "Not fol now".
"Lily is one and only plincess fol Uncle Alip" lanjutnya dengan wajah serius.
"Okey Fine. Tapi bisa dong uncle Alif punya princess?" tanya Randi lagi.
"Bisa. Tapi dia halus menghadapi plincess Lily dulu. Halus bisa membuktikkan bahwa dia pantas untuk uncle Alip" jawab Lily masih dengan wajah serius.
Alif hanya bisa cengar-cengir mendengar percakapan aneh tersebut. Lily sangat over protektif terhadapnya.
Randi menoleh ke arahnya dan berkata, "Kayaknya aku tahu deh alasan kenapa kakak sampai sekarang belum menikah".
"Apa?" tanya Alif.
"Nih bocah" tunjuk Randi pada Lily.
Alif tertawa lepas. Membuat hati para perempuan yang masih bertahan tadi meleleh seperti es batu. Dia yang biasanya tegas serta tegang terlihat santai dan bisa tertawa.
"Aku juga kalau jadi cewek, auto takut sama ancamannya" lanjut Randi tertawa.
Alif hanya bisa menggelengkan kepala dan meninggalkan mereka.
Selepas kepergian Alif. Ponsel Randi berbunyi. Karyawannya menelpon untuk memberitahukan ada sedikit masalah di sana. Dia harus segera pergi untuk membereskannya. Dia menitipkan Lily pada karyawan lainnya.
Beberapa saat kemudian Lily menyadari bahwa Alif dan Randi meninggalkannya sendiri. Dia langsung berdiri dan berlari ke seluruh tempat. Mereka kewalahan mengejarnya. Jurus pamungkasnya akan segera keluar. Seisi ruangan dibuat panik karenanya.
"Uncle Alip. Uncle Landi. Kalian dimana? Don't leave me alone. Lily takut" di ulangi beberapa kali kalimat tersebut.
Saat bersamaan Asyifa sampai di depan pintu. Gadis kecil itu terjatuh tepat di hadapan Asyifa. Dia langsung mengangkatnya berdiri dan membersihkan lututnya yang terluka. Lily menangis membuatnya semakin cemas.
Dia memeluk serta mengusap pundaknya lembut untuk menenangkan, "Sudah. Sudah nggak usah nangis dek. cup..cup..cup sudah sudah"
Beberapa karyawan yang panik langsung membawakan kotak P3K dan air putih. Mereka membawanya masuk ke dalam dan duduk di ruang tunggu. Lily masih terisak dalam pelukan Asyifa.
Dia mengusap lembut air mata yang mengalir dari mata indah gadis kecil tersebut. Memperbaiki gaun dan rambutnya. Dia pun mengobatinya. Tangisannya perlahan mereda. Beberapa karyawan perempuan memandang iri pada Asyifa. Usaha mereka sia-sia. Hati gadis itu terpaut padanya.
Dia bahkan lupa bahwa saat ini harus rapat. Saat salah seorang karyawan ingin mengambil Lily dari pelukannya. Gadis itu justru mempererat pelukannya. Asyifa tidak tahu harus berbuat apa. Dia harus segera menuju ruang rapat. Akhirnya dia memutuskan untuk membawa serta Lily.
Sesampainya disana, Lily masih saja tidak ingin melepaskan pelukannya. Mereka di dalam sudah menunggunya. Semua melihat ke arahnya saat masuk dengan membawa anak kecil.
Beberapa karyawan terkejut. Bagaimana bisa seorang Lily yang tidak menyukai perempuan memeluk erat Asyifa. Sementara itu, Alif dan Antoni menyadari siapa yang ada dalam pelukannya.
"Lily?" panggil Alif dan Antoni bersamaan.
Lily hanya menoleh sekilas dan membuang muka. Sisa-sisa tangisannya masih terdengar. Sepertinya dia sedang marah pada Alif dan tak ingin melihatnya.
Sedangkan Asyifa langsung menatap wajah sendu gadis tersebut dan bergantian menatap Alif serta Antoni.
"Nggak mirip Pak Alif ataupun Pak Antoni deh". Gumamnya.
Saat Alif hendak mengambil Lily. Gadis itu justru menolak dan menangis.
"Princess Lily, maaf. Kakaknya mau rapat, jadi Lily turun dulu yaa." bujuk Alif.
Lily tetap saja menolaknya. Asyifa memberi isyarat agar membiarkan saja untuk beberapa saat sampai gadis itu tenang. Terpaksa dia mengalah.
Akhirnya mereka membiarkan Lily tetap dalam pelukan Asyifa. Walaupun sebenarnya dia sedikit kesulitan untuk melakukan presentasi. Rapat yang berlangsung cukup lama membuat Lily tertidur dalam pelukannya.
Alif masih menatap tak percaya. Bagaimana bisa putrinya tersebut bertekuk lutut di hadapan Asyifa. Selama mereka bersama dia tidak pernah sedikitpun melihat gadis itu menerima perempuan selain ibunya. Bahkan pengasuhnya pun kadang tidak tahan dengan sikapnya yang hanya ingin diurusi oleh ibunya.
Setelah selesai rapat, Asyifa memberikan Lily padanya. Dia melihat perban di lutut dan tangan gadis tersebut. Apa yang terjadi dan ke mana perginya Randi membuatnya bertanya-tanya.
Asyifa melihat raut wajah cemasnya dan menjelaskan, "Dia tadi terjatuh karena berlarian. Untung saja lukanya hanya kecil."
"Untuk menjaga hal tersebut nggak terjadi lagi, sebaiknya Bapak nggak mengajaknya ke kantor. Dia lebih aman di rumah. Biarkan istri Bapak yang menjaganya. Disini Bapak sibuk bekerja dan pasti nggak punya waktu untuk mengawasinya. Memang cukup sulit untuk menjadi orang tua di zaman yang serba sibuk seperti sekarang ini." dia menasehati Alif.
Alif justru terkejut karena kalimat terakhir. Rupanya Asyifa salah paham dengan mengira Lily adalah anaknya. Belum sempat memberi penjelasan. Ponselnya sudah berbunyi.
Beberapa saat kemudian Asyifa akan pamit pergi dan Lily justru terbangun. Dia mendatangi Asyifa dan meminta untuk di peluk lagi. Saat keluar ruangan mereka bertemu Yusuf.
"My lovely Lily. Kita pulang yuk" ajak Yusuf.
"Nggak mau. Lily mau sama angel" pelukannya semakin erat.
"Maaf ya nak, merepotkan kamu. Biasanya dia tidak menyukai perempuan selain ibunya. Tapi tidak tahu kenapa hari ini dia sedikit berbeda" jelas Yusuf.
"Sepertinya memang benar. Pak Alif itu anaknya dan Lily adalah cucunya. Ternyata memang sudah sold-out" Asyifa kembali membatin.
"Tidak masalah Pak. Saya juga senang dengan anak kecil. Kebetulan dia mirip keponakan saya." Balas Asyifa.
"Mohon maaf sebelumnya Pak, bukan saya lancang mencampuri urusan Bapak. Ada baiknya Bapak menasehati anak Bapak untuk tidak membawa Lily bersamanya. Biarkan Lily bersama ibunya di rumah" kata Asyifa menasehati.
"Anak? Oh, Alif?" Yusuf sedikit bingung.
"Iya Pak. Tadi Lily terjatuh karena mencari ayahnya" jelas Asyifa.
Belum sempat menjelaskan semuanya Yusuf justru bertemu dengan investor asing yang mengharuskannya meninggalkan mereka.
-
Sebentar lagi jam pulang kantor. Asyifa sudah duduk di ruangnya kembali. Berharap agar Lily membiarkannya pulang. Dia harus sholat Ashar tetapi bagaimana caranya membujuk Lily.
Dengan halus penuh hati-hati dia berkata pada Lily, "Lily sayang? Boleh nggak kakak pergi ke masjid sebentar atau Lily mau ikut?".
Gadis itu menatapnya dan bertanya, "Masjid? Sudah waktunya sholat ya?".
"Iya. Lily sudah tau waktu sholat ya. Ternyata kamu anak yang pintar ya" jawabnya.
"Iya dong Lily tau. Kata mommy sholat itu wajib bagi muslim untuk mencegah pelbuatan buluk dan sebagai tanda lasa syukul kita telhadap nikmat Allah. Lily sudah bisa sholat sendili." Celoteh gadis kecil tersebut.
"Masya Allah" takjub Asyifa.
Meskipun dia masih sangat kecil. Tapi orangtuanya sudah mengajarkannya hal yang besar. Yaitu Keimanan. Betapa beruntungnya Alif bisa menikah dengan perempuan yang baik agamanya.
"Kalo begitu ayo kita ke masjid. Tapi Lily lupa bawa mukena" ajak Lily keluar dari kantor.
"Tenang, di masjid banyak mukena" balas Asyifa tersenyum.
Sebelumnya dia menelpon Alif untuk mengatakan Lily ada bersamanya dan tidak perlu khawatir. Dia juga menyuruh Alif untuk menunggu saja di luar kantor.
Mereka bergandengan tangan menuju masjid. Dari kejauhan Alif tersenyum menyaksikan pemandangan langka tersebut. Antoni sampai harus menyikut lengannya.
"Hey bro.. Lagi lihatin apa sih?" tanya Antoni penasaran. Kemudian mengikuti arah pandanganya.
Antoni mengusik, "Sepertinya ada yang kurang deh"
"Sosok ayahnya" lanjutnya dengan cengar-cengir.
Alif meliriknya dan menyilangkan tangan.
"Karena ayahnya sedang asyik melihat dari kejauhan" godanya kemudian tertawa.
Sedang Alif hanya tersenyum miring dan memilih meninggalkan Antoni. Sebenarnya mereka juga akan pergi ke masjid. Hanya saja, Alif justru terpukau dengan pemandangan tersebut.
-
Setelah kembali dari masjid, Asyifa dan Lily berbincang sambil berjalan pelan.
"Lily marah ya sama Daddy?" tanya Asyifa.
"Iya. Lily nggak suka, Daddy sibuk telus setiap hali" jawab Lily polos.
"Loh, itu semua kan demi kebaikan Lily. Biar Lily bisa bahagia bersama Mommy." Balas Asyifa.
"Tapi tetap aja Lily nggak suka. Daddy suka ingkal janji. Katanya mau menemani Lily ke pasal malam tapi malah pelgi" kata Lily dengan sedih.
Sepertinya terjadi sedikit kesalapahaman disini. Asyifa masih saja mengira bahwa ayah Lily adalah Alif dan Lily mengira dia bertanya mengenai ayahnya.
Asyifa memberinya nasehat, "Lily nggak boleh marah-marah sama daddy. Kalo daddy sayang sama Lily, Allah juga akan sayang sama Lily".
"Lily harus percaya suatu hari nanti, Daddy akan punya banyak waktu untuk menemani Lily. Ini bukan janji Daddy atau janji kakak tapi ini janji Allah" Asyifa mencoba menyakinkan.
Lily menghentikan langkah kakinya. Dia menoleh ke arah Asyifa.
"Terus gimana cala Lily menagih janjinya?" tanya Lily polos.
Asyifa tertawa, "Mungkin bisa lewat doa." Jawabnya.
"Apa itu bekelja?" tanya Lily lagi.
"Ya, tentu saja. Karena janji Allah itu pasti" jawab Asyifa tegas.
"Pertama, hati Lily harus yakin. Bahwa doa-doa Lily akan ada waktunya Allah kabulkan. Sesuai permintaan Lily atau lebih baik dari yang Lily minta. Seyakin hati Lily berdoa meminta, maka sudah seharusnya seyakin itu pula Allah akan memberikan yang terbaik untuk Lily" lanjut Asyifa berharap gadis kecil ini dapat mengerti maksudnya.
Gadis itu tersenyum dengan sangat manis. Pipi gembulnya merekah indah memperlihatkan jejeran giginya. Asyifa kembali dibuat terpana. Gadis ini bukan manusia melainkan malaikat.
"Jadi Lily halus yakin dan sabal!? Oke. Lily akan telus beldoa mulai hali ini. Lily juga akan beldoa untuk kebaikan kakak angel. Semoga angel selalu dalam lindungan Allah dan doa-doa angel juga dikabulkan Allah. Aamiin".
Mereka tertawa bahagia. Asyifa sepertinya banyak belajar dari gadis kecil tersebut.
Setelah sampai di depan kantor. Mereka menunggu kedatangan Alif untuk mengambil Lily. Lily menatap penuh haru saat Asyifa berkata harus berpisah dengannya.
Lily bertanya "Nama kakak angel siapa? Lily panggil angel aja yaa..".
"Asyifa. Boleh, senyamannya Lily saja." Jawabnya tersenyum ramah.
"Sebelumnya Lily nggak suka sama pelempuan. Tapi angel beda dali meleka." Kata Lily memajukan bibirnya.
Asyifa mengerutkan keningnya dan bertanya "Loh kenapa?"
"Meleka jahat. Pula-pula baik bial bisa menculik plincess Lili dan menggantikan posisi plincess di hati plince" jawabnya dengan nada manja.
Asyifa tersenyum "Princess Lily nggak perlu khawatir karena setiap prince hanya memiliki satu princess dalam hatinya. Jadi, dia nggak akan tergantikan."
Beberapa saat kemudian Alif sudah datang dan langsung berlari memeluk Lily. Lily menghindar dan justru bersembunyi di belakang Asyifa. Membuat Alif hampir saja memeluknya.
Mereka terbelalak kaget. Wajah keduanya menjadi sangat dekat. Degupan jantung keduanya sangat kencang. Membuat mereka membeku. Kepala Asyifa serasa berat. Hampir mati, mungkin itu kata yang tepat untuk mendefinisikan keadaan saat ini.
Sedangkan dari dalam kantor beberapa karyawan perempuan terlihat heboh. Bahkan berteriak histeris. Mereka mengira Alif mencium Asyifa. Karena mereka hanya melihat dari sudut pandang berbeda.
Antoni tak kalah kaget sampai ikut terdiam. Dia berdeham membuyarkan pikiran mereka masing-masing agar tidak menimbulkan kesalapahaman. Alif langsung tersadar dan menurunkan tangannya.
Asyifa mengelus dadanya dan dengan lantang berkata, "Astagfirullah... Astagfirullah.. Astagfirullah.."
Berbeda dengannya, Alif justru salah tingkah. Dia tiba-tiba batuk dan menggaruk kepalanya. Dalam hati dia beristigfar seribu kali. Disisi lain, Antoni cengar-cengir melihatnya. Untuk pertama kalinya Alif terlihat konyol. Dan ternyata hal tersebut membuat Lily tertawa lepas.
Wajah mereka memerah. Antoni dan Lily justru semakin tertawa.
"Sudah.. sudah jangan tertawa lagi" kata Alif tegas.
Dia menatap para karyawannya tersebut dengan tatapan tajam membuat mereka langsung menelan ludah dan berlarian pergi.
"Lily sudah puas? Masih marah lagi?" tanya Alif yang sudah berhasil memeluk Lily.
"Masih.." seru Lily dengan tawanya.
Alif justru menggelitik gadis tersebut. Lily tertawa riang sambil menahan gelitikannya.
"Haha.. Sudah Uncle sudah.. Iya, I'm solly" dia menyerah.
Asyifa sadar satu hal. Spontan dia berkata "Uncle?"
"Iya, Uncle. Memangnya kenapa?" balas Alif.
Asyifa berkata lagi sambil mengelus dadanya, "Oh ternyata cuma keponakan bukan anak. Alhamdulillah"
Alif tertawa kecil menatapnya dan berkata, "Iya, saya Unclenya bukan Daddynya"
Asyifa terkejut bagaimana bisa suara hatinya terdengar. Dia menatap Alif, kemudian tersadar bahwa tadi itu bukan dalam hati. Dia langsung menutup rapat mulutnya. Teringat semua nasehat yang diberikan. Kemudian dia menundukkan kepalanya tak berani menatap Alif.
Tanpa basa-basi lagi Asyifa langsung berlari pergi dari mereka. Meninggalkan Alif yang menatapnya aneh. Antoni yang cengar-cengir dan Lily yang sedikit sedih karena ditinggal tanpa pamit.
๐****๐