Chereads / Lady's Choice / Chapter 3 - Chapter 3.

Chapter 3 - Chapter 3.

"Ck! Kau lambat sekali." kata Maxen yang kesal melihat Jeron baru datang.

"Kita sudah menunggumu selama 15 menit." kata Jimmy dengan nada kesalnya.

"Jangan meributkan hal itu, kita hanya akan membuang waktu." kata Jhon yang tidak suka mendengar keributan kakak-kakaknya itu.

Jeron yang melihat para saudaranya berdebat menatap mereka dingin.

"Kita sama-sama sibuk, tolong ingat itu." kata Jeron dingin membuat semua orang terdiam.

Setelah keadaan mulai tenang Jeron baru membuka pembicaraan.

"Silakan yang ingin berbicara duluan."

Jeron lalu memberi isyarat kepada kelima tangan kanan mereka untuk keluar dari ruangan.

"Aku ingin membahas wilayah yang akan kita rebut."

Jimmy yang memulai pembicaraan berdiri di samping peta yang berada di belakang meja.

"Kita mempunyai kendala dengan wilayah ini."

Jeron menaikkan satu alisnya seolah-olah dia bertanya 'kenapa? '.

"Pemimpin wilayah utara bersabahat dekat dengan keluarga Chester. Seminggu yang lalu wilayah itu di lindungi oleh keluarga Chester bahkan keluarga Deana, Fidela, dan Chastine. Mereka memberi bantuan pasukan dengan jumlah banyak untuk melindungi wilayah utara."

Setelah selesai menjelaskan, Jimmy kembali duduk dan melihat reaksi saudara-saudaranya.

"Apa mungkin mereka mengetahui rencana kita?" tanya Radolf.

"Tidak mungkin mereka mengetahuinya, sedangkan rencana ini baru saja di buat." bantah Hobert. Dia berpikir tidak mungkin ada seseorang yang mengetahui rencana yang baru saja dibuat.

"Tapi jika di lihat dari pergerakan mereka seperti sudah tersusun rapih." kata Jhon yang melihat berkas informasi yang berada di tangannya.

"Siapa yang menyusun rencana itu semua?" tanya Jimmy.

"Bukankah sudah jelas ini adalah rencana wanita itu." jawab Maxen yang dengan santai menyesap tehnya.

Jeron menyeringai. "Tentu saja ini semua rencana Lilybeth Calesta."

"Apakah dia wanita yang secerdas itu? Seingatku dia hanyalah wanita pendiam dan pemalu."

Tedh sering mendengar rumor kalau Lilybeth Calesta adalah gadis yang pediam, pemalu, dan jarang berinteraksi dengan orang-orang.

Dia merasa aneh ketika mendengar kalau Lilybeth Calesta bisa membuat rencana seperti itu.

"Bukankah itu hal wajar bagi seorang manusia berubah demi sebuah tujuan." Kata Jeron.

Dia kembali berbicara sambil memperhatikan kertas di depannya.

"Jadi kita harus bagaimana sekarang Jeron?" tanya Jimmy yang menunggu keputusan Jeron.

"Kita undur dulu rencana ini, tapi kita tetap mempersiapkan pasukan untuk menyerang ke sana karena wilayah utara tidak bisa bermain lembut."

Mendengar keputusan Jeron. Jimmy menghela nafas, dia menjadi frustasi karena pekerjaannya bertambah.

"Lalu aku akan mengundang Lilybeth Cesta secara pribadi untuk datang ke sini. Aku ingin melihat secara langsung secerdas apa ia hingga bisa membuat rencana seperti itu." kata Jeron.

Jhon menyeringai. Dia juga menantikan hari dimana ia bertemu dengan anak semata wayang keluarga Chester itu. "Ini akan menjadi hal yang menarik." gumam Jhon.

"Ah! aku hampir lupa. Sore nanti akan ada penangkapan dan pengumpulan barang bukti petinggi istana yang korupsi." kata Maxen tiba-tiba.

Perhatian mereka langsung tertuju pada Maxen. Dia langsung bisa merasakan amarah Jhon ketika mendengar kata 'korupsi'.

"Sepertinya mereka sudah bosan hidup." kesal Jhon.

"Kali ini yang berulah adalah petinggi istana. Aku sudah menyiapkan barang bukti berupa berkas yang berisi pengeluaran keuangan yang tidak wajar. Itu akan menjadi bukti yang kuat untuk membuat dia dipenjara seumur hidup." jelas Maxen.

"Lalu besok Radolf yang akan menjadi hakim di pengadilan 'orang itu', hanya saja kita tinggal meminta keterangan dari para saksi yang terlibat." kata Hobert yang melanjutkan penjelasan Maxen.

"Sepertinya aku tahu siapa orang yang kalian maksud." kata Tedh yang sedang menyimak.

"Siapa lagi kalau bukan pria tua berkepala botak itu." kata Hobert yang kesal hanya dengan mengingat wajah orang yang mereka bicarakan.

"Baiklah adakan acara pengadilan itu besok siang, dan Maxen, kau harus membuat ulang laporan uang yang hilang itu lalu berikan kepada Raja. Hobert, sebaiknya kau temui saksi yang bersangkutan jika mereka menolak paksa saja mereka untuk berbicara. Radolf, kau persiapkan dirimu besok untuk menjadi hakim lalu berikan pria itu sanksi atas pengkhianatan terhadap kerajaan." perintah Jeron yang di angguki oleh Mereka bertiga.

"Lalu Jhon jika kau tidak sedang melatih para ksatria, ikut aku untuk menemui Lilybeth Celesta dan kalian berdua buatlah strategi yang baru lalu persiapkan juga pasukan untuk rencana itu. Kirim laporan itu padaku besok sore." lanjut Jeron sambil menatap ke arah mereka bertiga.

"Baiklah rapat kali ini selesai."

Setelah itu Jeron menutup rapat dan langsung meninggalkan ruangan, diikuti oleh tangan kanannya.

"Dia sangat pandai dalam memerintah orang. Pekerjaan kita semakin banyak karena Lilybeth Calesta dan pria tua itu." gerutu Hobert.

Akhirnya mereka ikut keluar dari ruangan itu karena mereka harus mempersiapkan semua yang di perintahkan oleh Jeron.

Jika mereka telat memberikannya atau salah dalam mengerjakannya, mereka pasti akan diberi hukuman di asingan selama tiga bulan.

"Sabastian, buat undangan untuk Lilybeth Calesta dan katakan bahwa aku ingin menemuinya secara pribadi."

Perintah Jeron kepada tangan kanannya yang bernama Sabatian.

"Baik Langeran." jawab Sabastian.

Sedangkan disaat bersamaan di kediaman keluarga Chester, terlihat Lily sedang sibuk dengan kertas dan penanya.

"Nona, sebaiknya Anda jangan terlalu memaksakan diri."

Marie menyarankan Lily untuk istirahat karena khawatir dengan kesehatannya.

"Aku baik-baik saja Marie, jangan khawatir."

Lily berusaha menenangkan Marie dengan tersenyum untuk menanggapi ucapannya.

Akhir-akhir ini Lily sangat sibuk mempersiapkan rencana nya untuk menghindari beberapa kejadian yang akan merugikan dirinya dan juga keluarganya.

Dia tahu bahwa hari ini ketujuh Pangeran itu sibuk menentukan wilayah yang harus mereka rebut. Jika di dalam novel, rencana mereka untuk merebut wilayah utara berhasil dan membuat persahabatan keluarga Chester dan pemimpin wilayah utara menjadi memburuk.

Sehingga pemimpin wilayah utara menaruh dendam terhadapa Kerajaan Grissham, termasuk keluarga Chester.

Untuk mencegah hal itu terjadi, seminggu yang lalu Lily membuat rencana untuk memperkuat persahabatan keluarganya dengan pemimpin wilayah utara itu.

Rencana itu berhasil berkat bantuan dari ketiga temannya yaitu Jannie, Roseline, dan Joanne.

Sekarang dia harus menyusun rencana baru untuk mencegah pertemuannya dengan Putra Mahkota kerajaan Delton pada saat pesta ulang tahunnya nanti.

Lily juga harus memperluas persekutuan keluarganya untuk memperoleh kekuatan yang besar.

Untuk janjinya kepada ketiga temannya sudah mulai berjalan. Hampir setiap hari mereka bertemu untuk membicarakan rencana-rencana yang di buat oleh Lily.

Mereka bertiga senang karena semua yang di rencanakan Lily berjalan dengan baik.

"Marie, kapan Ayah dan Ibu sampai rumah?" tanya Lily yang sudah selesai menulis.

"Tuan dan Nyonya akan sampai minggu depan, Nona." jawab Marie sambil menuangkan segelas teh untuk Lily.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar. "Masuk." sahut Lily.

Thomas masuk sambil membawa sebuah surat dan menyerahkannya ke Lily.

"Lady, Putra Mahkota mengirim surat untuk Anda."

Lily membuka surat yang terdapat simbol kerajaam Grissham dan mulai membacanya.

'Untuk Lady Lilybeth Calesta.

Dengan ini, Putra Mahkota Kerajaan Grissham mengundang Lady Calesta untuk menghadiri pertemuan pribadi dengan Putra Mahkota.

Dengan tujuan untuk membicarakan hal penting. Kami akan mempersiapkan kereta kuda untuk menjemput Anda.

Lokasi pertemuan, di Istana Ruby.

Jam pertemuan, besok setalah jam makan siang.

Dari Kerajaan Grissham.'

"Tidak ku sangka akan secepat ini respon mereka."

Lily menghela nafas. Mau tidak mau dia harus datang, jika tidak pasti dia akan di curigai oleh ketujuh Pangeran itu.

"Thomas, tolong kosongkan jadwalku untuk besok siang." pinta Lily.

"Apakah Lady ingin pergi ke Ibukota?" tanya Thomas.

"Tidak Thomas. Besok setelah makan siang Putra Mahkota mengundangku ke istana."

Jawaban Lily membuat kedua pelayan pribadinya itu terkejut.

"Tenang saja ini bukan masalah yang serius. Aku hanya di undang karena Putra Mahkota ingin membicarakan hal penting." kata Lily menenangkan dua pelayannya.

"Baik Lady akan saya kosongkan jadwal Anda untuk besok. Kalau begitu saya permisi." kata Thomas lalu dia pergi dari ruangan Lily.

"Nona, sudah malam sebaiknya Anda istirahat." kata Marie.

"Baiklah aku akan istirahat."

***

Hari dimana aku pergi ke istana pun tiba. Sesampai disana terlihat seorang prajurit sudah menunggu kedatanganku.

"Selamat datang Lady, nama saya Sabastian. Saya di perintahkan oleh Putra Mahkota untuk mengawal Anda secara pribadi."

Dia memperkenalkan diri dengan ramah dan sambil membungkuk hormat kepadaku

"Senang bertemu denganmu Sabastian."

Sabastian adalah tangan kanan dari Putra Mahkota. Dia sangat loyal terhadap Tuannya dan akan menjalakan semua perintah dari Tuannya.

"Silakan Lady, saya akan tujunkan jalannya" kata Sabastian.

Setelah itu kita berjalan masuk ke Istana Ruby. Selama di perjalanan kita tidak berbicara sama sekali.

Ternyata Istana Ruby sangat luas dan aku cukup kagum dengan interiornya yang indah.

Tidak terasa langkah kakiku sudah sampai di depan pintu yang bisa dipastikan kalau ini adalah ruang kerja Putra Mahkota.

"Yang Mulia, saya sudah membawa Lady Calesta." kata Sabastian.

"Masuk."

Pintu terbuka, lalu terlihat dua pangeran yang sedang sibuk dengan kertas-kertas di tangan mereka.

"Lady Calesta yang duduk di sana adalah Putra Mahkota Kerajaan Grissham yaitu Pangeran Jeron Marcilius dan yang sedang berdiri itu adalah Pangeran ketujuh yaitu Pangeran Jhon Marcilius."

Sabastian memperkenalkan mereka berdua kepadaku. Jujur saja aku sedikit terkejut ketika melihat wajah mereka secara langsung.

Dulu ketika sedang membaca novel aku sering bertanya-tanya, 'wajah mereka seperti apa?'.

"Terima kasih Sabastian."

Aku mengucapkan terima kasih pada Sabastian, dia menganggukan kepalanya dan berdiri agak jauh dariku.

"Salam kepada Putra Mahkota dan Pangeran Jhon, sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Putra Mahkota dan Pangeran. Saya Lilybeth Calesta putri dari keluarga Chester. Semoga kebahagiaan selalu bersama Putra Mahkota dan Pangeran."

"Senang bertemu denganmu Lady, silakan duduk."

Aku mendengar suara Putra Mahkota yang menyuruhku untuk duduk dan dia menunjuk sofa yang berada didepan meja kerjanya.

Ketika aku berjalan ke arah sofa terdengar gumaman seseorang.

"Hm...Cantik."

Aku menoleh dan melihat Pangeran Jhon sedang menatapku sambil menyeringai.

Kenapa dia menatapuku seperti itu?

Aku berusaha untuk mengabaikan tatapan Pangeran Jhon.

Setelah aku duduk. Putra Mahkota memerintahkan Sabastian untuk membuatkan teh untukku.

Aku pikir dia hanyalah seorang Pangeran yang dingin dan tidak peduli dengan orang di sekitarnya.

"Sabastian siapkan teh untuk tamu kita."

Tiba-tiba Pangeran Jhon duduk di sofa ysng berada di hadapanku, dia duduk sambil menyilang tangannya.

Entah kenapa aku menjadi risih karena terus di tatap oleh Pangeran Jhon.

"Lady Calesta, saya dengar keluarga anda berteman dekat dengan pemimpin di wilayah utara?" tanya Putra Mahkota yang langsung ke pembicaraan utama.

"Benar Pangeran. Keluarga Chester sudah menjalin persahabatan dengan pemimpim wilayah utara sejak lama." jawabku sambil menatap Putra Mahkota.

Aku tahu kalau Putra Mahkota adalah orang yang sangat cerdas dan dia pasti menaruh curiga padaku karena bisa menjalankan rencana itu.

Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan rencana yang sudah kubuat dengan susah payah.

"Wilayah itu sangat kaya akan sumber daya alam dan juga memiliki beberapa tanaman obat langka. Bukankah wilayah itu akan sangat bagus jika menjadi milik Kerajaan Grissham?" tanya Jeron.

"Wilayah itu memang mempunyai hal yang sangat berharga dan langka. Tapi jika Putra Mahkota ingin mendengarkan pendapat dari saya, maka saya akan menjawab lebih baik wilayah utara tidak rebut."

"Jelaskan alasannya." pinta Jeron.

"Alasannya jika Kerajaan Grissham merebut wilayah utara akan meningkatkan potensi adanya pembrontakan di berbagai wilayah. Karena rakyat di wilayah utara pasti akan menyebar dan mengajak wilayah lain untuk melakukan pembrontakan. Lalu akan terjadi perang antara rakyat dan pemerintah."

"Jika perang itu terjadi kita tinggal memenggal kepala mereka." kata Pangeran Jhon.

Ya. Seperti didalam novel, kau memenggal kepala Lilybeth. Rasanya aku ingin berkata seperti itu ketika mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Pangeran yang terkenal kejam itu.

Mengingat bagaimana takdir sial yang dialami Lilybeth didalam novel. dia dihukum penggal oleh ketujuh Pangeran kerajaan ini.

Semua Pangeran kerajaan ini memang terkenal kejam dan tidak kenal ampun. Untung saja mereka tidak pernah membunuh seseorang tanpa alasan.

"Pangeran Jhon itu adalah pilihan yang tidak tepat. Jika memang terjadi perang bukankah sangat mungkin Kerajaan Delton akan membantu mereka? Dan juga kerajaan ini akan mengalami kerugian yang besar seperti kemiskinan dan langkanya bahan pangan."

Aku sedikit melirik kearah Pangeran Jhon. Anehnya dia sama sekali tidak menanggapi ucapanku dan hanya terdiam.

Biasanya dia akan marah jika ada orang yang tidak sependapat dengannya

"Lalu bagaimana solusinya agar kita bisa memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Grissham?" tanya Jeron.

Kenapa Putra Mahkota terus bertanya hal yang seharusnya dia diskusikan dengan Penasihat Kerajaan?

Apa mereka sedang mengujiku? Atau mereka mempunyai tujuan lain?.

Aku menghela nafas, mungkin menurut mereka sikapku tidak sopan, tapi aku tidak peduli. Aku ingin cepat-cepat menyudahi pembicaraan ini.

Pasti mereka akan terkejut ketika mendengar jawabanku.

"Bersekutu dengan wilayah barat yang dipimpin oleh Grand duke Arcana."

Benar saja mereka terkejut, mereka pasti tidak akan menyangka aku menyebut keluarga 'Arcana'.

"Grand Duke Arcana adalah saudara jauh dari keluarga Kerajaan Delton, tapi dia juga sangat membenci Kerajaan Delton. Jika Kerajaan Grissham bisa menjadi sekutu mereka maka akan lebih mudah untuk mengetahui pergerakan Kerajaan Delton."

Entah apa yang mereka pikirkan. Tapapan mereka terfokus kepadaku dan aku berusaha mengabaikan tatapan mereka dengan menundukan sedikit kepalaku.

"Menarik." kata Putra Mahkota.

Sedangkan aku bisa merasakan kalau Pangeran Jhon menyeringai kearahku.

Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Aku sangat risih dengan tatapan dan seringainya itu.

Dia menatapku seolah-olah aku adalah makanan yang siap disantap.

***

"Dia akan menjadi milikku." gumam Jhon yang tidak terdengar oleh siapapun.

Lily menatap mereka berdua bingung karena mereka tiba-tiba terdiam. "Sabastian catat semua saran yang di berikan oleh Lady Calesta lalu berikan kepada Jimmy dan Tedh." perintah Jeron yang langsung di laksanakan oleh Sabastian.

"Cara berpikir yang hebat." puji Jhon.

"Terima kasih Pangeran." balas Lily yang terlihat sedikit jenuh dengan suasana di ruangan itu.

Tidak terasa waktu yang mereka habiskan cukup banyak hingga matahari terbenam.

"Lady karena sudah malam, bagaimana kalau Lady menginap disini?" tanya Jeron sambil melihat ke arah jendela dimana hari sudah menjadi gelap.

"Terima kasih atas tawaran Pangeran, tapi saya harus tetap pulang." jawab Lily berusaha menolak permintaan Pangeran di hadapannya itu.

"Jarak antara istana dan rumahmu sangat jauh, lebih baik kau menginap di sini. Ini perintah dariku!" tegas Jhon.

Setelah berkata seperti itu Jhon langsung meninggalkan ruangan.

"Apa-apaan dia!" gumam Lily yang kesal dengan tingkah aneh Jhon dan beruntungnya Jeron tidak mendengar ucapan Lily.

"Jadi bagaimana Lady?" tanya Jeron sambil tersenyum.

Jika seorang Jeron Marcilius tersenyum bukan menandakan hal baik, tetapi sebaliknya itu adalah ancaman agar orang yang diajak berbicara menuruti perintahnya.

"B-baiklah saya akan menginap di sini." jawab Lily pasrah.

"Keputusan yang tepat. Karena Sabastian sedang tidak ada, biarkan Daniel yang mengantarkan Lady." kata Jeron sambil menyuruh pelayan istana untuk memanggilkan Daniel.

"Daniel?" bingung Lily, dia merasa tidak asing dengan nama Daniel.

"Daniel adalah pengawal pribadi kami." jawab Jeron.

Tidak lama Daniel pun datang.

"Lady terima kasih atas hari ini. Silakan beristirahat." kata Jeron.

"Dengan senang hati Pangeran kalau begitu saya permisi."

Daniel mengantarkan Lily ke kamar tamu yang letaknya lumayan jauh dari ruangan kerja Putra Mahkota.

Langkah Daniel terhenti ketika mendengar suara yang menyapanya.

"Daniel!"

Lily ikut menoleh dan melihat ketiga laki-laki yang berjalan ke arah Daniel. Dari pakaian mereka, Lily bisa menebak mereka adalah tangan kanan Pangeran kerajaan ini.

"Kau kemana saja?" tanya salah satu dari mereka.

"Seperti yang kalian lihat aku sedang mengawal tamu Putra Mahkota." jawab Daniel.

Mereka yang menyadari keberadaan Lily langsung membungkuk hormat. "Maafkan kami karena tidak menyadari kedatangan Lady."

"Tenang saja itu bukan salah kalian." kata Lily sambil tersenyum.

Seketika mereka terdiam karena terpesona oleh senyuman Lily.

"Ehm!" dehaman seseorang menyadarkan mereka.

"Jika kalian menatap Lady Calesta seperti itu akan membuatnya tidak nyaman."

"Sabastian!" seru mereka.

"Maaf atas ketidaksopanan mereka Lady." kata Sabastian.

"Tidak apa-apa, mereka sangat lucu." kata Lily yang sedikit terhibur dengan sifat lucu mereka.

"Saya akan memperkenalkan mereka. Dia bernama Terry, lalu dia bernama Hugo, dan dia bernama Ben, dan yang mengawal anda adalah Daniel. Kami adalah pengawal pribadi para Pangeran."

Sabastian memperkenalkan mereka satu-persatu.

"Senang bertemu dengan kalian. Aku putri dari keluarga Chester, Lilybteh Calesta." kata Lily yang ikut memperkenalkan diri.

"Daniel sebaiknya kau cepat antar Lady Calesta ke kamar. Udara malam semakin dingin." kata Terry sambil memeluk tubuhnya sendiri.

"Aku tahu." Daniel dan Lily langsung berjalan mengingat udara semakin dingin.

"Sampai jumpa Lady Calesta!" seru Terry, Hugo, Ben dan Sabastian.

"Sampai jumpa kembali."

***

"Hei Jhon! Kau kenapa melamun?!" teriak Jimmy yang kesal karena Jhon sama sekali tidak membantu pekerjaan mereka.

"Cantik." gumam Jhon yang masih membayangkan bagaimana wajah serius Lily ketika menjawab pertanyaan dari Jeron tadi.

"Apakah dia benar-benar sehebat itu sehingga membuat seorang Jhon terus berpikir tentangnya?" tanya Tedh.

"Kalian akan mengetahuinya ketika bertemu langsung dengan wanita itu." jawab Jhon santai.

"Apa kau tertarik padanya?" tanya Jimmy.

"Tentu saja. Dia akan menjadi aset yang berharga bagi kerajaan ini." jawab Jhon dengan menyunggingkan senyumnya.

"Kau pikir dia barang." kata Tedh yang mulai kesal dengan cara berpikir adiknya itu.

"Aku jadi penasaran, bagaimana besok kita coba menemui wanita itu?" usul Jimmy kepada Tedh.

"Bukan ide yang buruk" jawab Tedh.

"Akan ku pastikan kau jadi milikku." gumam Jhon.

Disisi lain pikiran Putra Mahkota tidak lepas dari percakapannya dengan Lily.

"Aku bisa gila jika terus seperti ini. Wanita itu memang benar-benar selalu saja membuatku terkejut." kata Jeron sambil meminum segelas anggur yang ada di tangannya.

***

"Jika Lady membutuhkan sesuatu bisa panggil saya ataupun mereka berempat. Kalau begitu saya permisi, selamat istarahat Lady" kata Daniel yang berdiri diambang pintu.

"Terima kasih Daniel."

Daniel tersenyum ke arahku, dia membungkuk dan pergi meninggalkan kamar ini.

Aku langsung merebakan tubuhku di atas kasur dan menghela nafas. Hari yang melelahkan.

Aku memutuskan untuk membersihkan tubuhku dan berganti dengan pakaian tidur.

Aku masih mempunyai waktu tiga bulan lagi sebelum hari ulang tahunku. bagaimanapun caranya aku harus mengubah alur cerita ini agar tidak sama dengan novel aslinya.

Tiba-tiba suara langkah kaki yang kencang terdengar membuatku tersadar dari lamunanku, aku memutuskan membuka pintu untuk melihat siapa disana.

Ketika aku membuka pintu, terlihat tubuh tegap seseorang, aku mendongakkan kepalaku.

"Siapa kau?! Kenapa ada di kamar ini?!"

Dia terlihat terkejut melihatku, dari pakaiannya bisa ditebak kalau dia adalah seorang Pangeran.

"Aku tahu wajahku tampan sehingga kau terpesona. Bisakah kau menjawab pertanyaanku orang asing!" kesal orang itu.

Kenapa dia percaya diri sekali?! Padahal aku hanya terdiam bukan mengagumi wajahnya itu.

"Aku adalah tamu Putra Mahkota. Namaku Lilybeth Calesta."

Bisa di lihat mata orang itu membulat sempurna seakan dia melihat 'hantu', tapi seketika ekpresi wajahnya berubah menjadi dingin.

"Hm... jadi kau wanita yang jadi perbincangan dimana-dimana." kata orang itu sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Maaf kau siapa? " tanyaku yang pura-pura tidak mengenalnya.

Walaupun aku tahu kalau dia seorang Pangeran, tapi entah kenapa aku sangat kesal dengan cara berbicaranya yang terdengar menyebalkan.

"Kau! Dasar tidak sopan! Aku ini adalah Pangeran keenam Kerajaan Grissham Tedh Marcilius!" geramnya.

Oh tidak. Kenapa aku harus bertemu dengan Langeran lainnya di hari yang sama. Padahal aku sudah cukup lelah bertemu kedua Langeran tadi.

"jadi ada keperluan apa seorang Pangeran datang malam-malam ke kamar seorang Lady?" tanyaku yang sudah jengah.

"ini adalah istanaku! Jadi aku bisa kemana saja tanpa izin dari siapapun dan kamar ini adalah tempat biasa aku tidur! ".

Dia menatapku tajam, ia pikir aku takut dengan tatapan tajamnya itu.

"Lalu? Apa Pangeran tidak mempunyai kamar sendiri? Ini adalah kamar tamu yang menjadi fasilitas di istana dan Putra Mahkota sendiri yang menyuruhku untuk istirahat di sini."

"Kau!!!"

"Baiklah Pangeran Teddy selamat malam."

Malas berdebat dengannya aku langsung menutup pintu nya dan tak lupa ku kunci dari dalam.

"Apa kau bilang?!!! Teddy?!! Apa kau gila?!! Namaku Tedh!! Ingat itu!! Kau sudah menghina nama seorang Pangeran!!".

Astaga teriakan Pangeran Tedh membuat telingaku sakit. Bisa-bisanya dia berteriak di tengah malam begini.

Aku menutup kupingku dengan bantal, kenapa Pangeran di kerajaan ini sangat unik?.

Karena lelah rasa kantuk pun menyerang, mataku perlahan-lahan menutup dan aku berdoa semoga tidak dipertemukan dengan Pangeran yang aneh lagi.

***

"Ck! Dia sangat menyebalkan tapi... Cantik." gumam Tedh dan dia langsung pergi dari hadapan pintu kamar itu.

To be continue...