Bismillah...
Dari pangkal tangga, berdiri seorang anak laki-laki yang saat ini sedang mengamati dengan diam keadaan ruang keluarga di bawah sana. Senyum samar terukir di bibirnya, bola matanya tak lepas dari gadis cantik berpashmina biru langit yang sedang mencium tangan mam Najma. "Astaghfirullah" Ucapnya lirih mencoba menghalau niat setan yang mengajaknya bermaksiat dengan memandang gadis cantik itu lekat-lekat. Ia mencoba menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan.
Alisnya yang lebat menambah keindahan wajahnya. Saat ini tak nampak sorot mata jenaka yang disukai oleh banyak gadis dari matanya karena mengingatkan pada aktor tampan Jim Carrey yang sering membintangi film bergenre komedi, tatapan yang serius telah menggantikannya.
Tapi pandangannya kembali, sekeras apapun dirinya berusaha untuk menjaganya. Ia melirik koko yang dipakainya saat ini, kemudian lagi menatap gadis cantik berpashmina biru langit yang memakai tunik dengan warna yang senada. "Ah, ternyata kita memang berjodoh. Lihat saja, bajuku dan bajumu berwarna sama". Gumamnya lirih sambil tersenyum (Akmal naif banget ya hehe).
Akmal menuruni tangga dengan sedikit berlari kecil. "Hai, assalamualaikum teman-teman?", sapanya pada tiga sahabatnya ketika dirinya sampai dihadapan mereka.
"Waalaikumsalam". Akmal menyalami Faiz, mereka berdua berjabat dan saling menautkan pundaknya seperti biasa ketika bertemu satu sama lain. Kemudian menangkupkan kedua tangannya di dada menghadap pada Riza dan Wardah. Keduanya melakukan hal yang sama, membalas.
"Cieeeh, warna bajunya samaan nih ye" Wardah yang pertama kali langsung menyadari dan berkomentar.
Akmal senyum-senyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, desiran di hatinya semakin kencang. Ia menutupi rasa itu dengan cara berdehem.
Sementara Riza langsung menatap ke arah baju koko Akmal dan bergantian melirik ke arah baju tuniknya. Aah iya ternyata warna baju Akmal dan dirinya sama-sama berwarna biru langit. Ia tersenyum kemudian menunduk malu, eh ebetulan sekali.
Riza jadi aneh dengan perasaannya sendiri. Sejak kemarin setelah dirinya mendapat telpon dari laki-lai itu ia terus memikirkannya, dan kini jantungnya mulai berdenyut tak menentu. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya ....
"Za, pssst" Wardah menggoyang-goyangkan lengannya"
"Eh oh..emmm"
"Tuh...mulai ngelamun lagi kan?
Wardah mencoba mengingatkan, ia berbisik pelan pada sahabatnya yang berperilaku aneh, agar tak terdengar oleh telinga-telinga lainnya di ruangan itu.
Pipinya nampak bersemu pink kemudian menggeleng-gelangkan kepalanya sendiri. Riza terlihat agak salah tingkah, karena sikapnya yang diluar kesadarannya dipergoki oleh Wardah.
Faiz menatap ketiga sahabatnya sesaat, berhenti di manik mata Riza kemudian membuang tatapannya ke arah lain.
"Terimakasih sudah mau berkunjung ke rumah ya".
"Bro, tadi nggak pake acara nyasar kan?"
"Ng..nggak, tadi kami janjian di halte biasa" Faiz agak sedikit tergagap ketika Akmal tiba-tiba bertanya padanya ketika sedang menenangkan hatinya. Selanjutnya Akmal mengajak Faiz berpindah tempat duduk ke tempat laki-laki.
Acara tasyakuran berjalan dengan khidmat, pap toni mendatangkan seorang ustadz untuk memimpin acara tersebut. Beliau memberikan nasehat-nasehat kebaikan agar senantiasa merasa bersyukur pada Allah, karena mba Zihan telah menuntaskan pendidikannya di kedokteran hingga mampu melampaui proses koas di luar kota dan lulus ujian, kemudian mengikuti internship sehingga setelahnya ia sudah mendapatkan izin untuk praktek dokter.
Beliau juga berpesan agar mba Zihan menjadi dokter yang amanah, tidak memandang status pasiennya kelak agar ilmu yang didapatnya menjadi barokah.
Setelah doa-doa yang dipanjatkan ke langit pada acara syukuran tersebut, kemudian acara dilanjutkan dengan makan makanan kecil yang sudah disediakan. Wardah dan Riza membantu mam Najmi mengeluarkan hidangan yang dikeluarkan.
Tepat setengah jam kemudian keluarga mas Rizki datang setelah acara syukuran selesai. Mas Rizki memakai baju yang serasi nampak gagah diapit oleh kedua orang tuannya.
Dihadapannya tepatnya tidak jauh dari pintu masuk ke dalam rumah, pap Toni dan kerabat menyambut kedatangan mereka. Setelah beramah tamah sejenak dan menerima pemberian yang dibawa oleh keluarga mas Rizki untuk mba Zihan, kedua belah pihak akhirnya memasuki ruangan.
Kini keluarga pap Toni dan keluarga Mas Rizki duduk berhadap-hadapan. Mba Zihan nampak menawan dengan gamis sederhana dengan aksen brukat dibagian tangan dan bagian bawah gamisnya. Nampak sekali jika baju tersebut mahal dan berbahan mewah karena keluaran merek baju hijab terkenal, ia tampak sangat elegan. Beberapa kerabat mas Rizki bahkan berkomentar bahwa calon mas Rizki itu sangatlah cantik.
Kepalanya menunduk, ia terlihat gugup walaupun duduk diantara mam dan papnya. Mamnya sesekali mengusap punggung mba Zihan. Sepatah dua patah kata sambutan dari keluarga mas Rizki. Tiba saatnya juru bicara dari keluaga mas Rizki untuk menanyakan kesediaan mba Zihan menerima lamaran yang diperuntukkan bagi mas Rizki.
"Apakah ananda Zihan Ayunda, menerima lamaran Rizki Haryoko?". Kegugupan mba Zihan juga nampak di gestur tubuh mas Rizki, meskipun ia mencoba menenangkan degupan jantungnya tetapi nampak jelas bahwa ia sedang gugup. Menanti jawaban ataupun anggukan dari gadis berparas ayu dihadapannya yang sesuai dengan nama dibagian belakangnya.
Beberapa saat hening, mba Zihan mengangkat wajahnya. Mam Najmi dan pap Toni menggenggam jemari mba Zihan. Setelah merasa mendapat dukungan dari orang tuanya, mba Zihan tersenyum "Insyaallah saya menerima", kemudian mba Zihan menundukkan pandangannya lagi. Perasaannya lega menerima lamaran dari mas Rizki menyeruak setelahnya.
"Alhamdulillah" Hampir bersamaan orang-orang yang berada dalam ruangan tersebut menggumamkan rasa syukurnya dan bernafas dengan lega. Senyum kebahagiaan terukir di wajah semua orang yang hadir.
Mam Najmi dan pap Toni memeluk haru anak gadisnya yang sebentar lagi akan melepas status lajangnya. Mba Zihan membalas pelukan kedua orang tuanya.
Suasana yang tadi agak tegang mencair dengan jawaban mba Zihan. Kemudian para orang tua menyepakati tanggal pernikahan yang akan dilangsungkan di hotel milik pap Toni. Satu bulan lagi acara pernikahan tersebut akan digelar.
Acara siang itu ditutup dengan acara makan-makan dengan aneka macam hidangan mewah. Keluarga pap Toni berusaha menghormati tamunya secara maksimal. Sebagian ada yang memilih untuk sholat dhuhur dahulu di mushola keluarga yang luas di bagian belakang rumah itu, karena suara adzan berkumandang setelah beberapa menit acara selesai. Sebagian yang lain ada yang tinggal untuk menikmati hidangan sebelum melaksanakan sholat wajib.
"Riz, ayo sholat dulu", ajak Wardah pada sahabatnya. Setelah sebelumnya bersalaman dengan mba Zihan karena tadi pagi ketika mereka datang mba Zihan belum keluar dari kamarnya. Ia menggandeng tangan Riza menuju ke mushola. Di tengah jalan ke mushola mam Najmi memanggil keduanya.
"Arda, Riza, sini nak makan dulu"
"Terimakasih mam, tapi kami ingin sholat terlebih dahulu biar tenang makannya" sahut Wardah. Riza mengaangguk setuju dan kemudian pamit untuk melanjutkan ke mushola. Mam Najmi mengangguk, membiarkan mereka berlalu dan mengecek beberapa hidangan yang harus ditambahkan.
Setelah memanggil bagian yang bertangung jawab pada hidangan, mam Najmi melanjutkan langkahnya menuju ke kamar untuk melaksanakan sholat dhuhur di sana. Beliau mengambil mukena bersih di tempatnya, menggelar sajadah dan memulai sholatnya, sementara pap Toni dan Akmal melaksanakan sholat berjamaah dengan para tamunya di mushola.
****
Assalamualaikum.
Hai readers, terimakasih sudah membaca ya..
Maaf jika ada kesalahan penulisan istilah dalam pendidikan ilmu kedokteran.
Cerita "Perjalanan Cinta Riza" ini masih terus bersambung dengan episode-episode selanjutnya
Insyaallah kalau tidak sibuk, author akan update satu episode setiap hari..
Nantikan ya (^v^)