Chereads / Perjalanan Cinta Riza / Chapter 14 - Sore Itu

Chapter 14 - Sore Itu

Bismillah

"Tin..Tin.. Ayo" Akmal sudah ada di belakang kemudi untuk mengantarkan ketiganya ke kediaman masing-masing.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju kostan Faiz. Jalanan nampak padat saat ini, Akmal mengemudikan mobilnya dengan hati-hati.

"Terimakasih manteman, sudah mau berkunjung ke rumah dan ikut-ikutan sibuk tadi"

"Nggak masalah Mal, kita kan soulmate"

"Iya, sama-sama"

"Sama-sama, kita juga makasih jadi dapat perbaikan gizi... hehehe"

(Dan kalian tahu kan siapa yang jawabnya paling singkat itu? Wkwkwk)

"Assalamualaikum. Makasih ya, Mal. Mau mampir dulu nggak?". Faiz mengucapkan salam dan menawarkan mampir sesampainya ia di depan kostan.

"Waalaikumsalam. Mungkin lain kali kita main ke kostan kamunya ya"

"Iya, aku juga udah pingin pulang ke rumah. Tadi papi telpon sudah di jalan mau pulang ke rumah juga"

"Oke lah kalau begitu". Faiz melirik Riza sekilas. Gadis itu sepertinya sedang berbalas pesan di handphonenya sehingga tidak ikut menimpali tawarannya.

Ibu send: "Assalamualaikum"

Riza send: "Waalaikumsalam,bu"

Ibu send: "Sedang apa,nduk?"

Riza send: "Ini dari rumah Akmal,bu"

Ibu snd: "Ooh... Masih lama di rumah Akmalnya,nduk?"

Riza send: "Alhamdulillah..sudah mau pulang

Ibu send: "Oooh.. Ya sudah hati-hati di jalan nduk, salam buat teman-temanmu ya"

Riza send: "Baik bu, insyaallah disampaikan. Riza, sayang dan kangen ibu terus"

Ibu send: "Iya nduk, ibu juga sama. Nduk sudah dulu ya, ibu mau ngangkat jemuran padi dulu sekarang sudah sore".

Riza send: "baik,bu. Assalamualaikum.

Ibu send: "baik-baik di sana dan semoga Allah selalu melindungimu, nduk". Waalaikumsalam

"Riza kangen ibu" Lirihnya, ia berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya dengan menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat. Beberapa bulan ini ia tak sempat pulang karena kesibukannya menjelang Ujian Kelulusan. Ibunya yang ingin mengunjunginya pun dilarangnya karena khawatir akan merepotkan. Begitulah Riza, gadis itu selalu bersedih jika mengingat ibunya meskipun hampir 3 tahun tinggal berjauhan dengan ibu Leni.

Suasana di dalam mobil menjadi tidak nyaman. "Ibu baik-baik saja, Za. Nanti kalau sudah selesai ujian kelulusan kita temenin kamu pulang ke rumah ya ..." Wardah memeluk bahu Riza dan mengelus-ngelus punggungnya. Air mata Riza malah tambah meluruh tak dapat dihalau, menyisakan isakan yang ditahan.

Akmal memperhatikan Riza dari kaca spion tengah sambil terus berkonsentrasi menyetir, ia menyodorkan tisu ke seat bagian belakang yang kemudian diraih oleh Wardah. Saat ini hatinya juga ikut sedih melihat gadis pujaannya menangis. Dari dulu ia bertekad untuk selalu membuat Riza bahagia dan melindunginya.

"Iya Za, nanti aku antar kamu ke rumah ketemu sama ibu"

Riza diam saja tak menjawab, ia masih merasakan kesedihannya.

Setengah jam kemudian,

"Maaf Za, aku turun duluan ya. Jangan sedih lagi. Insyaallah nanti aku ke kostanmu" Wardah merasa tak tega meninggalkan Riza sendiri akan tetapi dirinya sudah ada janji dengan kedua orang tuanya untuk berkunjung ke kerabatnya sepulangnya mereka dari luar kota.

"Iya, Arda. Makasih, aku nggak apa-apa ko" Balas Riza dengan senyum yang dipaksakan.

Suasana mobil menjadi semakin sunyi, kini hanya ada Riza dan Akmal yang tertinggal. Tidak ada yang berniat membuka percakapan. Riza memalingkan pandangannya ke luar kaca mobil, dirinya berharap bisa terhibur dengan posisinya seperti itu.

Akmal melanjutkan laju mobilnya, beberapa saat kemudian melambat. Ia memarkirkan kendaraannya di parkiran sebuah taman kota. "Kita ke sini ya". Riza masih tak menjawab tapi ia mengikuti Akmal yang sudah turun lebih dulu dan membukakan pintu untuknya.

Suasana taman kota sore itu sangat ramai, banyak yang datang ke sana baik bersama keluarga maupun pasangannya ataupun sendirian saja untuk sekedar duduk-duduk menikmati keramaian di sana. Anak-anak kecil berlari-larian kesana kemari. Ada juga muda mudi seumuran mereka yang sedang joging ataupun sekedar duduk-duduk menghabiskan waktu.

Semua yang berada di sana nampak ceria. Tiba-tiba "Bluk !!!. Astaghfirullah!" Riza memekik kaget ketika tiba-tiba ada bola melaju kencang mengenai kepalanya.

Akmal langsung menoleh ke arah Riza kaget. Dia ingin mengelus kepala gadis itu tapi diurungkan niatnya setelah tangannya berada 1 centi di dekat kepala yang ia tuju, dirinya ingat tak boleh menyentuh gadis itu karena ia bukan mahrom.

Wajahnya memerah menahan marah, memandangi ke seliling mencari siapa yang dengan tega melemparkan bolanya hingga mengenai kepala Riza. Sedangkan Riza masih memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan.

"Kamu nggak apa-apa, Za" Akmal bertanya khawatir.

"Ng..nggak apa-apa Mal" Tapi wajahnya meringis menahan sakit.

"Ayo duduk di sana". Akmal jadi serba salah, ia ingin menghibur Riza dengan mengajaknya ke taman kota tetapi gadis itu malah terkena lemparan bola setelah sampai di sana. Dirinya berniat memapah Riza sampai ke bangku taman yang kosong tapi ia yakin bahwa niat baiknya belum tentu diterima dengan baik.

Tidak lama setelah keduanya duduk di bangku taman sambil meminum minuman yang dibelikan Akmal, ada dua orang anak kecil usia SD mendekati mereka berdua dengan wajah merasa bersalah. Mereka memandangi bola yang ada di tangan Akmal kemudian beralih pada pemegangnya yang terlihat galak dan berhenti pada gadis yang masih agak pucat karena kaget dan sakit terkena lemparan bola tadi.

Gadis cantik berhijab yang sedang mengelus-ngelus kepalanya sendiri itu tiba-tiba memandang ke arah kedua anak tadi tapi tidak ada tatapan kemarahan darinya melainkan tatapan menenangkan membuat keduanya memberanikan diri untuk mendekatinya. Tapi kemudian urung karena melihat laki-laki yang duduk berjarak dari gadis itu menatap mereka dengan mata galak.

"Heh, kamu tadi yang melempar bola ke kakak Riza ya?!" Dua anak laki-laki yang berada beberapa meter didepannya seperti ketakutan dan saling berpandangan kemudian membalikkan badannya hendak pergi menjauh dari tempatnya sekarang.

"Dek, sini jangan pergi dulu" Ada suara lembut dari arah belakang yang membuat kedua anak tadi tak jadi melangkah pergi. Sejenak mereka saling memegang lengan temannya dan berbalik lagi pelan-pelan.

"Ini bola kalian?" Riza hendak menyodorkan bola yang sekarang ada di tangannya.

"Eh minta maaf dulu sama kak Riza!"

Akmal menahan bola yang akan diulurkan Riza kepada dua anak tadi.

"Emm..kak, kami minta maaf ya. Tadi nggak sengaja bolanya mengenai kepala kakak" salah satu dari anak itu akhirnya meminta maaf setelah sebelumnya saling menyalahkan.

"Iya... sudah kakak maafkan ko. Tapi lain kali kalian harus berhati-hati ya". Riza tersenyum lembut, membuat Akmal bertambah kagum pada sosok gadis di sampingnya. Padahal tadi Riza nampak sangat kaget dan mukanya pucat karena bola itu mengenai kepalanya sangat keras tapi sekarang ia malah memaafkan anak-anak itu.

Setelah anak-anak itu berpamitan Akmal dan Riza duduk lagi d bangku taman.

"Kamu baik sekali, Za"

"Biasa saja, Mal. Mereka nggak sengaja dan juga sudah minta maaf"

"Apa kamu sudah merasa baikan?"

"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat"

"Perasaanmu?. Maksudku rasa sedihmu karena belum bertemu ibu, apa sudah berkurang dan sedikit terhibur dengan suasana di taman ini?"

"Mmm.. Insyaallah"

Kembali mereka terdiam di tengah keramaian. Setelah menghabiskan setengah minumannya dan cemilan yang dibelinya tadi Riza mengajak Akmal untuk beranjak dari situ.

"Yuk, Mal. Ini sudah semakin sore"

"Sebentar, Za. Ada yang mau aku bicarakan"

"Masalah apa?"

"Emm.. Bukan masalah besar sebenarnya. Hanya masalah hatiku". Akmal sebisa mungkin menormalkan suaranya. Menahan degupan yang menghebat dijantungnya. Ia memandang gadis disebelahnya dengan beragam rasa, rasa yang harus ia ungkapkan atau ia penjarakan kembali dalam hatinya.

"Ka..kamu sakit, Mal?. Wajahmu tampak kacau"

Riza menatap Akmal khawatir ....

(Eitt.. jangan berhenti di sini baca ceritanya ya, bentar lagi Akmal bakal ngungkapin perasaannya coba tebak apa jawaban dari Riza?)

****

Assalamualaikum..

Hai readers, terimakasih sudah terus membaca ya.

Jangan lupa subscribe dan beri vote, agar author lebih semangat lagi nulis ceritanya (^v^)