"Lady, tamu Anda sudah datang." kata Thomas.
Lily tersenyum. "Terima kasih Thomas, aku akan segera kebawah untuk menyambut mereka."
Dari jendala kamarnya terlihat tiga kereta kuda berada di depan halaman rumahnya.
"Baiklah Lily kau pasti bisa." Lily menyemangati dirinya yang tiba-tiba merasa gugup.
Bagaimanapun juga, Lily harus menghadapi putri bangsawan yang sangat berpengaruh di Kerajaan Grissham.
Lily segara turun ke bawah untuk menyambut mereka.
"Selamat datang di kediaman keluarga Chester. Lady Chastine, Lady Fidela dan Lady Deana. Perkenalkan nama saya Lilybeth Calesta, terima kasih sudah menerima undangan dari saya." sapa Lily ramah dan tidak lepas dari senyum manisnya.
"Terima kasih atas surat undangan yang Lady berikan kepada kami. Perkenalkan nama saya Joanne Fidela."
Joanne Fidela. Dia adalah seorang wanita yang cantik, sopan dan suka melakukan perkerjaannya di dalam rumahnya.
Di dalam novel, Joanne lebih suka di dalam rumahnya. Dia hanya keluar mansion jika itu sangat penting.
"Selamat siang Lady Calesta, perkenalkan nama saya Roseline Deana. Terima kasih atas undangan perjamuan minum teh Anda, saya sangat senang."
Roseline Deana. Dia adalah Putri termuda dari Tuan dan Nyonya Deana, ia memilki seorang kakak perempuan yang sudah menikah dengan seorang Grand Duke di kerajaan Delton.
Dia di sukai oleh banyak orang karena hatinya yang lembut dan juga sifat rendah hatinya.
"Selamat siang Lady Lilybeth Calesta, perkenalkan nama saya Jannie Chastine. Senang bertemu dengan Anda."
Jannie Chastine. Seorang wanita yang memilki karir terbaik di kerajaan ini. Walaupun dari keluarga bangsawan yang menyandang gelar 'Archduke' di Kerajaan Grissham ini, tetapi Jannie lebih memilih membangun karirnya dengan tangannya sendiri tanpa sangkut paut keluarganya.
Dia adalah wanita karir yang cerdas, cantik dan suka bersosialisasi dengan semua orang tanpa memandang status mereka.
"Silakan masuk Lady, saya akan tunjukan jalan ke tempat kita akan melakukan acara perjamuan."
Dengan segera Lily menunjukkan jalannya.
Selama perjalanan mereka hampir tidak berbicara dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Bisa di bilang mereka bertiga datang ke kediaman keluarga Chester, karena penawaran menarik yang di berikan oleh Lily.
Mereka sampai di taman milik keluarga Chester yang di penuhi oleh berbagai macam bunga.
"Lady Calesta taman ini sangat indah!" kata Roseline dengan ekspresi senangnya.
"Terima kasih atas pujiamu, Lady Deana." balas Lily yang ikut tersenyum senang.
Acara perjamuan minum teh pun dimulai. Kue dan makanan ringan lainnya sudah tersedia di meja.
Mereka menikmati acara minum teh dengan suasana yang baik, mereka memulai pembicaraan dengan saling mengenal satu sama lain.
"Lady Calesta, saya penasaran akan sesuatu. Kenapa Lady hanya memilih kami bertiga untuk datang ke sini?" tanya Joanne.
Lily meletakkan cangkir tehnya dan tersenyum ramah. "Tidak ada alasan khusus Lady Fidela."
Joanne hanya tersenyum kecil sambil menyesap teh nya kembali.
"Maaf Lady Calesta jika saya lancang. Bisakah kita ke pimbicaraan utamanya?" tanya Jannie sambil tersenyum.
Lily sudah tahu kalau Jannie tidak begitu suka basa-basi, hanya saja ia menunggu siapa dulu membuka suara tentang pembicaraan penting mereka.
Roseline, Joanne, dan Jannie menatap Lily dengan ekspresi yang sulit di tebak.
"Saya Lilybeth Calesta akan membantu Lady Deana, Fidela dan Chastine untuk menjadi penerus gelar 'Archduchess' di keluarga kalian." jawab Lily.
Pernyataan Lily membuat ketiga wanita itu terkejut dan menatap Lily bingung.
"Atas dasar apa Lady ingin membantu kami? Lalu keuntungan apa yang kita akan dapat?" tanya Jannie.
"Saya ingin membantu kalian untuk mengendalikan kekuatan kerajaan Grissham. Jika keluarga Chester, Fidela, Deana, dan Chastine menjadi satu, maka kekuatan kita akan setara dengan kekuatan kerajaan Grissham." jelas Lily.
"Keuntungan bagi kita adalah keluarga kerajaan tidak akan mengusik kita dengan cara apapun dan kalian bisa mengambil hak kalian yang telah direbut paksa oleh keluarga kerajaan." lanjutnya.
Ketiga wanita di depan Lily terkejut, seakan mereka bertanya 'bagaimana bisa Lily mengetahui rahasia mereka begitu dalam?'
"Lady bagaimana Anda bisa tahu rahasia kami?" tanya Joanne yang merasa curiga.
"Mencari semua itu bukanlah hal yang sulit, Lady Fidela. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa kalian berhak atas hal 'itu' dan 'itu' semua adalah fakta yang tidak bisa di ubah." jawab Lily dengan ekspresi tenangnya.
Tentu saja dia tidak bisa bilang kalau semua itu berasal dari novel yang dia baca.
Roseline menghela nafas. "Baiklah Lady Calesta saya menyetujui rencana Anda, tetapi jika rencana Anda gagal, apa yang akan anda lakukan?"
Lily sudah memperkirakan pertanyaan ini akan keluar dan dia sudah mempersiapkan jawabanya.
"Saya akan mengakhiri hidup saya atas dasar mengkhianati kalian."
Jawaban Lily cukup membuat mereka terkejut. Jika seorang bangsawan kelas atas berani mempertaruhkan nyawa artinya dia sangat serius.
"Baiklah saya menyetujui penawaran itu." kata Jannie.
"Lady Calesta Mohon kerja samanya." ujar Joanne yang terkesan dengan sikap berani Lily.
"Terima kasih! Mohon kerja samanya!" balas Lily senang.
"Ah! Karena kita akan bekerja sama, saya pikir lebih baik kita berbicara secara informal. Bagaimana pun kita akan menjadi rekan, 'kan?" kata Roseline semangat.
"Bukan rekan tetapi kita akan menjadi teman dan mungkin akan menjadi sahabat." lanjut Jannie.
Membuat Joanne dan Lily tersenyum senang.
"Kalau begitu panggil kami dengan nama depan kami." kata Joanne sambil menatap Lily.
Yang di setujui oleh Roseline dan Jannie.
Lily tersenyum senang dan mereka menghabiskan waktu cukup lama di taman hingga matahari hampir menghilang dari langit, akhirnya mereka mengakhiri pertemuan.
Setelah hari pertemuan itu kabar bahwa Keluarga Chester, Deana, Fidela dan Chastine berteman dekat menyebar luas hingga sampai di telinga Putra Mahkota Kerajaan Grissham.
"Seperti yang sudah aku perkirakan." gumam Putra Mahkota kerajaan Grissham.
Dia tersenyum tipis mendengar berita hangat yang menjadi perbincangan banyak orang.
"Wanita yang berani." lanjutnya sambil menutup buku laporan yang di berikan oleh tangan kanannya.
"Pangeran Jeron rapat pertemuan petinggi istana akan segera di mulai." kata tangan kanannya.
Putra mahkota yang bernama Jeron Marcilius itu menganggukan kepala dan beranjak dari kursi untuk menghadiri rapat penting itu.
Di sisi lain keenam Pangeran yang memiliki kemampuan berbeda-beda sedang menjalankan tugas sesuai dengan kemampuan mereka.
Seperti Pangeran ketujuh yaitu Pangeran Jhon Marcilius, Pangeran keenam yaitu pangeran Tedh Marcilius , dan Pangeran kelima Pangeran Jimmy Marcilius. Mereka mengurus masalah di luar kerajaan dengan cara turun tangan langsung.
Mereka bertiga adalah Jenderal perang tertinggi di kerajaan Grissham kemampuan dalam strategi dan berperang mereka sangat di akui oleh raja. Mereka sering melatih para prajurit kerajaan untuk meningkatkan kemampuan bertarung mereka.
Tidak jarang bagi mereka turun tangan untuk memperebutkan wilayah. Mereka selalu berhasil dalam hal memperebutkan wilayah sehingga kekuatan Kerajaan Grissham semakin besar.
Mereka sangat di hormati karena telah membawa kemenangan berkali-kali, tetapi mereka juga ditakuti karena sifat kejam dan tidak kenal ampunnya.
"Siapa yang akan menjadi lawanku kali ini?" tanya Jhon dengan wajah datarnya.
Para prajurit yang di hadapannya hanya terdiam, bagaimanapun juga mereka pasti akan kalah.
Jhon menghela nafas. "Dasar pengecut. Kau! Kemari dan lawan aku. Cepat! " teriak Jhon kepada salah satu prajurit.
Mau tidak mau prajurit itu maju kehadapan Jhon, kalau tidak nyawanya akan jadi taruhan.
Jhon memang melatih mereka dengan keras, tetapi itu demi kebaikkan mereka sendiri untuk menjadi kuat dan tidak takut kepada siapapun yang akan mereka hadapi.
Tidak jauh dari area pelatihan, terlihat bangunan besar yang nampak tidak begitu mewah tetapi memilki isi yang sangat rahasia.
Ya, tempat itu adalah tempat dimana mereka diskusi tentang strategi perang. Yang berada di dalam adalah Jimmy dan Tedh.
Mereka biasanya akan mendiskusikan beberapa wilayah yang mungkin bisa mereka rebut untuk memperluas kerajaan atau mereka menyusun rencana untuk penyerangan ke kerajaan Delton.
"Apa kau yakin wilayah ini harus kita rebut?" tanya Jimmy kepada Tedh yang sibuk memperhatikan peta dan memikirkan beberapa kemungkinan.
"Aku yakin, wilayah ini adalah perbatasan antara kerajaan Grissham dan Delton. Kita harus cepat merebutnya sebelum kerajaan Delton merebut wilayah itu duluan." jawab Tedh.
Jimmy mengangguk setuju, tapi dia fokusnya teralihkan kepada satu wilayah yang lumayan jauh dari kerajaan Grissham.
"Ada apa? " tanya Tedh.
"Aku sedikit tertarik dengan wilayah ini." jawab Jimmy sambil menunjuk wilayah yang terletak di sebelah utara itu.
Tedh mengakat sebelah alis seolah berkata 'kenapa?'.
"ini hanya perkiraanku. Kerajaan Delton tidak sedang merencanakan untuk mengambil wilayah perbatasan itu, tetapi dia mengincar wilayah utara ini karena dia tahu bahwa wilayah utara memiliki kekayaan alam yang banyak sehingga itu bisa menjadi pasokan mereka untuk berperang." jelas Jimmy serius.
"Jadi maksudmu mereka akan memperkuat sumber daya alam mereka untuk melakukan ekspor dan meningkatkan ekonomi kerajaan mereka?" tanya Tedh memastikan.
"Kau benar. Jika mereka berhasil maka akan semakin sulit bagi kita untuk menghancurkan mereka." jawab Jimmy.
"Kau! Cepat bikin laporan tentang masalah tadi dan berikan kepada Radolf." perintah Tedh ke tangan kanan mereka.
"Baik Pangeran." jawab tangan kanannya itu.
Jika masalah eksternal kerajaan berada di tangan Ketiga Pangeran termuda tadi, maka masalah internal berada di tangan Pangeran keempat yaitu Radolf Marcilius, Pangeran ketiga yaitu Hobert Marcilius, dan Pangeran kedua yaitu Maxen Marcilius.
Mereka mengurus masalah internal kerajaan seperti ekonomi, hukum dan juga sosial.
Mereka lebih sering bekerja di dalam kerajaan, mereka juga yang bertanggung jawab atas pengeluaran kas kerajaan.
Jika masalah hukum, biasanya mereka menjadi hakim di sebuah pengadilan kelas satu, dua dan tiga.
Maksud dari kelas itu adalah tingkatan kejahatan yang terjadi, semakin kecil angka kelasnya artinya kejahatan yang dilakukan sangat besar dan mungkin akan berdampak ke kerajaan Grissham.
Tidak jarang mereka memenjarakan para petinggi istana yang melakukan korupsi.
Jika masalah sosial mereka akan memperhatikan seperti 'bagaimana rakyat mereka hidup?', 'adakah rakyat mereka yang menderita?', 'apakah ada bangsawan yang melenceng?'.
Mereka akan melalukan segala cara agar rakyatnya hidup sejahtera.
Walaupun dikenal dingin dan kejam, tetapi jika sudah menyangkut kerajaan mereka akan melakukan itu semaksimal mungkin.
Mereka juga tidak segan akan mengirim pembunuh bayaran untuk membunuh orang-orang yang membahayakan kerajaan, walaupun mereka jarang turun tangan ke medan perang bukan berarti mereka tidak bisa berperang.
Mereka bertiga bisa di bilang senjata rahasia di kerajaan Grissham, karena kekejaman mereka yang membuat siapa saja takut.
Dahulu mereka pernah ikut berperang dan hanya dalam satu jam bisa menghabisi 10.000 prajurit.
"Permisi Pangeran Radolf, ini adalah laporan dari Pangeran Jimmy dan Pangeran Tedh." kata tangan kanan Jimmy dan Tedh.
"Baiklah terima kasih. Kau boleh pergi." balas Radolf setelah menerima kertas itu.
"Baik Pangeran, saya permisi."
Di ruangan yang hening itu hanya terdengar suara jarum jam yang bergerak, mereka terlaku fokus jika sedang mengerjakan sesuatu.
"Hm...tidak buruk." kata Radolf membuat Hobert menoleh ke arahnya.
"Apa yang dikatakan oleh kedua orang itu? " tanya Hobert.
Radolf melempar kertas itu ke arah meja Hobert. "Ck! dasar kau ini." kesal Hobert.
Dia melihat kertas itu dan mulai membaca. "Strategi ini mungkin singkat, tapi cukup sulit jika di laksanakan." kata Hobert.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Hobert ke Maxen yang sibuk dengan kertas-kertas di tangannya.
"Terserah kalian saja." jawab Maxen acuh tak acuh. Maxen terkenal dengan sifatnya yang irit bicara dan dingin.
"Sebelum kita memutuskan hal ini, kita harus menyampaikannya ke Jeron dan juga kita harus memperhitungkan pengeluaran yang di butuhkam untuk rencana ini." jelas Hobert yang di perhatikan oleh Radolf.
"Aku setuju, kita juga harus cepat menyelesaikan berkas-berkas ini." kata Radolf sambil mengambil beberapa berkas yang belum selesai dia periksa.
"Pria tua berkepala botak itu melakukan korupsi dengan nominal yang sangat besar. Hobert buatkan laporan penangkapan untuk pria tua itu dan Radolf kau yang jadi hakim di pengadilannya besok. Aku harus mengurus uang yang hilang ini."
Maxen langsung menstempel berkas di tangannya.
"Kau ini sekalinya berbicara hanya bisa menyuruh. Menyebalkan." kesal Hobert.
"Itu bukan urusanmu." balas Maxen.
"Bisakah kalian berhenti dan mulai bekerja?" tanya Radolf dengan senyum manis tapi memiliki arti yang menyeramkan.
Akhirnya mereka berdua terdiam dan mulai bekerja.
Seperti itulah kondisi di ruangan yang selalu mempunyai aura mencekam.
Walaupun terlihat tidak akur, tetapi sebenarnya mereka sudah terbiasa bergantung satu sama lain.
***
"Yang Mulia, kita harus cepat merebut wilayah perbatasan. Jika Kerajaan Delton lebih dulu mengambil wilayah itu, maka Kerajaan kita akan mendapatkan kerugian yang besar."
"Tidak Yang Mulia! Sekarang yang utama kita harus menstabilkan perekonomian kerajaan kita terlebih dahulu".
Perdebatan antara para petinggi membuat kepala Raja Damarion pusing, sejak tadi mereka hanya mendebatkan dua hal itu saja.
Padahal menurut Raja Damarion ada hal yang lebih penting dari kedua itu, sesuatu yang mengancam kerajaan mereka.
Brakk
Suara pukulan itu membuat semua orang terdiam. "Bisakah kalian lebih tenang?" tanya Jeron.
Semua langsung terdiam, karena mereka masih menyayangi nyawa mereka.
"Terima kasih Jeron." kata Raja Damarion yang terlihat jengah dengan perdebatan para petinggi kerajaan.
"Jika saja mereka tidak berguna untuk kerajaan ini, kupastikan kepala mereka akan putus saat ini juga." gumam sang Raja.
"Kita mengadakan rapat bukan untuk membicarakan kedua hal itu." kata Raja Damarion sambil melihat kertas yang di berikan Jeron.
"Lalu untuk apa yang mulia mengadakan rapat ini?" tanya petinggi yang mempunyai wajah menyebalkan menurut Jeron.
"Lancang sekali." tegur Jeron pelan.
"M-maafkan saya Putra Mahkota." petinggi itu langsung menundukkan kepalanya.
"Kalian tidak perlu membicarakan kedua hal itu karena ketujuh Pangeran kerajaan ini yang akan mengurusnya." kata Raja Damarion.
"Kita merapatkan tentang keempat 'Archduke' yang telah menggabungkan kekuatan mereka." lanjut Raja Damarion yang menatap tajam ke arah mereka.
"M-maksud Yang Mulia keluarga Chester, Chastine, Deana, dan Fidela?" tanya salah satu dari mereka.
"Siapa lagi kalau bukan mereka. Aku hanya ingin memerintahkan kalian untuk mencari tahu apa yang terjadi di kota selama beberapa hari ini, buat laporan tentang perekonomian keluarga mereka dan juga selidiki apa yang rencanakan. Terutama Lilybeth Calesta." jelas Raja Damarion.
"Apa perintahku sudah jelas?" tanyanya dengan wajah datar.
"Sudah Yang Mulia." jawab mereka bersama.
"Baiklah rapat kali ini selesai." Raja Damarion dan Jeron meninggalkan ruangan terlebih dahulu.
"Jeron, sepertinya kau sangat tertarik dengan anak keluarga Chester." kata Raja Damarion.
"Pergerakan wanita itu sulit di baca dan berita tentang dirinya membuat diriku tertarik. Hanya itu saja tidak lebih." balas Jeron tersenyum kecil.
Tiba-tiba tangan kanan Jeron membisikan sesuatu kepadanya. "Baiklah aku akan segera ke sana dan kumpulkan mereka berenam di ruangan biasa." bisik pelan Jeron ke tangan kanannya itu.
"Ada apa?" tanya sang Raja.
"Urusan penting. Saya mohon undur diri Yang Mulia" kata Jeron.
Raja Damarion hanya bisa menghela nafas, ketujuh anaknya itu sangat sulit di tebak dan terkadang mereka membuat rencana tanpa bilang ke dirinya terlebih dahulu.
"Mereka sangat unik seperti dirimu Isabella" gumam Raja Damarion sambil melihat lukisan mendiang istrinya sekaligus Ratu seumur hidupnya.
To be continue...