Selepas Grace pergi, Dawn tidak serta merta berbalik dan mengejar. Ditemani Lea, gadis berkacamata itu menerobos kerumunan dan berhenti di ambang pintu kelas. Kemudian mata besarnya menyapu seisi ruangan. Ditemukanlah satu kursi kosong yang memiliki ransel kelabu dan sosok familiar di sampingnya.
Dawn memutar mata malas dan bersedekap dada. Entah bagaimana caranya, Kenzie telah mengetahui tentang Grace. "Barusan gue liat Grace, marah banget kayaknya. Ada yang ganggu dia apa gimana?"
Tidak ada yang memberi jawaban. Segelintir orang memasang wajah marah dan lainnya memilih diam menyaksikan.
Sedangkan itu, mata besar Dawn senantiasa mengamati raut laki-laki di pojok. Sepertinya kata-kata barusan kurang mengakibatkan orang itu meledak, dan Dawn tidak akan menyudahi ini jika hal itu belum terjadi. Seenaknya mengganggu dan membuat kesal temannya. Jadi, mengapa tidak lakukan yang sama pada pelakunya?
"Dawn, bales dendamnya nanti aja ya? Kita cari Grace, ya?" bujuk Lea sebab tidak tahan dengan kondisi sekarang. Boleh saja kalau Dawn ingin memberi pengajaran kepada mereka, tapi akan lebih baik jika Dawn memiliki dukungan, karena banyak orang lebih bagus daripada dua orang.
Pilihan Dawn atas perkataan Lea adalah tidak menghiraukan. "Eh? Bodo banget sih gue. Ya, gitulah. Semua yang dari Blue Moon mesti kena." Tidak ada sedikitpun ekspresi ketakutan pada dirinya.
Berkat kalimat Dawn tersebut, yang diinginkan gadis itu terwujud. Meski hanya sedikit perubahan pada wajah Kenzie, ia sudah puas. Sebenarnya Dawn masih ingin berbuat lebih, tapi tidak terasa seru jika seluruh anggota Blue Moon tidak menyaksikan.
"Udah yuk Ley, mending kita nyari Grace. Btw, panas banget sih?"
Dengan ucapan itu, Lea mendongak lalu menoleh ke Dawn bersama mata berbinar. Akhirnya temannya ini mau mendengarkan nasihatnya walalu terlambat. Lea beringsut menggandeng lengan Dawn, mengajaknya pergi secepat mungkin.
Baru empat langkah yang dimiliki dua gadis itu, sebuah suara dari kerumunan menghentikan.
"Cih, masih untung lo cewek." Seorang laki-laki berwajah sangar dengan penampilan tidak rapi. Tatapan sinis khusus diberikannya untuk Dawn.
Namun, respon Dawn adalah tersenyum. "Iya, untung gue cewek. Lebih ada nyali dari lo!" Balasan Dawn sangat tidak terduga. Sudah lama mereka tahu kalau Dawn tidak akan tinggal diam ketika seseorang mengusiknya. Orang-orang hanya memandang bingung kepergian orang paling berani di sekolah.
Laki-laki berwajah sangar tersulut emosi. Niat ingin merendahkan, tapi justru dirinya yang direndahkan. Kakinya terangkat hendak menyusul Dawn. Seseorang sebaiknya memberi pelajaran agar gadis itu tidak terusan tidak tahu tempat.
"Nggak usah."
Tindakannya terhenti saat seseorang mengulurkan tangan di depannya. "Bos? Tapi ..."
###
"Nama gue emang Dawn kalo berani sama Black Wings."
Di tangga, Dawn berbangga diri usai misuh-misuh sendiri perihal kelakuan Kenzie CS. Lea di sisinya hanya bisa menyaksikan. Yang dilakukan Dawn memang tidak salah, tapi wilayah itu kebanyakan diisi rival. Lea tidak mengerti pola pikir Dawn yang segera selesaikan di tempat.
Daripada pusing memimirkan itu, lebih baik Lea mengajak temannya ini mencari Grace. Tidak ada yang tahu di mana Grace dan sedang apa. "Dawn, kita nyari Grace aja."
Seketika langkah Dawn berhenti dan itu tepat di ujung tangga. Senyum simpul terbentuk di bibirnya. "No, no, no. Enggak!"
Lea tidak menyangka jawaban Dawn demikian. "Kok enggak sih? Grace lagi marah dan dia pergi. Kalo dia kenapa-napa gimana?"
"Nah, itu lo tau Grace lagi marah. Makanya kita nggak usah cari dia," ucap Dawn dan melanjutkan langkah.
"Maksudnya apaan? Lo kalo ngomong jan setengah-setengah." Lea menyusul ketertinggalannya. Apa Dawn sudah lupa dengan perkataannya sendiri?
Dawn berhenti melangkah lalu berbalik dan memandang gadis berbando. "Gampangnya gini. Lo lagi jalan sama gebetan. Selama itu lo nggak hubungin siapapun biar acara lo nggak ada yang ganggu. Nah, Grace juga begitu. Jadi biarin aja sampe dia puas marahnya." Tangannya ikut serta bergerak menjelaskan.
Anggukan dilakukan Lea setelah penjelasan berakhir. Meski tidak paham mengapa ada kata gebetan dan kencan, inti kalimatnya dia mengerti.
"Jadi nggak usah cari Grace. Eh? Tadi Grace ke mana? Kalo dia kesasar gimana?"
###
Terhitung sudah tiga kali dirinya melewati koridor yang sama. Grace memutuskan berhenti berusaha ketika ia sadar benar dirinya tersesat. Bertindak dengan amarah memang menyesatkan diri sendiri.
Gadis bando kupu-kupu itu menghampiri tiang. Tidak ada yang bisa ditanyai di tempat yang lengang ini. Mau menghubungi seseorang pun, ponselnya ada di tas.
Tiba-tiba ia terkekeh. Kenzie benar-benar membawa perubahan dalam kehidupannya. Segala yang dilakukan jadi tidak sesuai dan aneh.
"Yang salah gue, apa Kenzie?" gumam Grace sambil meluruh ke lantai lalu memeluk lututnya sendiri. Bukannya dia berencana mendorong Kenzie mundur? Namun, yang terjadi pagi ini justru sebaliknya. Pesona orang itu bahkan semakin lebih setelah tiga tahun. Kira-kira apa yang terjadi kepada Kenzie setelah tiga tahun?
"Jarang gue liat orang di sini."
Wajah kecil Grace keluar dari persembunyiannya. Mata kecilnya menatap tanya pada sosok yang menjulang di sampingnya. Satu kata untuk penampilan laki-laki itu, bad. Seragam tidak dikancingkan menunjukkan kaos hitam. Rambut panjang hingga leher dan beberapa menutupi mata.
"Garvin," lirih Grace sembari melihat nametag pada seragam lusuh laki-laki di depannya. Menurut pengetahuan dari Devo, Garvin merupakan the best badboy. Selalu menjuarai dalam bolos dan sering ikut serta dalam bentrok antar remaja.
"Heh."
Mata Grace bergetar sebab terkejut. Ia menurunkan pandangannya. Tampaknya Garvin tidak menyukai kehadirannya. Berarti jalan ini mengarah ke gudang lama, markas Garvin bersama teman-temannya.
Lupakan. Hal semacam itu tidak perlu diketahui lebih lanjut. Sebaiknya ia kembali lagi mencari rute pulang. Namun, bahkan sebelum Grace melepaskan tangannya, Garvin mendadak jongkok di hadapannya.
"Murid baru ya?" Jari panjang laki-laki itu menyentuh kupu-kupu di atas rambut Grace.
Grace hanya mengangguk. Sekali pandang, ia dapat menerka aura yang dimiliki laki-laki ini, menawan juga menekan. Tipe halus di luar, berbahaya di dalam.
"Kok bisa sampe ke sini? Kesasar?" tanya Garvin dengan satu tangan menopang dagu dan lainnya berusaha mempertahankan rambut Grace dari hembusan angin.
Jawaban tidak langsung diserahkan Grace. Satu-satunya orang yang bisa membawanya pergi dari sini adalah Garvin. Namun, apa wajah tampan yang angkuh itu, mau membantu?
"Kalo diajak ngomong, dengerin," saran Garvin. Melihat gadis kupu-kupu ini terus menyembunyikan wajahnya, membuatnya merasa menjadi objek menakutkan. "Takut sama gue?
Grace menggeleng. Dirinya tidak takut. Apalagi kepada orang yang tidak nemiliki dukungan seperti Garvin.
"Kalo gitu liat gue dong." Garvin mengutarakannya sembari menahan kram yang makin merasuk.
Kali ini Grace menurut. Lagi pula ketika Garvin tahu siapa dirinya nanti, ia tidak mau dilabeli si penakut.
Di waktu Grace menunjukkan wajahnya, Garvin mengubah posisi menjadi duduk. Ternyata kakinya tidak bisa tahan lagi.
###
Grace : "Tuh orang dari mana ya? Pinter banget bikin jantung nggak karuan ×_×"
Author : "Apa ini yang disebut dengan—"
Grace : "Nggak usah nebak-nebak -_-"