Chereads / ANGKASA / Chapter 22 - Bagian 20

Chapter 22 - Bagian 20

"Tenang sa, setelah pak Makrus angkat kaki dari kelas ini kita jalankan aksinya. Gue ngalihin guru biar liat Pandu bagi-bagi roti gratis, dan lo ambil alih deh siaran streaming seorang Angkasa. Puisinya jangan lupa deh." Virgo memandu.

"Kalau bu-"

Virgo langsung menyahut, ini rencana sakralisme. Jangan disia-siakan Angkasa, ia sudah menyuruh Virgo agar membuat 30 roti dengan selai berbagai rasa, katanya Pandu untuk syukuran juga karena ayahnya ulang tahun, pemilik roti mah bebas ya bisa buat sendiri? Kalau gratis? Mari kita bergerombol dan mengkrubuti Pandu.

🌸🌸🌸

"Ehhem" deheman berat yang Bintang kenal pun terkejut saat ia sedang nyenyaknya tidur memimpikan dirinya telah dinobatkan seorang ratu dan rajanya Angkasa. "Wah, Angkasa berani banget yah." Bintang mulai merenggangkan kedua tangannya, tidur dengan posisi membukuk dan tangan sebagai tumpuannya terasa pegal dan kesemutan. Terlalu merasa bebas merentangkan tangannya sampai mengenai wajah Yana yang sedang enaknya stalker calon doi.

"Aduh Bintang, tangan lo hampir gue gigit." keluh Yana dan menyingkirkan tangan Bintang yang hampir masuk ke mulutnya, terlalu fokus dengan cogan dan mengagumi ciptaan Tuhan sampai mulutnya tak sadar menganga.

Bintang menoleh bingung, nyawa orang bangun tidur terkadang nyawanga belum sepenuhnya terkumpul. "Apa Yamaha? Angkasa kok berani ya nyairin pernikahan gue ke seluruh rakyatnya." Bintang melantur, membicarakan mimpinya barusan. Yana mengernyit heran, nikah?

"Sadar woy, lo masih ingusan juga." ledek Yana halus.

"Saya akan membacakan puisi untuk seorang yang spesial. Dengarkan yah suara merdu dan sexy saya?" Angkasa yang mengucapkan tersebut juga bergidik, semua ini saran Virgo, bahkan basa-basinya pun sudah tertulis disini.

Seisi kelas menjerit tak jelas, ada yang baper dan ada juga yang berdoa bersama berharap menjadi target Angkasa saat ini, siapa orang itu?

"Andai kau rembulan."

"Hawww mau jadi Bintangnya dongg, biar berdampingan." teriak cewek-cewek centil, Rara. Semua mulai terbawa suasana, di seluruh kelas pun mendadak sunyi. Guru? Pandu sudah mengatur semuanya.

"Pak, bu. Ayo dicoba roti buayanya. " tawar Pandu lagi dengan senyum semanis gulanya, guru dikantor ini pun sudah curiga dengan tingkah Pandu yang sangat tiba-tiba menggiring semua guru agar ke kantor, dan pintunya harus dikunci supaya murid disini tak mengkrebutinya, ini gratis bu, pak.

"Ini gratis semua kok. Yakin tidak ada yang mau? Ya sudahlah, saya kembali ke kelas." Pandu berpura-pura sedih, dan bu Ghina pun menahannya. "Jangan, ya sudah bagikan rata ya." ujarnya ramah, yess! Berhasil.

"Sinarmu bukanlah murni, melainkan dari matahari."

"Baperrr, walaupun kata mbak gue rembulan itu gak cocok buat perumpamaan karena permukaannya. Gak apa-apa kalau buat Angkasa," sahut-menyahut cewek baper, salah tingkah, bahkan ada yang gulung-gulung ke lantai karena percaya dirinya sangat tinggi. Ia adalah Rena, Angkasa juga pernah dekat dan berbincang dengannya karena saat itu seleksi olimpiade Fisika.

"Wah-wah-waw-haw-aw. Si Rena kayak gorengan aja, sama setrika keliling kampung." Raka juga mulai heboh, suasana kelas Bintang semakin ricuh

Sedangkan Bintang masih tak tau ucapan Angkasa. 'Buat Bela mungkin? Kan baru putus, bisa aja kan pingin balikan.'

"Andai kau adalah lautan. Akan aku sebrangi tak peduli keadaan."

"Awas ada badai sa! Kalau paus mau kenalan sama lo gimana?" Raka heboh lagi, ia mulai naik di meja. 'Gue juga mau dong ngerayu cewek-cewek kayak gitu, biar populasi cogan disini tidak musnah dan terbengkalai kan karena lamanya jomblo?'

Rara tak terima, ia melayangkan pukulan pada kaki Raka dengan sapu. Sedangkan Ira membawa cikrak untuk mengangkut Raka entah kemana agar tak merusak moment romantis ini!

"Lo tuh berisik banget sih, ingat yah ucapan adalah doa. Mau doain Angkasa mati gitu hah?" dengan kesal Rara memukuli kaki Raka seperti maling yang tertangkap basah. "Ra, buruan kita angkut." Ira mengarahkan cikrak bersiap menampung tubuh Raka yang entah muat atau cikraknya menjadi amoeba membelah diri.

Seisi kelas melihat ketiga manusia itu heran, tertawa, dan lucu juga.

"Hatiku ada yang menyinggahinya. Dia adalah benda yang bercahaya."

"Ah pasti gue, wajah putih, glowing, mulus kayak kaca. Kurang apalagi kalau Angkasa suka sama gue?!" Rara bertambah baper

"Halah, muka ditambal juga." Raka meledek, benar kan? Menghina seusia fakta, Rara itu bedaknya tebal delapan langit, beribu turunan. Sampai saat musim hujan, Rara yang belum sempat berteduh saja polesan make-up luntur, liptint yang merah mudah menjadi bibir aslinya yang pucat, alis yang terbentuk dengan pensil apa itu ala korea-korea, maskara agar lentik, eyes shadow berwarna merah muda tak terlalu kentara menjadi rusak.

"Bilang aja lo iri kan karena item, udah gede masih main layangan disawah, sama anak kecil juga." Rara mulai berdebat, sama Raka tak akan habisnya yang dibahas apa disindir sadisnya mana.

Memang sih Raka anak bolang, tapi itu petualangan kan?

"Masih item tapi dulu pas MOS suka kan?" dengan sekuat tenaga cewek Ira mendorong tubuh Raka agar mau duduk di cikrak. Di diamkan malah menjadi, di baikin kembuat naik pitam dan gemes.

🌸🌸🌸