Katakanlah jika Baron sangat jahat namun dia melakukan hal itu agar mereka (khususnya para fans) tidak semakin melewati batas privasinya. Sudahlah lupakan semua penjelasan itu, kalau bisa sih tidak perlu dibaca.
Acara prom night sebentar lagi akan diselenggarakan. Adel menjadi salah satu perwakilan dari kelas 11 Ipa 4 harus menyumbangkan suara emasnya bersama dengan Baron.
Tapi, sepertinya mereka berdua berbeda waktu dalam penampilan. Mereka ditunjuk untuk tampil solo sesuai dengan arahan dari panitia dan sialnya, ketua pelaksana prom night tahun ini adalah Antonio Bagaskara. Orang yang telah Adel hindari di sekolah .
Bagas adalah ketua OSIS tahun ini. Jadi, sudah menjadi kewajibannya untuk menyiapkan acara pelepasan kakak kelas tahun ini.
Hari penyelenggaraan promnight semakin dekat, para pengisi acara, panitia semakin sering berkumpul. Entah itu hanya sekadar membahas rundown acara, kebutuhan properti extra, atau hanya membahas urutan tampil di acara prom night kali ini.
Semakin sering intensitas berkumpulnya panitia dan pengisi acara prom night, membuat Adel sering bertemu dengan Bagas. Bagas sering tertangkap mata oleh Adel jika dia sedang menatap Adel dalam-dalam. Adel hanya mampu bersembunyi di balik tubuh Baron yang berada di depannya seolah-olah Baron adalah tameng manusianya.
Adel harus menguatkan hatinya agar dapat bersikap profesional jika ia berada di dekat Bagas. Hatinya meminta untuk Adel berlari dan memeluk tubuh Bagas. Namun pikirannya menyangkal keinginan itu karena baginya Bagas telah membuat kesalahan yang fatal. Jadi, sekarang Adel merasa bimbang harus menuruti keinginan hati atau pikirannya.
back to topic...
---------------------------------------------------------------------------------
Setiba di depan ruang musik, Baron menempelkan kartu yang mirip dengan kartu kamar di hotel bintang 4 dan menekan tombol didaun pintu. Menekan tombol angka 2 yang artinya, ruangan sudah terbooking untuk 2 orang saja.
Jika, ada orang yang ingin masuk ke dalam dengan kondisi didalam telah ada 2 orang. Maka, pintu tidak akan bisa terbuka. Seperti terkunci dari dalam secara otomatis.
Seluruh ruangan di sekolah ini telah dilengkapi sarana dan prasarana sekolah yang cukup memadai dan bisa dibilang cukup canggih. Maka dengan adanya sistem otomatis ini membuat ruangan ini atau bahkan ruangan lainnya serasa milik pribadi. Ini bertujuan untuk menghargai privasi murid itu sendiri, seperti studio rekaman pribadi.
Hanya ada Adel dengan Baron.
Adel segera duduk di atas kursi dan mengambil sebuah gitar akustik, ia memetik senar gitar dengan lemah. Adel telah memikirkan sebuah lagu yang akan yang dia nyanyikan pada saat promnight lusa. Tapi, Adel tidak akan menyanyikannya sekarang, agar semuanya surprise.
Adel ingin membuat kejutan untuk mereka yang mendengar lagu yang akan dia nyanyikan. Baron duduk diatas sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan piano.
"Lo mau nyanyi lagu apaan buat acara besok, Ron?" Adel membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan klasik.
Baron menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal agar memberi kesan ia sedang bingung, "Nggak ngerti gue masih bingung. Lah lo mau nyanyi apaan?"
Adel menjawab dengan mantap. "Gue sih mau nyanyi 1 lagu aja tapi judul nya masih rahasia. Lo nggak perlu tau. Tunggu waktu prom,"
Baron membuang pandangan kearah lain.
"Oh gitu, sekarang udah main rahasia-rahasia nih. Prom night ayo duet sama gue. Mau nggak?" mendengar hal itu membuat Adel mau tidak mau memberikan sedikit bocoran tentang rencananya.
" Gue cuma mau bikin kejutan buat mereka. Tenang gue nggak akan buat onar disana. Emang dibolehin sama panitia?" ucap Adel sedikit tidak yakin dengan ucapan Baron.
Baron mengangguk, "Entar biar gue yang bilang ke panitia. Pasti diizinin, secara yang izin itu gue. Baron Pratama. Cowok paling terkenal dan termanis se-antero sekolah." Ucap Baron dengan percaya diri.
Adel mendengus melihat sikap Baron yang terlalu percaya diri. "Pede amat sih. Emang suara lo enak?"
Baron mengangkat kepalanya sedikit keatas. Seolah menampilkan bahwa dia sombong. Namun Adel hanya terkekeh melihat kelakuan sahabatnya yang satu ini. "Jelas lah. Orang gue ini sering ikut lomba pencarian bakat. Mulai dari gue kecil sampe sekarang. Mulai dari gue TK sampe sekarang, gue tuh pawang nya nyanyi. Asal lo tau aja yaa, dulu tuh Krisdayanti aja les nyanyi ke gue."
Adel menatap Baron dengan tatapan tidak percaya.
"Terus lolos? No picture hoax." ucap Adel dengan nada meremehkan.
Baron mengangguk dengan semangat, "Lolos ke 5 besar. Tapi belum pernah menang sih. Mungkin penyelenggaranya nggak kuat buat denger suara gue." Jelas Baron sambil tersenyum dengan lebar.
"Ehh Dasar bodoh. Lo tuh emang bodoh dari sono nya atau itu cuman akal-akalan lo aja biar bisa buat gue ketawa." Hina Adel dengan tertawa lepas. Mereka berdua kembali diselimuti situasi hening. Hingga membuat Baron dilanda rasa bosan yang sangat membunuh.
Baron mengusulkan sebuah ide konyol. "Yaudah, gimana kalo sekarang kita nyanyi lagunya Tulus. Itung-itung latihan gitu, biar nggak gabut kaya gini."
Adel menatap Baron dengan jengah. " Yang apaan? Lagunya banyak kali." ucap Adel dengan malas.
"Yang judulnya pamit. Sekalian kita buat video covernya gimana? Buat channel yutub bareng gitu. Biar pernah," ucap Baron menyuarakan ide gilanya.
"Terserah lo sih. Gue ngikut aja," Adel hanya menggangguk perlahan secara beberapa kali.
"Oke, lo tunggu sini ya. Gue mau ambil kamera dulu ya di kelas." ucap Baron sambil beranjak dari duduknya.
"Oke. Jangan lama-lama. Nanti gue diculik om-om gimana?" ucap Adel dengan nada manja yang dibuat-buat, sengaja untuk memancing reaksi Baron.
"Iya sayang". Jawab Baron dengan tertawa lepas.
Adel menanggapi dengan raut wajah seperti menahan sesuatu lebih tepatnya menahan muntah, "Jijik! Udah sana." usir Adel tak tahan dengan tingkah laku Baron.
Baron tersenyum, "Gue tinggal bentar ya, jangan kangen." Ucap Baron sambil melenggang keluar.
"Bacot!" mendengar teriakan Adel yang cukup menggelegar membuat Baron tertawa lepas.
Adel ditinggal sendiri disini. Diruangan musik yang sepi ini. Kalau begini, suasananya menjadi semakin menakutkan. Adel meletakkan gitas akustik yang sendari tadi ia bawa dan berjalan menuju piano. Adel menekan tuts piano dengan perlahan. Entah apa yang akan dia nyanyikan.
Jari jemarinya seolah bergerak dengan sendirinya.
Bergerak tanpa diperintah oleh otak. Entah apa yang ada didalam pikirannya. Sangat kalut dan tak tentu arah. Pemikirannya terhenti disatu titik yaitu disaat dia memergoki Bagas sedang bersama dengan Kayla. Adel meringis mengingat hal itu. Rasa nyeri itu kembali muncul dipermukaan.
Pemikiran Adel terpaku terhadap memorinya bersama Bagas. Adel menatap langit-langit ruangan yang kedap suara. Ia berteriak dengan kencang, ia tak peduli dengan keadaan sekitarnya. Yang ia pikirkan hanya ia bisa melampiaskan amarahnya. Adel memejamkan mata dan menormalkan detak jantungnya yang entah mengapa berpacu dengan cepat.
Apakah ada yang salah dari jantung nya?