Chereads / Cold Boy Paskibra / Chapter 5 - Episode 5

Chapter 5 - Episode 5

Zach mengatupkan mulutnya rapat-rapat berjalan memandang lurus kedepan dengan raut wajah dingin seperti biasa. Matanya mengernyit menatap tajam pada seorang yang berjalan berlawanan arah dengan. Luna seseorang itu adalah Luna yang kini berjalan berlawanan arah dengan Zach. Bajunya berlumuran tepung serta telur yang hampir ada di seluruh tubuhnya.

Pandangan tak suka ia arahkan pada Zach, entah kenapa dirinya begitu benci dan kesal pada laki-laki yang berjalan didepannya ini

Sementara laki-laki itu hanya terus berjalan seperti biasa aura dingin yang menyelimutinya. pandangan tak perduli begitu terlihat jelas dari sikapnya yang terbukti tidak terganggu sama sekali atas tatapan tak suka Luna padanya.

.....

Luna berada di toilet untuk membersihkan sisa-sisa lumuran tepung serta telur yang memenuhi bajunya. Pandangan tajam ia tujukan untuk dirinya sendiri yang terpantul melalui cermin dalam toilet tersebut. Banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya saat ini, begitu tidak mengiranya ia bahwa orang-orang jaman sekarang memiliki pikiran sempit, giman tidak sempit mereka masih saja percaya dengan hal-hal bodoh dan tak masuk akal. mereka lebih percaya dengan omongan-omongan tidak jelas dari orang lain yang sok tau Dan kenapa mereka selalu memandang seseorang itu dari luarnya saja banyak sekali dari mereka memandang orang dari tampilannya, wajahnya, dan jabatanya.

apa sebegitu pentingkah semua itu, apa mereka tidak bersyukur atas apa yang telah tuhan berikan. dan kenapa mereka tidak menghargai pemberian tuhan.

Dasar orang-orang gak bersyukur bisanya hanya membully seseorang saja, apa mereka tidak tahu kalau mereka terus saja membully orang lain, mereka sama saja merusak psikis orang yang mereka bully. Korban bully akan merasa minder, sakit hati, selalu merasa takut untuk melangkap manggapai harapan mereka kenapa bisa seperti itu? tentunya mereka merasa tidak percaya diri dengan dirinya.

Setelah selesai membersihkan bajunya, Luna bergegas kembali ke kelasnya. Kemungkinan Bu Rika guru Fisika sudah masuk ke dalam kelas karena jam pelajarannya sudah terlewat 15 menit otomatis ia sudah terlambat masuk kedalam kelas begitu Lama. Jujur didalam hatinya ia merasa takut, gelisah dan khawatir jika harus masuk kedalam kelas menghadpi guru yang terkenal dengan keganasanya sehingga dijuluki Guru Fisika Killer oleh murid-murid. sungguh ia tidak siap menerima hukuman dari guru itu, badannya sudah terlalu capek untuk mendapatkan hukuman.

selangkah demi selangkah Luna memperlambat langkahnya saat sudah mendekati kelas nya, Kelas XI IPA-2. Pintu kelas sudah tertutup rapat menandakan bahwa sudah ada guru didalam,

dag dig dug

Jantung Luna semakin berpacu, rasa cemas semakin memenuhi pikiran begitulah yang dirasakan saat ini sungguh ia tidak siap mendapat omelan Bu Rika. Dia semakin gugup ketika mendengar suara Bu Rika yang sepertinya sedang marah didalam sana.

Perlahan demi perlahan, dia menarik knop pintu mencoba untuk memberanikan diri masuk kedalam kelas. Berharap ada suatu keajaiban yang menghampiri dirinya agar terhindar dari amukan Guru yang terkenal Killer itu. Tanpa disangka ternyata dari dalam ada yang memutar knop pintu dan mendorongnya keluar sehingga menjadi tarik mendorong pintu.

Alhasil diantara keduanya Luna yang terpaksa terdorong, dan berakhir terjepit dibelakang pintu.

" Woii, ngapain lo dibelakang pintu mau ngagetin gue ya? kasian deh lu kagak berhasil" Kata Dinda saat melihat Luna yang seperti orang cengoh memegangi dahi dibalik pintu. Ya ternyata orang tersebut adalah Dinda yang berniat untuk keluar kelas. Ia keluar dan Luna masuk.

"ngagetin pala Lu, sakit nih jidat gue" sewot Luna sambil memegangi dahinya yang terbentur pintu

"lagian, ngapain lo disitu"

"gue mau masuk kelas lah, pakek nanya" Kesal Luna

"udahlah gak usah masuk kelas, Nanti lo baru masuk beberapa detik aja belum sempet duduk lo udah ijin keluar lagi. mendingan gak usah masuk ikut gue aja"

"kemana? " tanya Luna cengo

"keruang Paskibra, kita disuruh pak Hasan kesana eh bukan kita aja deng, tapi sama Alfin sih Ketos and anggota paskibra juga pastinya" papar Dinda

"oh, Tapi, Nanti ya? gue mau ganti baju dulu. bau nih badan sama baju gue" Kata Luna sambil memegangi bajunya

"ya ampun Lun, ini baju lo kenapa" heboh Dinda saat melihat baju sahabatny yang dipenuhi oleh tepung dan Telur.

"siapa itu yang diluar, tolong jangan berisik yang didalam kelas masih belajar. kalian memngganggu saja cepat pergi jangan berisik didepan kelas" Seruan dari dalam langsung membungkam mulut heboh Dinda

"udahlah, nanti gue jelasin. gue harus cepetan ganti baju gak enak nih dibadan" kata Luna, dan melepaskan tangan Dinda dari pundaknya dan hendak masuk kembali ke dalam kelas meskipun harus menghadapi bu Rika dia harus tetap masuk dan mengambil baju olahraga milikny dan berganti pakaian. Langkahnya terhenti karna sebuah tarikan halus.

"udahlah gak usah ganti baju, ini kita udah telat dari tadi Si Alfin terus aja neror gue suruh cepetan dia udah kena semprot pak Hasan terus" Dinda menarik Luna perlahan agar tidak masuk kedalam kelas dan mengajaknya berlari kecil menuju ruang Paskibra.

" Yaudah Ayook" jujur Luna benar-benar lelah dan kesal saat ini.

******

Ruang Paskib, kini dipenuhi ketegangan yang mengerikan. Bagaimana tidak Pak Hasan yang notabenya selalu mengedepankan kedisiplinan disetiap pekerjaan harus menunggu seorang yang lalai dengan tanggung jawab dan kedisiplinannya.

"Alfin, kamu ini sebagai ketua OSIS harus memberikan rasa kedisiplinan mu sama anggota dan jadi ketua itu harus tegas agar tidak diremehkan seperti ini. Dimana Dinda sama Luna kenapa sudah setengah jam lebih belum datang juga. Kau tidak malu dengan Anggota Paskib mereka sudah disini Satu jam sebelum dimulainya rapat. Sedangkan anggotamu belum datang, cepat hubungi mereka berdua" meluap sudah emosi pak Hasan, ia tidak habis fikir dengan Bendahara dan sekertaris OSIS saat ini.

"baik pak" tanggapan singkat yang Alfin berikan. Ia tidak mau panjang lebar menanggapi perkataan pak Hasan yang akan membahayakan dirinya sendiri.

"Assalamualaikum" terdengar dua buah suara yang berbarengan ketika pintu terbuka

"walaikumsalam" jawab serempak penghuni yang ada di ruangan

"wah, wah kemana saja tuan putri dan nyonya besar pergi hingga saat ini baru menunjukan batang hidungnya" sindiran keluar dari mulut Pak Hasan.

Luna dan Dinda hanya cengengesan menahan malu. Karena semua menertawakan mereka dan memandang keduanya. Kecuali seorang lelaki yang tak terpengaruh dengan mereka dia adalah Zach. Laki-laki itu hanya fokus menatap bukunya saja.

"tuh anak, fokus melulu sama bukunya. Ekspresinya dingin begitu, nyeremin banget" batin Luna saat sekilas pandanganya tertuju pada Zach.

Saat Dinda dan Luna berniat duduk, belum sempat mereka mendudukan pantatnya seruan kembali terdengar dari mulut pak Hasan

"Luna, Luna Oceana Rayes. Kali ini apa yang kau lakukan sehingga membuatmu seperti itu" Kata Pak Hasan sambil menunjuk baju Luna yang terlihat tak baik.

Semua orang yang sedari tadi tak menyadarinya, kali ini menjadi tau dan menyadari bahwa kondisi baju Luna begitu tidak baik, kini semua memperhatikan Luna tak terkecuali Zach yang juga ikut memperhatikan. Pandanyanya yang sejak tadi hanya terfokus pada buku kini teralihkan oleh Luna.

"Beberapa waktu lalu kau terlibat masalah dengan salah satu wali murid dan sekarang apa lagi yang terjadi padamu sehingga menyebabkan bajumu kotor seperti itu" Tanya pak Hasan

"he-he, biasa pak ada problem. Daripada bahas saya mending ayo kita lanjutin rapatnya pak. Bapak capekan, lelahkan, emosikan, pengen cepet selesaikan ayo kita mulai. Waah jangan-jangan bapak khawatir sama saya" Canda Luna

"Ge er kamu. cepet duduk" ketus Pak Hasan

orang-orang yang berada diruangan itu hanya tersenyum hambar saja memperhatikan yang didepan mereka.

"Begini saya sebagai komandan atau ketua paskibra SMA Wiradi, ingin mengajukan dana untuk ekskul kami. Tapi, saya ragu untuk mengatakannya kemungkinan Dana yang kami butuhkan sangat besar. Namun, dengan berat hati saya tetap akan mengajukan dana tersebut bagaimana pun ini untuk kepentingan sekolah kita juga. " kata Zach saat rapat sudah dibuka.

"berapa besar dana yang kamu butuhkan Zach" tanya Pak Hasan

"saya tidak mau menyebutkan berapa kisaran dananya pak, saya hanya akan membeli atribut yang akan digunakan oleh Paskib dan mungkin itu dananya cukup besar. Saya harap cepat menyediakan kebutuhan kami tanpa harus kami yang memilihnya sendiri, Sekian" Kata Zach membuat semua orang tidak mengerti dan tidak habis fikir dengan pemikiranya saat ini.

"Maaf, maksud anda kami yang harus membeli dan memilihnya sendiri." Luna merasa jengah dengan manusia es itu.

"Tentu" jawab Zach singkat dan langsung beranjak pergi

"Tunggu Zach, kau tidak bisa bertindak semaumu seperti ini. Yah walaupun sekolah ini milik keluargamu tapi kau harus menghormati teman-temanmu dan menghormati diriku. Aku gurumu disini mengerti" Meluap sudah unek-unek Pak Hasan, ia tipe guru yang harus dihargai dan disini dia tidak merasa dihargai keputusanya sebelum ia merasa direndahkan lagi ia lebih dahulu keluar ruangan ketimbang Zach.

"kau benar-benar tidak sopan Zach, lihat Pak Hasan tersinggung gara-gara ulahmu" Luna memperhatikan wajah Zach tak suka

bagi Zach masa bodo, ia tidak perduli dengan mereka semua yang kini memperhatikanya tidak suka. Zach tidak ambil pusing dengan itu semua ia langsung melangkah pergi meninggalkan ruangan diikuti para anak buahnya.

"bener-bener deh tuh anak. Dia robot atau apa sih gak punya hati nurani dan rasa kesopanan sama sekali, apalagi tuh lihat wajahnya kayak triplek datar banget" luapan kekesalan keluar dari mulut Luna, sudah tidak bisa ditahan lagi betapa kesalnya ia saat ini

"Asli, kalau bukan anak ketua Yayasan udah gue tonjok tuh orang" kata Alfin sambil melemparkan tinju di udara

"serius Lo, mau nonjok dia. Dia kan sepupu kesayangan Lo" sindir Dinda dan Luna bersamaan. Mereka berdua langsung mendapat plototan tajam Alfin

°°°

T. B. C