Begitu Grace menapaki lantai dua, Aaron telah berdiri di dalam kamarnya. Kenzie memiliki cara efisien ketika dihadapkan pada cucunya yang sangat keras kepala. Setelah Grace lewat, diam-diam ia mengintip bagaimana tingkah gadis yang begitu bahagia.
Menutup pintu, Aaron mengulum bibir. Kenzie sudah menunjukkan langkah pertama dari kata-katanya.
Tok. Tok. Tok.
"Kakek, Grace mau keluar, sama Kenzie," panggil gadis berbalut hoodie hijau seraya mengetuk pintu berukiran rumit. Mendapat jawaban dari dalam, gadis itu bergegas pergi.
Grace menapaki satu persatu anak tangga dengan riang. Senyum manis menghiasi wajah kecilnya. Tampaknya senyum yang dimiliki Grace menulari Kenzie.
"Ayo."
###
Selama perjalanan, Grace asik menatap ke luar jendela. Jalanan terlihat indah malam ini.
Sementara Grace sibuk memandang suasana malam kota, laki-laki berkaos putih dipadukan kemeja navy bertanya. "Grace, kita makan dulu ya?"
Jawaban yang diterima berupa gumaman. Oleh sebab itu, ia paham Grace tidak akan bicara lebih jauh jika tidak dipancing. "Ada request?"
"Terserah lo," sahut Grace masih dalam posisi yang sama. Tujuannya memenuhi ajakan Kenzie untuk meminta pembatalan perjodohan. Jadi, buat apa bersikap layaknya pasangan?
"Oke."
Tempat yang dipilih Kenzie adalah kedai burger. Setelah memarkirkan mobil, ia tak langsung keluar. Tangannya bergerak melepas kemeja kemudian meraih sesuatu di kursi belakang. Sebuah hoodie hijau tua.
Grace paham maksud perilaku manusia itu. Mencocokkan outfit yang mereka kenakan.
"Grace, nih."
Keluar dari mobil, Kenzie memperlihatkan bando hitam dengan hiasan kupu-kupu yang indah. Grace tak mengerti maksud Kenzie sampai remaja itu meletakkan bando di atas rambutnya.
"Apaan sih lo?!" sungut Grace akan melepaskan ornamen di kepalanya. Namun, Kenzie mengucap sesuatu yang langsung membuat gadis itu berhenti. "Pake. Nanti semua yang lo minta, gue kasih."
Grace patuh. Bahkan saat tangan lancang Kenzie menggandengnya, ia juga diam. Semua karena kata 'nanti yang lo mau gue kasih.' Kata yang sangat ajaib.
"Grace, mau apa?" tanya Kenzie di meja kasir. Hanya diam yang didapat, ia menoleh. Grace sibuk menyentuh hiasan di kepalanya. "Oke, disamain."
###
Di meja samping jendela Prancis, Grace duduk melamun sambil menatap ke bawah. Firasatnya mengatakan Kenzie sengaja menggunakan kata ajaib itu supaya dirinya menurut. Namun, biarlah ini menjadi bagian dari perjalanannya menuju kebahagiaan.
Kembali Grade mendapat rasa optimis. Ia mengangkat dagu penuh bangga.
Pada waktu yang sama, Kenzie datang bersama nampan di tangan. Di wajahnya terdapat senyum saat mengambil tempat di seberang Grace.
Kenzie membuka kertas pembungkus burger, melipatnya dengan rapi lalu memberikannya pada pasangan kencannya malam ini. Baru setelah Grace mendapatkannya, ia mengambil untuk dirinya.
Selama makan tidak ada yang dua orang itu lakukan kecuali menggigit dan mengunyah. Namun, bagi Kenzie hal itu merupakan momen tersendiri.
"Oh ya Grace. Di Korea biasanya makan apa? Burger juga? Atau yang lain?" Kenzie memperhatikan wajah datar di hadapannya.
Sepertinya kali ini Grace mau memberi suara. "Burger jarang-jarang. Kalo bibimbap sering, buatannya temen."
Kenzie mengangguk beberapa kali. "Grace bisa bikin bibimbap nggak? Itu nasi dicampur sayur kan? Ada saosnya juga, kan?"
Oke. Jujur Grace agak risih dengan panggilan Kenzie barusan. Kemana hilangnya kosakata lo-gue itu? "Ngomong lo bisa biasa nggak?"
"Hm? Emang aku salah di mana pas ngomong?" Suara bassnya lembut. Beberapa pengunjung wanita yang sengaja menyimak memekik tertahan.
Tanggapan Kenzie menghasilkan Grace yang hampir tersedak. Gadis itu menatap roti di tangannya. Satu pertanyaan ; apa Kenzie berubah gara-gara makan ini?
"Ck. Udahlah. Gue mau to the point," putus Grace akhirnya. Jika cara bicara Kenzie yang sekarang terus didengarnya, bisa tuli tiba-tiba dirinya.
Meski bisa melihat ekspresi serius pada Grace, Kenzie mengubah wajah menjadi cemberut. "Kok gitu sih? Baru aja makan. Tuh, punya Grace masih banyak. Abisin."
Kini Grace yang baru saja menyedot minuman tersedak, bukan hampir, tapi memang. Susah payah ia menepuk dada, berupaya mengeluarkan cairan yang ingin memasuki paru-parunya.
Dengan sigap Kenzie membantu Grace dengan memijat tengkuk gadis itu. Sekian lama berusaha, batuk-batuk Grace pun berhenti. Keduanya sama-sama bernafas lega.
"Mikir apa sih, hm?" Kenzie kembali ke tempatnya bersama senyum geli. Hanya sedikit mengubah cara bicara, efek yang didapat luar biasa.
"Hik." Cegukan kini diderita Grace. Diam-diam kedua tangannya mengepal di bawah meja. Wajahnya ini serasa terbakar sekarang. Maka anjuran menunduk ia lakukan agar Kenzie tidak melihat.
Sedangkan Grace menyembunyikan wajahnya, Kenzie menekuk lengan untuk dijadikan topangan dagunya. Ia tahu Grace mengalami yang namanya blushing.
"Ya udah deh. Tadi Grace mau to the point soal apa?"
Dalam satu detik wajah berciprat merah jambu dilihat Kenzie. "Oh itu! Soal ... " Grace malah bingung akan mengucap apa. Otaknya berpikir keras merangkai kalimat. Padahal biasanya tidak butuh waktu lama baginya untuk mengungkapkan isi hati.
"Mau ngomong apa?" Tuntutan dari Kenzie makin membuat runyam pikiran Grace. Tanpa sadar gadis itu menggaruk kepala kebingungan.
"Ya itu! Yang gue mau, bakal lo kabulin." Grace tersenyum usai menemukan kata-katanya.
Kenzie mangut-mangut. "Iya. Tapi nanti kalo jalan-jalannya udah selesai." Senyum menghiasi wajah tirusnya.
Tiga garis tercipta di dahi Grace. Memang benar tujuan Kenzie adalah mempermainkannya. Benar-benar, manusia menyebalkan! Selain itu, kata-kata manisnya tadi pasti bagian dari rencananya. Cih, orang tidak akan mudah berubah.
"Asal lo tau gue nggak mudah ditipu. Gue kasih tau. Tujuan gue ikutin semua yang lo mau adalah gue mau minta pembatalan perjodohan," desis Grace sambil menatap sengit laki-laki di hadapannya. Apa Kenzie itu berpikir mudah mengelabui seorang Gracella? Jawabannya tidak.
Untuk beberapa menit ke depan Kenzie hanya menutup mulut, matanya menatap sendu tepat ke mata Grace yang berisi kemarahan. Saat laki-laki itu menghela nafas, ia telah bersiap membagi pikirannya.
"Grace, semua orang berhak dapat kesempatan kedua."
Grace membalas setelah kalimat selesai. "Jadi? Lo minta gue kasih kesempatan?"
Kenzie mengangguk kecil. "Dalam waktu satu tahun, biarin gue deket sama lo. Selama itu, gue bisa usaha apapun biar lo nyaman. Tapi, kalo gue nggak berhasil sampai batas waktu, gue bakal mundur."
Tak ada balasan dari Grace. Tiap huruf yang disebut Kenzie terdengar tulus dan kuat. Mencari kebohongan di manik gelap itu, tak ada apapun selain ketulusan. Baiklah, semua orang juga berhak dapat kesempatan. "Jadi?"
Perasaan was-was Kenzie terjawab sudah. "Jadi, gue bakal mulai dari sekarang. Grace, jalan bareng aku yuk."
###
Author : "Kata-katanya Kenzie kok bisa manis? Disiram madu apa overdosis gula?"
Kenzie : "Pikir aja sendiri 😑 Gue lagi bahagia 😁"
Author : "Bahagia tapi cuekin author 😬"