Mereka berdua tertawa bersamaan di atas rooftrop sekolah. "Lo jangan minum dan ngerokok gini. Gue nggak suka lo ngerusak diri lo sendiri", ucap Baron sambil menyimpan bungkus rokok yang sendari tadi berada di sampingnya.
Adel menghembuskan napasnya dengan gusar seraya mengusap wajahnya. "Terus gue harus kaya gimana? Jujur, gue bingung Ron. Ini terlalu cepet buat gue."
"Adel, rokok itu nggak baik buat tubuh lo. Rokok dan minuman beralkohol bukan cara yang bener untuk lo ngelampiasin semua rasa sedih, kesel, benci lo yang udah lo rasa sekarang. Gue tau, kalo lo udah kayak gini. Pasti lo lagi punya banyak pikiran, banyak masalah kan? Sini mending lo cerita sama gue. Gue akan bantu sebisa gue. Kan gue udah pernah bilang sama lo. Kalo lo butuh temen curhat, gue siap buat ndengerin semua curhatan lo. Gue nggak akan judge lo harus gini-gitu. Gue bakal dengerin masalah lo dan akan kasih lo saran terbaik yang gue bisa. Lo jangan ngelampiasin ini di rokok, minum, atau apapun. Gue nggak mau lo ngerusak diri lo sendiri cuman gara-gara masalah cowok" nasihat Baron panjang kali lebar.
Adel menangis dengan sendirinya, membuat Baron paham akan arah pembicaraan mereka. Kemana lagi kalau bukan masalah asmara Adel yang baru saja kandas.
"Gue bingung Ron. Gue nggak tahu, gue harus kayak gimana. Gue hanya nggak mau menjadi bebannya, terlihat rapuh didepannya. Gue tidak mau itu semua terjadi. Kalo emang gue harus rusak, gue nggak masalah. Kalo lo bicara soal masa depan. Gue udah nggak punya masa depan! Gue hanya ingin ngelihat dia bahagia. Meski itu bukan karena gue. Gue ikhlas lahir batin. Gue hanya ingin melihat ia tertawa lebar didepan gue, meski bukan gue penyebabnya"
Baron tersenyum getir, hatinya sakit setelah mendengar penuturan Adel. "Bagas ya? Gue tau dan paham perasaan lo kayak gimana. Gue juga ngerasain hal yang sama sekarang tapi gue beda. Gue mencintai seseorang tapi orang itu mencintai orang lain. Hidup kita sama-sama miris ya. Masa depan lo masih rahasia Tuhan. Lo nggak tau apa yang akan terjadi dimasa depan."
"Hidup gue udah hancur." Ucap Adel dengan lirih namun masih bisa terdengar oleh Baron. Mata Baron terbelalak dan menatap Adel sambil melotot.
"Apaan?" tanya Adel dengan sedikit sewot.
"Emang apa yang bikin hancur? Jangan bilang kalo virginity lo udah diambil Bagas?" ucap Baron dengan wajah yang polos.
Setelah mendengar apa yang dilontarkan oleh Baron. Sebuah jitakan melayang kearah Baron dengan mulus. "Enggak lah! Sehancur-hancurnya gue, gue nggak akan nyerahin itu dengan mudah. Itu khusus buat suami gue aja. Kalo lo mau daftar jadi suami gue, sorry langsung gue tolak." ucap Adel sambil tertawa.
Baron mengumpat dengan keras. "Anjing! Yaudah, ternyata lo pinter juga. Yahh lo mah gitu, gue belum mengajukan diri. Masa udah di tolak, kan nggak seru. Terus apa dong yang rusak?" Senyum merekah diwajah Adel karena mengetahui respon tubuh Baron yang teramat jelek.
"Baru tau kalo gue pinter. Belum saatnya lo tahu itu."
Mereka kembali tertawa lepas bersama hingga sebuah teriakan yang mengenterupsi kegiatan mereka. "Eh kalian yang diatas bukannya ikut upacara malah bolos. Tunggu disana ya saya dan tim kesiswaan akan segera ke atas! Kalian jangan kabur" Ucap Pak Eko selaku kepala Kesiswaan sekolah.
"Kaburr!!" ucap Baron seraya meraih jemari Adel dan mengajaknya lari bersamanya. Mereka berlari sepanjang koridor sekolah. Pihak kesiswaan telah mengejar tepat di belakang mereka.
Baron tetap menggenggam jemari Adel saat berlari dari kejaran para pencabut nyawa. Mereka bersembunyi di gudang sekolah. Lokasi ini terkenal angker, jadi nggak mungkin guru-guru berani kesini kecuali mereka ingin menguji nyali.
Baron duduk disamping Adel dan menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Jantung mereka berdegub dengan kencang bukan karena mereka saling jatuh cinta melainkan mereka usai lolos dari para pencabut nyawa. Berbicara tentang jatuh cinta atau jatuh hati, Baron telah jatuh hati kepada Adel tanpa ada yang tau kecuali dirinya dan Tuhannya. Namun kali ini mereka sungguh beruntung karena mereka sering berolahraga jadi ini tidak terlalu melelahkan dan terbebas dari malaikat pencabut nyawa.
Setelah beberapa menit bergulir dan hanya terdengar suara deru napas dari mereka berdua. Baron beranjak dari tempat duduknya lalu mengulurkan tangannya agar diraih oleh Adel.
"Udah lo jangan terlalu mikirin masalah lo. Lusa, lo akan perform di acara prom night kan? Lo harus fokus dengan masa depan lo. Ya, walaupun kita nggak bisa mengelak kehadiran masa lalu. Karena dengan adanya masa lalu kita bisa mempelajari sesuatu untuk masa depan kita. Gue akan selalu ada disini buat lo. Kalo lo mau curhat atau butuh apapun, lo bisa telpon gue. tenang nomor gue nggak akan ganti kecuali nomor gue kena sadap polisi. Gue selalu ada 24 jam buat mendampingi dan ngejagain lo."
Setelah mendengar hal itu, Adel tersenyum dengan sangat lebar. "Makasih Ron. Lo temen gue yang paling bisa ngertiin gue. Gue beruntung bisa bertemu dengan lo." ucap Adel sambil menepuk pundak Baron beberapa kali.
"Cuman temen ya?" Ucap Baron lirih setengah berbisik pada dirinya sendiri.
"Hah Apa?? Lo tadi ngomong apaan?" Tanya Adel dengan wajah bingung.
"Kagak bangsat. Emang gue ngomong apaan? Kuping lo kayaknya harus diperiksa di THT nih atau lo udah mulai halusinasi. Emang lo abis make?" Ucap Baron mencoba untuk mengalihkan arah pembicaraan.
Adel menatapnya dengan tatapan tajam. "Enak aja. Kuping gue baik baik aja ya. Sehat selalu njing! Gue nggak make barang gituan ya. Kalo lo nggak percaya, ayo periksa. Gue pastiin gue bersih dari barang kaya gitu."
"Udah deh, ini udah siang. Upacara juga udah kelar, mau masuk kelas juga udah telat banget. Lo mau latihan buat perform lo atau lo mau kemana gitu? Kalo nggak gitu mau bolos?" Tanya Baron secara bersamaan.
Adel menoyor kepala Baron. "Kalo niat mau nanya tuh satu-satu bang. Iya, gue mau latihan. Deadline udah mepet. Jadi nggak bisa main-main lagi. Kenapa mau nemenin?"
Baron berjalan menuju tangga. " Jangan di tonyor dong pala gue. Nanti kalo otak gue miring gimana? Kalo diizinin sih gue mau nemenin lo latihan. Boleh?"
Adel tersenyum dengan lebar. "Boleh dong. Apa sih yang nggak buat lo. Tapi, jangan baper ya. Gue becanda doang." Lagi dan lagi Adel tersenyum dengan lebar melihat wajah Baron yang masam seperti itu.
"Santai kali. Kayak sama siapa aja sih. Ngapain juga gue baper sama lo yang ada gue bakal gatel-gatel tuh kalo udah main sama lo. Yaudah ayo." ajak Baron sambil menggenggam tangan Adel.
Bohong.
Semua yang telah Baron ungkapkan adalah bohong, jauh sebelum Adel mengatakannya Baron telah baper atau lebih tepatnya jatuh cinta kepada Adel. Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang musik.
Banyak mata yang menatap sinis dengan terang-terangan. Mungkin karena seragam Adel tercium bau rokok. Baron tampak cuek dengan tatapan itu karena dia sudah sering mendapatkan tatapan seperti itu begitu pula dengan Adel, bahkan ia bersiul dan bersenandung kecil.
Tak heran banyak siswa yang menatap mereka berdua, Baron dan Adel sudah cukup terkenal disekolah.
Baron terkenal karena dia ketua ekstra basket dan badboy sedangkan Adel terkenal karena badgirl, dan atlet renang andalan sekolah. Bukannya sombong atau apa, Adel dan Baron sering menyumbangkan berbagai jenis piala dan penghargaan kepada sekolah ini. Fans Baron sangat banyak disini hingga terkadang Baron menerima bingkisan makan siang dan langsung diberikan ke Adel.