_ Ada alasan lain mengapa diriku bersikap seperti ini kepada dirimu_
************
Keadaan meramai tatkala beberapa siswa menatap seorang pentolan sekolah yang biasanya tak kenal ampun tengah memapah tubuh seorang gadis. Kakinya berjalan cepat memperkecil jarak dirinya dengan UKS sekolah.
Tak lama dirinya dan Ara telah sampai di UKS yang ada di SMA Canopus itu. Langsung saja pintu berwarna putih itu didobraknya keras menggunakan kaki kanannya yang menimbulkan suara keras di dalam ruangan.
Brakk!
"Ya ampun! Astaga mbaknya,ayo taruh di atas kasur mas," ucap seorang dokter yang memang ditugaskan menunggui UKS.
Dokter itu langsung berlari memeriksa keadaan Ara dan kemudian membersihkan luka di dahinya dengan beberapa kapas dan alkohol. Dirinya menganga melihat betapa dalamnya luka gadis itu.
"Ini temannya mas?" tanya dokter itu kepada Deon yang juga melihat pengobatan Ara.
Deon mengangguk singkat mengiyakan pertanyaan dokter itu.
"Lukanya begitu dalam,luka gadis ini harus segera di jahit supaya tidak infeksi," jelasnya menggunakan nada khas seorang dokter.
"Lakukan yang terbaik dok," jawabnya masih menatap Ara lembut.
Dokter itu mengangguk dan langsung mengambil beberapa peralatan jahit. Dengan telaten dokter itu menjahit luka Ara. Setelah 30 menit kemudian,akhirnya pengobatan Ara selesai dan hanya perlu menunggunya siuman.
"Tunggu saja sampai gadis ini siuman,"
"Terima kasih dok,"
"Hmm,sama-sama,"
Dokter itu pun meninggalkan Ara dan Deon menuju meja kerjanya. Sedangkan Deon masih setia menatap Ara yang ada di hadapannya tengah terbaring lemah. Tangan Deon terulur, memegang ragu tangan mungil gadis itu. Tangannya kini mulai mengelus pelan kulit putih itu dengan tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun.
Matanya beralih menatap ke lengan kanan gadis itu terdapat Hoodienya di sana. Tak lama ia tersenyum tipis kembali menatap gadis yang ada di hadapannya.
"Bangunlah," bisik pelan Deon di dalam hati.
**********************
"Shutt,mendingan kita pergi aja," bisik pelan Mea kepada ketiga temannya.
Mereka berempat memang ada di luar UKS sejak tadi, namun mereka urungkan untuk menjenguk Ara karena mereka melihat perhatian sang leader geng itu tertuju kepada gadis yang ada di hadapannya.
"Ternyata Deon bisa kasih perhatian ya," ucap Nesya masih dalam mode bisiknya yang diangguki oleh mereka bertiga.
"Kita balik ke kelas aja yuk guys," kini Anna yang angkat bicara dengan volume lirih.
Mereka berempat pun berjalan mengendap-endap menuju kelas mereka meninggalkan kedua insan itu agar bisa merasakan kehangatan satu sama lain.
***********************
"Ngh," erang seorang gadis yang ada di atas ranjang UKS.
Matanya mulai membuka dan mencoba beradaptasi dengan cahaya luar. Dirinya menoleh ke tangan sebelah kanan yang agak berat. Dirinya terkejut melihat seorang lelaki dengan rambut yang mungkin sudah lama tak dicukur menyandarkan kepalanya di pinggiran ranjang gadis itu. Beserta tangan yang masih ada menggenggam tangan kanan gadis itu.
Tangan gadis itu kaku ragu untuk menggerakkan dirinya. Pandangan matanya beralih menatap langit-langit yang ada dalam ruangan itu. Banyak sekali pertanyaan yang menumpuk hanya untuk lelaki yang ada di sampingnya kini.
Sejak kapan dia ada disini?
Apakah dia yang membawaku kemari?
Apakah dia menungguiku sejak tadi?
Beberapa pertanyaan itu mengganggu aktivitas kerja otaknya. Ingin dia menghujani lelaki itu dengan sejuta pertanyaannya.
"Ngh," erang Deon sembari mendongakkan kepalanya dengan mata yang masih terpejam.
Matanya terbuka dan melihat Ara yang sudah siuman dan beralih menatap tangannya yang kini menggenggam tangan Ara tanpa izin. Refleks ia langsung melepas genggamannya dan memperbaiki posisinya demi punggung yang sedikit pegal.
"Sudah bangun?" dua kata itu meluncur begitu saja dari mulut sang leader geng membuat Ara menoleh kearahnya.
Ara mengangguk singkat dan langsung memegangi dahinya yang masih agak pusing.
"Akh!"
"Kenapa?" tanya Deon cemas.
"Shh," mata Ara memejam mengartikan keadaannya yang sedikit menyakitkan.
"Ayo!" tiba-tiba Deon bangkit dari duduknya.
Mata Ara terbuka menatap Deon bingung,"Kemana?" tanyanya lemah.
"Rumah sakit," ucapnya tenang.
"Jangan!" sergah Ara menentang usul dari lelaki yang ada di sampingnya.
"Kenapa?" tanya Deon bingung.
"Gue gak suka bau rumah sakit," cicitnya menjelaskan apa alasannya menolak ajakan Deon.
"Tapi Lo masih sakit,"
"Gue gak mau buat mama gue khawatir,"
Deon tak berkata apapun untuk Ara. Namun manik matanya masih menampilkan perasaan khawatir yang menyelimuti lelaki itu.
"Ini udah balik?" tanya Ara sembari melihat jam tangan mungil yang ada di pergelangan tangannya.
Deon mengangguk singkat namun tatapan itu masih ada.
"Oh,"
"Gue anter pulang,"
"Eh eh tapi---
"Lo masih sakit! Gak usah rewel!" ucapnya tegas.
"Ya tapi tas gue,"
"Tas Lo udah gue titipin Nesya,sekalian mereka mau jenguk elo nanti sore,"
"Makasih,"
Deon mengangguk singkat lalu dirinya bangkit berdiri dan membantu Ara untuk turun dari ranjangnya.
"Lo bisa jalan?" tanya Deon.
"Hmm,bisa,"
Lalu Deon mengambil Hoodienya yang kini ada di belakang gadis itu kemudian menyerahkannya kepada gadis itu.
"Pakai,"
"Tapi itu punya Lo,tadi gue mau balikin tapi Lo gak kelihatan,"
Penjelasan gadis itu membuat dia mengurungkan niat untuk memberikan Hoodie itu kepada Ara. Namun tak lama Deon malah memakaikannya pada tubuh gadis itu.
"Gue gak mau Lo kenapa-napa,"
"Eh tapi---
"Diem! Atau gue tinggal!" ancam Deon dengan lengan yang masih sibuk memakaikan Hoodie itu agar melekat ke tubuh gadis itu.
"Gue bisa sen-- Aw!
Ara merasakan sakit di kepalanya karena benturan tadi. Terlebih luka yang lumayan dalam membuat dia harus menerima 3 jahitan.
"Udah gue bilang tadi! Gak usah rewel!"
"Shh,iya iya," pasrahnya membiarkan lelaki itu memakaikannya Hoodie dengan perlakuan yang begitu hati-hati.
Deon membantu Ara berdiri dan berjalan pelan,lelaki itu masih ada di samping kiri Ara. Mereka berdua berjalan beriringan meninggalkan ruang UKS yang menjadi saksi bisu kehangatan dari dua insan tersebut. Dua pasang kaki itu berjalan menuju parkiran sekolah. Ara masih memegang dahinya karena sakit yang dirasa masih berdenyut di sana.
"Sakit?" tanya lelaki itu yang sedari tadi menatap gadis yang ada di sebelah kanannya.
"Hmm" Ara berdeham singkat untuk menjawab pertanyaan singkat dari sang leader.
Deon pun enggan bertanya lebih jauh lagi. Dirinya enggan melihat perubahan gadis yang ada di sampingnya. Bibir yang semula berwarna pink cerah kini memucat,rambut yang panjang tergerai indah kini dihiasi peluh dari gadis itu. Dari dalam lelaki itu muncul rasa ingin sekali menjaga gadis yang ada di sampingnya ini.
Kini mereka sudah sampai di parkiran SMA Canopus. Di sanalah motor besar sang leader terparkir. Deon langsung menghampiri motor kesayangannya dan mengambil kunci motor itu dalam saku seragamnya. Lelaki itu segera menyalakan motornya dan menyuruh Ara untuk segera menaiki motor itu.
"Bisa?" tanya Deon tatkala melihat Ara yang agak ragu untuk menaiki motornya.
"Bisa," ucapnya pelan. Ara segera menaiki motor itu walaupun terbilang sulit.
Deon memberikan Ara sebuah helm yang sama seperti yang dipakainya pagi tadi. Ara pun mengenakannya hati-hati karena enggan memperparah luka yang ada di keningnya beserta rasa sakit pada kepalanya.
"Udah?"
"Hmm,udah,yok jalan!"
Deon pun menganggukkan kepalanya. Ara tak tahu bahwa di balik helm itu tersimpan wajah tampan yang tengah tersenyum. Biarlah lelaki itu mendapat kehangatan dari sang gadis yang ada di belakangnya.
Deon melajukan motornya begitu cepat tak tahu bagaimana keadaan Ara di belakangnya yang begitu antusias. Walau penampilannya seperti gadis polos,dia sering menonton acara balapan yang ada di televisi beserta kebiasaannya yang sering kebut-kebutan di jalanan ketika dia senggang.
Kebiasaannya belum diketahui oleh kedua orangtuanya namun, Eca adiknya sering memergokinya ketika pulang ke rumah pada jam malam dan itu dilakukannya ketika kedua orangtuanya mengikuti kunjungan bisnis. Sebenarnya Ara terlihat polos namun tidak dengan kebiasaannya yang agak melenceng dari kodratnya sebagai perempuan.
"YAHUUUUUUU!!!!!" terdengar seruan dari Ara yang ada di belakang Deon.
"Lo gak takut?" teriak Deon karena suara bising yang menghalangi suaranya.
"Enggak! Gue seneng ginian!"
"Aneh Lo!"
"Gue sering kebut-kebutan kayak gini,"
"Lo punya motor di rumah?!" tanya Deon masih dengan mode berteriak.
"Punya!!! Gue beli pakek duit tabungan! Orang tua gue kagak ada yang tahu!" balas Ara dengan berteriak tak kalah keras.
"Parah Lo! Kagak takut apa?!"
"Kagak! Buat apa takut?" tanya gadis itu bersamaan dengan terangkatnya salah satu alis tebal yang tersaji di atas mata kanannya.
"Agak-agak Lo ya!!"
"Kagak lah ! Emang balapan harus kaum cowok hah?!"
"Cuma Lo sama adik gue yang tahu tentang ini! Bisa jaga rahasia kagak?!" lanjutnya memperingatkan.
"Ck!"
"Weh orang ditanya kagak dijawab! Sableng ni bocah!"
Deon tak menyahut perkataan gadis itu tangannya masih sibuk dengan kendali motor. Walaupun Ara sudah terbiasa dengan ini,menurutnya dia harus lebih berhati-hati. Pembicaraan tadi membuat mereka tak sadar hampir sampai ke tempat tujuan.
*************************