Sudah hari kelima Stella sudah di ijinkan pulang oleh dokter. Kini Stella sedang berada di baby room, ia memandangi wajah putranya, mirip siapa nanti kalau sudah besar? Saat ini ia belum bisa menebak karena wajah bayi masih berubah-ubah. Siang menjelang sore Stella sedang menyusui putranya. Begitu tenang saat Ibunya memandangi wajahnya sembari mengelus-elus kepalanya. Stella berfikir tidak menyangka akan memiliki seorang bayi laki-laki di usianya yang masih muda. Gimana jika anaknya besar nanti menanyakan tentang Ayahnya? Apa jawabannya nanti? Stella tidak mau anaknya ikut merasakan sedih, cukup dirinya saja yang menanggung kesedihannya. Tidak untuk putranya yang tidak tau apa-apa. Stella berharap putranya tidak nakal jika sudah besar kelak, dan Stella juga berharap anaknya akan menurut pada dirinya.
Membutuhkan waktu empat puluh lima menit, saat menyusui putranya. Lalu putranya tertidur, dan Stella menidurkannya ke baby box yang Dana siapkan. Hadiah buat keponakannya. Meskipun Stella bukan adik kandung, tapi Dana dan Ririn sangat menyayangi Stella. Stella sudah di anggap seperti adik kandungnya sendiri.
Baby room yang simple, namun sederhana dan elegant. Ada baby box yang berwarna grey, dinding yang berwarna cream ada hiasan cloud dan Cristal, meja kecil, difet kecil buat menyimpan assesories atau mainan dan juga ada sofanya. Itu kejutan dari Dana sama Ririn. Sudah disiapin dari hari jauh saat kehamilannya berusia tujuh bulan lalu.
"Bobo ya nak! Jangan rewel loh, kalau rewel nanti Bunda marah, Reyent tidak mau kan kalau Bunda marah, hemm!" Bisik Stella pada putranya.
Setelah menidurkannya, ia keluar sembari membawa pakaian kotor atau popok yang kotor ingin ia cuci. Stella mencuci dan menjemurnya, kini ia sedang berbincang dengan Ibu Darmi yang sedang bersantai di ruang TV. Stella banyak berhutang budi sama keluarga Bapak Ruslan dan Ibu Darmi. Stella tidak tau harus membalas pake apa kebaikan mereka. Keluarga Bapak Ruslan sangat baik di bandingkan dengan keluarga Almr. ibunya. Yang penting Stella akan selalu mengingat kebaikan keluarga Bapak Ruslan dan Ibu Darmi, begitupun kebaikan Dana dan Ririn.
"Reyent tidur nak?" Tanya Ibu Darmi.
"Iya Ibu, biasa kalau abis minum ASI pasti langsung tidur!"
"Namanya juga masih bayi, ya gitu lah kerjaannya makan, tidur,bdan nangis," ucap ibu Darmi sembari terkekeh.
"Ibu, Stella sangat berterima kasih banyak kepada Ibu Darmi, selama ini sudah baik sama Stella. Andai waktu itu tidak ada Bapak Ruslan menolong Stella. Stella tidak tau nasib Stella seperti apa? Stella benar-benar berhutang budi sama keluarga Ibu, Stella tidak akan lupa dengan kebaikan Ibu, Stella nggak tau harus balas pake apa? Stella sudah banyak merepotkan Ibu!" Ucap Stella panjang lebar sembari berkaca-kaca.
Ibu Darmi memandang Stella dengan kerutan di dahinya, kenapa tiba-tiba Stella berbicara seperti itu?
Padahal dia sudah di anggap seperti anak kandungnya sendiri. Ibu Darmi tidak merasa di repotkan. Malahan Ibu Darmi senang menolong Stella. Apa lagi sekarang sudah ada pangeran kecil yang lucu, Ibu Darmi dan Bapak Ruslan makin senang karena memiliki cucu yang di inginkan sedari dulu. Tapi kedua anaknya belum ada yang mau menikah dan memberikan cucu untuk kedua orang tuanya.
"Sssttt! Bicara apa kamu Stella, hem? Ibu tidak merasa di repotkan apa terbebani karena kamu. Ibu menolongmu sangat iklas. Saya pun tidak meminta balas budi dari kamu. Apa kamu lupa jika kamu sudah membalas kebaikan Ibu, hem? Dengan hadirnya putramu Ibu sudah sangat terima kasih karena sudah memberi Ibu seorang cucu. walau Bapaknya belum Ibu ketahui seperti apa Ayahnya Reyent?" Ujar ibu Darmi.
Tidak terasa air mata mengalir di pipi Stella yang ia tahan sejak tadi. Stella merasa sangat beruntung bertemu dengan keluarga Bapak Ruslan. Stella merasa punya keluarga yang utuh, Stella merasa punya orang tua, kemudian ia memeluk Ibu Darmi sembari terisak. Stella mengingat mendiang Ibunya. Andaikan Tuhan tidak terlalu cepat mengambil Ibunya, mungkin ia tidak akan seperti ini. Mungkin ia hidup bahagia bersama Ibu dan Ayahnya. Tapi Tuhan lebih sayang sama kedua mendiang orang tuanya.
"Menangislah nak jika itu bisa membuat hatimu lega, di sini ada Ibu ada Bapak ada Bang Dana ada Kak Ririn mereka semua keluarga mu, ada sahabatmu Wiki juga yang selalu ada untukmu. Jadi kalau ada apa-apa berbagi ceritalah kepada kami, jangan kau pendam sendiri seperti kehamilamu kemaren. Jika nyembunyiin uang tidak akan kelihatan, tapi kalau nyembuyiin kehamilan pasti lama-lama akan ketauan," Ujar ibu Darmi mengingatkan.
Stella semakin terisak, "Maafin Stella Ibu, sudah bohongi Ibu, Stella janji tidak akan mengulanginya lagi. Stella hanya tidak mau membuat keluarga Ibu malu dan kecewa. Tidak mau membuat nama keluarga Ibu jadi omongan para tetangga karena saya," ucap Stella dengan sesenggukan.
"Jadi siapa lelaki yang menghamilimu? Dia orang mana?" Tanya Bapak Ruslan yang baru saja pulang dari nelayan.
Stella langsung melepas pelukannya dan mengahapus air matanya. Hening belum ada suara yang keluar dari mulut Stella. Lalu kemudian mengalirlah cerita tentang lelaki yang menghamilinya.
"Apa kamu tidak berniat mencarinya untuk bertanggung jawab nak? Kasihan Reyent dia lahir tanpa Ayah, pasti jika besar nanti dia akan menanyakan siapa Ayahnya? Dia orang mana biar Bang Dana bantu mencari alamat rumah lelaki itu?" Tanya bapak Ruslan pada Stella.
Tetapi Stella tidak mau pusing-pusing untuk mau mencarinya. Biarkan saja dia begini hidup berdua dengan putranya. Ia nanti akan bekerja setelah putranya berusia satu bulan. Stella akan mencari pekerjaan lagi nanti, semoga ada lowongan yang membutuhkan karyawan wanita.
Bapak Ruslan menghela nafasnya, "terserah kamu saja nak, yang penting kalau ada apa-apa cerita sama kami semua, jangan takut. Kamu sudah menjadi bagian keluarga Bapak, sudah menjadi anak Bapak, tapi kenapa kamu menutupinya kalau ada masalah?" Ucap pak Ruslan.
"Maafin Stellaa Pak, Stella salah," Ujar Stella sembari menundukkan kepalanya.
Oweek oweekk owekk
Kemudian terdengarlah suara tangisan bayi, Stella buru-buru lari masuk ke ruang baby room untuk melihat putranyanya. Stella mengecek bagian bawah. Karena masih bayi loem di pakein pampers. Ternyata ngompol, merasa basah dan tidak nyaman akhirnya terbangun. Stella menggendongnya ingin mengganti popoknya. Kebetulan hari sudah waktunya mandiin juga. Stella keluar sembari menggendong putranya, suruh Ibu Darmi menggendongnya dulu. Sementara ia menyiapkan air panas untuk putranya mandi.
"Uluh uluh cucu nenek sudah bangun, pasti ngompol ya, hem!" ucap ibu Darmi sembari mencium pipi Reyent.
"Sini gendong sama Kakek," pinta bapak Ruslan.
Ibu Darmi pun mengulurkannya, dan beranjak berdiri, waktunya masak untuk makan malam. Ririn dan Dana pun pulang karena sudah waktunya jam pulang. Akhirnya jadi rebutan Baby Reyentnya.
"Ehh Rin cuci tangan cuci muka dulu sebelum gendong!" Teriak Ibu Darmi dari dapur. Ririn cuma cengengesan.
☆♧☆♧☆
Musik terdengar berdendang, banyak sepasang kekasih di dalam sana. Semua pada berteriak-teriak, menari-nari sembari mengikuti irama musik DJ. Ya, malam ini Reyneis sedang memainkan DJ-nya. Mungkin dengan mencari kesibukan Rey tidak begitu terlalu stres, tapi hubungannya dengan kekasihnya Frisca mulai renggang. Jarang bertemu, jarang jalan bareng seperti dulu, entah kenapa?
Frisca pun sudah mulai curiga dengan sifatnya Reyneis. Frisca lelah, ia mengalah, lebih baik ia diam. Di kampus pun mereka jarang bertemu. Diam-diam Kariri merhatiin Frisca, hatinya kenapa sakit meliat Frisca di gituin sama Reyneis. Kariri memang diam-diam memiliki perasaan buat Frisca, namun ia pendam karena ia tidak mau persahabatan-nya dengan Reyneis hancur. Jadi lebih baik mencintai dalam diam.
Reyneis masih memainkan DJ-nya, semua pada teriak-teriak, terutama yang penggemarnya Rey pada manggil-manggil Reyneis. Lalu gantian Lulu yang memainkan Dj-nya, Rey turun ikut bergabung di meja Kariri. Kemudian duduk di sebelah Dicky dan meneguk Red Wine Dicky. Kariri merhatiin Rey terus, merhatiin Rey karena tingkah lakunya berubah dratis.
"Rey gue mau ngomong sama lo," ujar Kariri.
"Ngomong apaan?"tanya Rey penasaran.
"Nanti saja di rumah, dan lo stop jangan terlalu banyak minum. Gue bukan ngatur, gue cuma ngingetin lo saja."
Tiba-tiba Ardi datang, "Bos ada yang nantangin lo di markas," bisik Ardi pada Rey. Lalu tersenyum miring, ada yang nantangin main, akan dia terima dengan senang hati. Dan akhirnya Rey pamit mau cabut. Sebelum cabut Rey masuk keruangannya dulu untuk ganti pakaian. Rey mengecek ponselnya, ada pesan masuk.
"Rey aku minta maaf kalau selama ini aku bikin kamu kesal, aku merasa kamu menghindar dari ku. Maafin aku Rey jika ku bikin kesalahan." Pesan dari Frisca
Rey tidak membalasnya, mungkin nanti saja di rumah balasnya. Saat ini sedang sibuk, Rey sudah berada di sirkuit tempat dia balap. Rey sudah siap tinggal menunggu hitungan. Setelah ada hitungan satu sampai tiga. Lantas Rey langsung melajukan mobilnya. Rey menyetirnya dengan santai, tidak ngebut-ngebut seperti lawannnya. Rey masih tetap santai, sampai akhirnya sekali menyalip langsung sampai ke garis finish. Rey kembali mendapatkan hadiah, kali ini hadiahnya mobil. Lagi-lagi lawannya kalah lagi.
"Makanya santai jangan sok-sokan," ujar Ardi mengejek lawannya tadi.
"Ok guys deal, gue cabut dulu itu mobil urus sama lo." Ujar Rey sembari berlalu. Rey memasuki mobilnya dan melajukannya menuju kosan Frisca. Sesampainya di kosan Rey tidak perlu ketuk pintu, Rey langsung masuk begitu saja. Karena Rey memiliki serep kunci.
"Babe," panggil Rey, memanggil Frisca.
Ia mengecek ke kamamarnya, di lihat Frisca sedang tidur. Rey memegang kening Frisca sangat panas. "Baby kamu sakit!" tanya Rey pada Frisca.
"Reyy," Lirih Frisca dengan mata yang masih tertutup. Rey pun ikut terbaring di sampingnya, sembari memeluknya dengan erat. Rey mencium kening Frisca, lalu turun ke bibirnya, sedikit melumat. Rey melepas ciumannya. Kemudian kembali menciumnya, kali ini cukup lama dan lembut. Rey menyecapnya, melumatnya tangannya pun tidak berhenti untuk meremas payudaranya.
Ciumannya semakin panas, lalu Rey pun membuka bajunya dan kembali mencium Frisca lagi. Menyesap tengkuk lehernya dan memberi tanda di sana. Frisca melenguh.
"Babe," panggil Rey sembari menatap wajah Frisca tanda minta ijin. Frisca balas menatapnya. Rey membuka baju yang di kenakan Frisca. Kemudian Rey melumat puting payudaranya dan menyecapnya. Tangannya pun ikut meremas bagian sebelah.
"Reyyy!!"
Rey masih terus menghisap puting payudaranya dan memberi tanda-tanda jejak di dadanya. Kini Rey Frisca sudah bertelanjang bulat tanpa satu benangpun. Rey mulai memasuki jari telunjuknya ke milik Frisca.
"Ahhhh . . . Reyyy . . . !"
Kembali Rey melumat bibir Frisca lagi, tangannya tetap bekerja di bawah sana. Kemudian Rey mulai memasuki Frisca. Ini yang kedua kalinya Rey memasuki Frisca, tapi Rey menggunakan pengaman. Ia menggerakkan pinggulnya sembari memeluk Frisca. Merapatkan tubuh mereka sembari bergerak maju mundur.
"Arrgghh Reyyy," teriak Frisca.
"Yes Babe, Arrrggghhhhh."
Mereka mencapai puncak pelepasannya, Rey langsung ambruk di atas tubuh Frisca. Yah beginilah Reyneis Bastian Digantara jika abis minum pasti larinya di atas ranjang. Kini Rey dan Frisca mulai terlelap. Rey masih tetap tidur di atas tubuh Frisca sembari memeluk Frisca yang ada di bawahnya. Mereka memejamkan kedua matanya. Menuju ke alam mimpi.
Bersambung.
It's Me Rera.