Chereads / Lady's Choice / Chapter 7 - Chapter 7.

Chapter 7 - Chapter 7.

Beberapa hari setelah hari penobatan Lily menjadi penasihat kerajaan.

"Hahh..."

Itu adalah helaan nafas Lily yang keenam kalinya, dia terlihat seperti sedang bekerja, tetapi pikirannya sedang memikirkan seseorang.

"Lady, apa ada sesuatu yang mengganggumu?" tanya Ben khawatir.

"Hm? T-tidak ada." jawab Lily.

Ben menghela nafas, dia tidak bisa melihat nona di depannya terus murung seperti ini.

"Apa Lady masih mengkhawatirkan keadaan Pangeran Maxen?" tanya Ben memastikan.

Lily menganggukkan kepalanya.

"Tenang saja Lady. Pangeran Maxen akan baik-baik saja." kata Ben yang berusaha menyemangati Lily.

"T-tapi dia masih tidak sadarkan diri hingga sekarang karena salahku."

Tanpa sadar air mata Lily sudah mengalir dari matanya. Ben yang melihat itu hanya bisa menatap Lily sedih.

"J-jika saja waktu itu aku yang tertusuk mungkin sekarang dia akan baik-baik saja." kata Lily yang masih menyalahkan dirinya.

"Lady tolong jangan berkata seperti itu, aku yakin pangeran juga tidak ingin Lady terluka" kata Ben.

Sekarang seperti itulah kondisi Lily, dia masih saja menyalahkan dirinya karena telah membuat Maxen tidak sadarkan diri atau lebih tepatnya koma.

Kejadian itu terjadi keesokan harinya setelah Lily menjadi Pensihat Kerajaan.

***

Siang itu Duke Bavol bersama utranya datang secara tiba-tiba untuk menemui Raja Damarion.

Sabastian yang melihat ketidaksopanan Duke Bavol ingin langsung bertindak tapi di tahan oleh Raja.

"Hasil ini tidak dapat bisa di ubah sampai kapanpun dan banyak saksi mata yang menerima Lady Calesta sebagai Penasihat Kerajaan." kata Raja Damarion.

Duke Bavol terlihat geram, "Yang Mulia, putraku lebih pintar dan pantas menjadi Penasihat Kerajaan. Lalu di sejarah kerajaan ini seorang wanita tidak pernah menjadi Penasihat Kerajaan apalagi di usia semuda Lady Calesta."

"Sejak berdirinya Kerajaan Grissham tidak ada hukum yang menyatakan bahwa yang menjadi Penasihat Kerajaan adalah seorang laki-laki. Jadi walaupun Lady Calesta menjadi Penasihat Kerajaan bukanlah sesuatu yang melanggar hukum di kerajaan ini." jelas Raja Damarion yang berusaha tenang menghadapi orang di hadapannya.

"T-tapi Yang Mulia, saya masih tidak bisa menerima hasil ujian ini karena saya yakin bahwa putra saya akan lebih layak menjadi Penasihat Kerajaan di bandingkan wanita itu."

Duke Bavol masih saja keras kepala dan berusaha mengubah keputusan Raja.

"CUKUP!" bentak Raja.

Duke Bavol langsung terdiam.

"Apa kau lupa sedang berbicara dengan siapa?" tanya Raja yang memincingkan matanya kepada Duke Bavol.

"M-maafkan hamba Yang Mulia."

Duke bavol menundukkan kepalnya karena takut melihat kemarahan Raja Damarion.

"Pergilah." perintah Raja.

"K-kalau begitu saya permisi Yang Mulia, semoga kebahagiaan selalu bersama Anda."

Duke Bavol dan putranya pergi dari hadapan sang Raja, tapi kebencian Duke Bavol terhadap Lily semakin dalam.

"Gadis sialan! Aku pastikan kau akan mati!" gumam Duke Bavol.

Putra Duke bavol yang mendengar ucapan Ayahnya itu terkejut. "A-ayah, jangan melakukan sesuatu yang berbahaya."

"Diam! Tugasmu hanya ikuti apa yang aku perintah!" Bentak Duke Bavol.

Mendengar bentakan Ayahnya, anak itu langsung terdiam. Sejujurnya dia tidak ingin menjadi Penasihat Kerajaan, dia lebih suka kehidupan sederhana yang selama ini dia alami.

Tapi ketika Ayahnya tahu tentang kecerdasannya di atas rata-rata langsung menyuruhnya untuk mengikuti ujian itu. Dia sempat menolak dan tentu saja menimbulkan kemurkaan Ayahnya.

Dia mendapat tamparan yang kencang hingga sudut bibirnya berdarah, sejak itu dia menjadi boneka yang bisa di kendalikan oleh Ayahnya.

Dia tahu bahwa Ayahnya akan menyusun rencana pembunuhan terhadap Lily dan dia harus menghentikan ini.

Malam haripun datang. Terlihat Lily yang masih beradaptasi dengan pekerjaanya sebagai Penasihat Kerajaan dan dia juga di bantu oleh Sabastian dalam beberapa hal.

"Lady sebaiknya Anda istirahat, karena jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam." saran Sabastian.

"Tapi masih banyak dokumen yang harus aku pelajari." tolak Lily.

"Baiklah Lady. Saya harap Lady sudah selesai pada jam sepuluh karena saya yang bertugas mengunci semua ruangan penting yang disini, termasuk ruangan kerja Lady." kata Sabastian yang di balas dengan sebuah anggukan oleh Lily.

Dan benar saja semua dokumen telah selesai Lily baca tepat jam sepuluh malam, dia segera merapihkan kertas-kertas yang ada di mejanya dan segera keluar dari ruangan.

Sebenarnya Raja memberi kebijakan kepada Lily untuk tinggal di Istana Ruby, karena pekerjaan Pensihat Kerajaan yang sangat banyak pasti akan membuat Lily cepat lelah dan jika dia harus pulang ke kediamannya akan memakan waktu yang banyak.

Jadi dia menyetujui untuk tinggal di Istana Ruby bersama dengan keluarga kerajaan lainnya.

Lily yang masih belum mengantuk memilih untuk pergi ke taman Istana Ruby, di taman itu banyak sekali berbagai macam bunga yang tumbuh dengan indah.

"Aku harap bisa menjalankan tugas ini dengan baik." gumam Lily sambil melihat ke arah bulan yang bersinar terang pada malam itu.

Tapi entah kenapa Lily mendapat firasat buruk jika berlama-lama di taman itu dan dugaannya benar, ia tiba-tiba di kepung oleh beberapa orang asing yang memakai tudung hitam.

"S-siapa kalian? " tanya Lily yang terkejut.

Mereka tidak menjawab dan langsung mengeluarkan pedang. "Oh tidak." gumam Lily.

Lalu dia langsung lari secepat mungkin karena jarak dari taman Ruby ke bangunan Istana Ruby lumayan jauh.

Tapi ketika hampir sampai tiba-tiba di depannya ada Duke bavol yang seperti menunggu kedatangannya. "D-duke Bavol?" tanya Lily yang masih mengatur nafasnya.

"Kau telah menghancurkan semua rencanaku! Seandainya kau tidak ada di dunia ini maka semua rencanaku pasti akan berjalan lancar! Dan kau harus bertanggung jawab dengan nyawamu!" marah Duke Bavol.

Lily masih terdiam, dia tahu kalau keadaan seperti ini pasti akan terjadi tapi dia tidak menyangka Duke Bavol dengan berani memasuki istana.

"R-rencana apa?" tanya Lily yang pura-pura bingung.

"Rencana untuk mengendalikan kerajaan ini dan melancarkan bisnisku di pasar gelap." jawab Duke Bavol.

"Kena kau." gumam seseorang.

Tiba-tiba sebuah jeritan membuat Lily dan Duke Bavol terkejut. Ketika Lily menoleh ke belakang ternyata semua pembunuh bayaran itu sudah tidak bernyawa karena di bunuh secara sadis oleh seseorang.

Dan siluet orang itu membuat tubuh Duke Bavol bergetar.

"P-pangeran Maxen dan putra Duke Bavol? " kata Lily yang terkejut.

"Aku cukup terkesan karena kau berani memasuki wilayah ini." kata Maxen yang berjalan mendekat ke arah Lily sambil membawa pedang yang sudah berlumuran darah.

Wajah Duke Bavol langsung terlihat pucat dan tubuhnya bergetar.

"Lady, apa anda baik-baik saja? " tanya putra Duke Bavol.

"Aku baik-baik saja terima kasih." jawab Lily.

"Kenapa kau tidak di temani oleh salah satu dari mereka?" tanya Maxen dengan wajah dinginnya.

Mereka yang di maksud oleh Maxen adalah kelima pengawal pribadi para Pangeran.

"M-maaf Pangeran, aku melihat mereka sangat sibuk jadi lebih baik aku sendirian saja." jawab Lily yang menundukkan kepalanya.

"Berhati-hatilah lain kali karena kejadian seperti ini akan sering terjadi." kata Maxen.

Lily menganggukan kepalanya. "Kau. Bawa wanita ini menjauh" perintah Maxen kepada putra Duke Bavol.

"baik pangeran." putra Duke Bavol membawa Lily menjauh dari tempat Maxen berdiri.

"Jovan! Kau telah berkhianat pada Ayahmu sendiri! Dasar anak tidak tahu diri!!" marah Duke Bavol kepada putranya.

"Duke Darby Bavol, kau akan di kenai hukuman karena telah melakukan percobaan pembunuhan terhadap Yang Mulia Penasihat Kerajaan dan telah melakukan transaksi illegal di pasar gelap." kata Maxen dan dia memberi kode kepada prajurit istana untuk menangkap Duke Bavol.

Setelah itu Lily berjalan ke arah Maxen untuk mengucapkan terima kasih tapi teriakan Jovan membuat Maxen berlari dengan cepat ke arah Lily.

"LADY AWAS DI BELAKANGMU!" teriak Jovan.

Sebuah panah melesat dengan cepat ke arah Lily dan dia tidak sempat menghindar, dia menutup matanya, ia mengira akan terkena oleh panah itu.

Tapi suara dingin seseorang menyadarkannya, "Apa kau baik-baik saja?"

"P-pangeran?!" panik Lily yang terkejut melihat Pangeran di hadapannya tertusuk oleh panah itu.

Maxen hanya tersenyum kecil lalu tubuhnya jatuh di dekapan Lily. "Pangeran! Buka matamu!"

Air mata sudah menghiasi wajah cantik Lily, "Bodoh, jangan menangis. Wajahmu terlihat aneh ketika menangis." lirih Maxen dengan suara lemah.

Setelah itu datang Sabastian,Daniel, Hugo, Terry dan Ben yang terkejut melihat Maxen tidak sadarkan diri di pelukan Lily.

"Ben!, Terry! Cepat cari pemanah itu dan segera bawa dia ke istana sekarang! Lalu Hugo! Daniel! Cepat bawa Pangeran Maxen ke ruang kesehatan." perintah Sabastian.

"S-sabatian, P-pangeran Maxen tertusuk panah beracun ini dan tidak sadarkan diri. A-apa yang harus kita lakukan?" tanya Lily dengan suara bergetar.

Lily masih setia menangis dan memeluk tubuh Maxen, "Lady tenanglah, Pangeran akan baik-baik saja." jawab Sabastian berusaha menenangkan Lily.

Lalu Maxen langsung di bawa keruang kesehatan di istana untuk melakukan operasi mengeluarkan racun di tubuhnya.

Sedangkan Lily di antar ke kamar oleh Sabastian.

***

Setelah kejadian itu Duke Bavol telah di beri hukuman mati karena telah berusaha membunuh Lily dan juga Maxen, lalu pemanah yang melukai Maxen di jatuhi hukuman mati dengan alasan yang sama.

Sedangkan Jovan Bavol, putra semata wayangnya Duke Bavol diangkat menjadi pegawai istana karena telah berusaha menghentikan rencana itu dan sebagai hadiah karena kecerdasannya.

Dia sering membantu sedikit pekerjaan Maxen yang tertinggal atas perintah Raja.

Lily juga mengambil alih semua pekerjaan Maxen karena itu adalah kewajibannya.

Walaupun operasi yang di lakukan berjalan dengan lancar dan berhasil mengeluarkan semua racun yang ada di tubuh Maxen, tetapi tidak membuat Maxen siuman.

Setiap hari Lily selalu berkunjung ke kamar Maxen untuk melihat keadaannya dan dia selalu menangis sambil memegang tangan Maxen.

"Panah itu ternyata panah yang di buat oleh seorang Penyihir Agung dan itu adalah barang yang seharusnya di jaga oleh kerajaan, karena itu salah satu barang peninggalan dari Penyihir Agung." jelas Jeron.

"Ck! pantas saja panah penyihir itu yang membuat seorang Maxen menjadi lemah tidak berdaya, jika hanya panah biasa tidak mungkin dia samapi tidak sadarkan diri." kesal Tedh.

"Menurut informasi yang kudapatkan, barang itu menghilang secara misterius ketika masa pemerintahan Raja ke sepuluh." sahut Radolf.

"Dan seseorang telah menjualnya di pasar gelap dengan harga tinggi lalu seminggu sebelum kejadian itu, Duke Darby Bavol membelinya dan berniat menggunakannya untuk membunuh wanita itu." lanjutnya.

"Rasa nya tidak adil melihat dia langsung mati, kenapa tidak kita siksa dulu dan menunggu dia mati secara perlahan?" tanya Jhon.

"Karena kita mengikuti hukum yang ada di kerajaan ini, jika bukan karena Raja yang memutuskannya mungkin aku setuju dengan idemu itu." jawab Jimmy.

"Apakah ada obat yang dapat menyembuhkan Maxen?" tanya Hobert penasaran.

"Ada dan kita sudah memberikannya ke tubuh Maxen tapi hingga saat ini dia belum juga siuman." jawab Jeron membuat Hobert membuang nafas dengan kasar.

"Ben mengatakan bahwa keadaan mental wanita itu semakin memburuk." kata Tedh tiba-tiba membuat suasana di ruangan itu semakin berat dan membuat mereka semua terdiam.

Para Pangeran sudah menghancurkan pasar gelap yang ada di kerjaan ini hingga ke akarnya dan mereka juga langsung mendapatkan daftar para bangsawan yang melakukan transaksi illegal.

Mereka juga memperketat keamanan di Istana Ruby dan juga di seluruh wilayah Kerajaan Grissham dan mereka tidak akan memberi pengampunan kepada siapapun yang melanggar hukum dikerajaan ini.

"Jeron sebaiknya putra dari Duke Bavol di jadikan sebagai pengawal pribadi wanita itu saja." saran Radolf

"Alasannya? " tanya Jeron.

"Dia bukanlah orang yang lemah, dari apa yang kulihat dia dapat menggunakan beberapa teknik berpedang dan kecerdasan anak itu dapat membantu wanitu itu. Lalu kelima pengawal pribadi kita tidak bisa selalu bersama dengannya karena mereka berlima juga memiliki tugas yang penting." jawab Radolf.

"Bukan ide yang buruk" kata Jeron.

"Hugo. Beritahu kepada Jovan Bavol kalau dia akan menjadi pengawal pribadi sekaligus asisten untuk membantu wanita itu." perintah Jeron.

"Baik Pangeran."

Disisi lain. Lily sedang berada di kamar Maxen dan ketika mengingat kejadian malam itu membuat Lily menangis kembali.

Dia memegang erat tangan Maxen, "Pangeran, maafkan aku dan cepatlah buka matamu."

Permohonan Lily yang sangat kuat membuat keajaiban terjadi, tangan Lily yang memegang tangan Maxen mengeluarkan cahaya yang sangat terang dan menyebar ke tubuh Maxen.

"Sudah aku bilang jangan menangis, wajahmu akan terlihat aneh."

Lily mengakat wajahnya dan terkejut, "P-pangeran Maxen?"

Perlahan cahaya di tubuhnya Maxen menghilang dan terlihat Maxen sudah pulih sepenuhnya.

"Apa kau masih mau memegang tanganku? " tanya Maxen sambil menyeringai.

Lily dengan cepat melepas tangannya dan tersenyum senang melihat Maxen sudah pulih.

Maxen menghapus air mata yang ada di wajah Lily, "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Kata-kata itu tanpa sadar keluar dari mulut seorang Maxen yang terkenal dingin dan kejam.

"Tidak Pangeran jangan berterima kasih, karena melindungiku Pangeran terkena panah beracun. Maafkan aku." kata Lily yang masih merasa bersalah.

"Itu bukan salahmu dan aku melakukan itu tanpa ada rasa menyesal, aku senang kau baik-baik saja."

Maxen menarik dagu Lily dan mencium pipi Lily.

Wajah Lily langsung memerah, "P-pangeran Maxen pa yang Anda lakukan?!"

Dia langsung menjauh dari Maxen dan membuat Maxen tertawa dengan kencang.

"J-jika Anda sudah merasa baikkan akan aku panggilkan Dokter, permisi." pamit Lily.

Lily langsung keluar dari kamar Maxen dengan wajah merahnya. "Dasar pangeran aneh." gumamnya.

Sedangkan Maxen merasa aneh terhadap dirinya yang sering tersenyum bahkan tertawa melihat tingkah Lily.

Sebenarnya itulah sifat asli Maxen tapi ketika Ratu meninggal dunia, dia menjadi tertutup dan mengunci rapat-rapat sifat aslinya hingga menjadi pribadi yang kejam dan dingin.

Tapi sejak bertemu dengan Lily semua berubah, secara perlahan sifat aslinya mulai kembali.

"Kau harus jadi milikku." gumam Maxen.

***

Hari-hari pun kembali seperti semula, dimana Para pangeran yang sibuk dengan tugasnya masing-masing begitu juga dengan Lily yang semakin sibuk sebagai penasihat kerajaan.

Tapi Lily sangat beruntung karena dia memiliki tangan kanan yang sangat cerdas dan bisa di andalkan seperti seorang Jovan.

Jovan sangat banyak membantu Lily dari mulai mengatur jadwalnya dan juga membantu memeriksa dokumen-dokumen yang di berikan oleh Raja dan para Pangeran.

"Jovan, apa kamu sudah tahu nama orang itu?" tanya Lily yang sedang menulis.

"Sudah Lady, dia bernama Ferddy Caldwell." jawab Jovan yang membacakan dokumen pribadi orang itu.

"Apa jadwalku setelah ini?" tanya Lily yang menghentikan kegiatan menulisnya.

"Tidak ada, Lady bisa menggunakan waktu ini untuk istirahat." jawab Jovan.

Lily tampak berpikir, "Apa sekarang adalah waktu yang tepat untuk menemui pria itu?" gumam Lily.

"Lady, Apa ada sesuatu yang ingin Anda lakukan?" tanya Jovan.

"Aku ingin mengunjungi Ferddy Caldwell." jawab Lily.

Jovan terlihat sedikit terkejut, "Maaf Lady, tapi untuk mengunjungi petinggi istana yang berada di penjara harus melakukan janji terlebih dahulu oleh petugas di sana karena waktu bertemu mereka sangat di batasi."

"Hm...Begitu, baiklah buatlah janji kalau besok aku akan menemui Ferddy Caldwell." perintah Lily.

"Baik Lady. Lalu apa ada lagi yang bisa saya bantu?" tanya Jovan.

"Kirim surat dan dokumen ini ke kediaman keluarga Deana, Fidela dan Chastine." jawab Lily sambil menyerahkan surat dan dokumen itu ke Jovan.

"Baik Lady, kalau begitu saya permisi."

Setelah mendapatkan waktu istirahat Lily berencana untuk berjalan-jalan keliling Istana Ruby.

Lily menjadi sangat dihormati karena pencapaiannya saat baru menjadi Penasihat Kerajaan sangat banyak bahkan membuat Raja Damarion tidak menyangka.

Bukan hanya kecerdasan dan kecantikkan Lily yang begitu terkenal, tetapi sifat baik hati Lily yang membuat semua orang senang jika berada di dekatnya.

Langkah Lily terhenti ketika bertemu Terry.

"Salam kepada Yang Mulia Penasihat Kerajaan semoga kebahagiaan selalu bersama Anda." salam Terry.

Lily tersenyum lembut. "Senang bertemu denganmu lagi Terry lalu jangan begitu formal denganku."

"Baik Lady jika itu kemauan Anda. Sebenarnya Lady di panggil oleh Pangeran Jhon untuk datang ke tempat pelatihan militer" balas Terry yang ikut tersenyum.

"Baiklah aku akan kesana terima kasih Terry, semoga harimu menyenangkan."

Terry hanya tersenyum senang melihat Lily yang terlihat lebih ceria.

Sesampai di tempat pelatihan, Lily bisa melihat bagaimana cara Jhon melatih para prajurit dengan sangat tegas.

Ketika para prajurit sadar bahwa Lily sedang memperhatikan mereka dengan cepat mereka langsung memberi salam.

"Salam kepada yang mulia penasihat kerajaan. Semoga kebahagiaan selalu bersama Anda."

"Terima kasih, semoga hari kalian menyenangkan." balas Lily tersenyum.

Membuat para prajurit terpesona oleh kecantikan Lily.

Jhon langsung menghampiri Lily, "Salam kepada Pengeran Jhon, semoga kebahagiaan selalu bersama Anda."

Jhon hanya menganggukan kepalanya lalu dia langsung menarik tangan Lily.

Lily seperti sudah terbiasa dengan sifat Jhon.

Karena dia sudah hampir dua bulan berada di istana dan sering bertemu dengan para Pangeran membuat dia terbiasa dengan tingkah laku mereka yang unik.

Ternyata Jhon membawa mereka ke tempat dimana Tedh dan Jimmy berada.

"Akhirnya kau sampai." kata Jimmy yang melihat kedatangan Lily.

"Apa terjadi sesuatu?" tanya Lily penasaran karena suasana di ruangan itu sangat seram.

"Grand Duke Arcana membuat rencana ini dan dia ingin bertemu denganmu secara langsung." kata Tedh sambil melempar kertas yang terdapat segel keluarga Arcana di meja.

Ketika Lily membacanya dia langsung mengetahui tujuan asli dari Grand Duke Arcana.

"Baiklah aku akan terima undangannya." kata Lily.

Seketika ketiga pangeran itu langsung menatap ke arah Lily.

"Apa kau gila?!" teriak Jimmy.

"Bukankah kau sendiri yang melarang kami untuk tidak menemui dia!" teriak Tedh.

"Tentu saja aku akan kesana dengan rencana, jadi dengarkan rencanaku terlebih dahulu." kata Lily yang berusaha menenangkan ketiga Pangeran di hadapannya.

"Cepat katakan." kata Jhon.

Akhirnya Lily menjelaskan rencananya lalu ketiga Pangeran juga menambah pendapat mereka tentang rencana Lily.

"Aku yakin rencana ini akan berhasil." kata Tedh yang terlihat bersemangat.

Melihat ketiga Pangeran itu mulai berdiskusi, Lily memilih untuk duduk di sofa sambil memperhatikan wajah serius mereka.

Walaupun terkadang mereka menyebalkan tapi ketika serius mereka akan terlihat berbeda.

"hahh... Akhirnya rencana ini selesai, Lady bagaimana menurutmu?" tanya Jimmy ke Lily.

Merasa tidak di jawab dia menoleh dan melihat Lily tertidur pulas di sofa.

"Ck! Dia malah tertidur dasar merepotkan." kata Tedh.

Jhon yang melihat Lily tertidur langsung menggendong tubuh Lily, "Aku akan mengantarkannya ke kamar."

"Baiklah dan jika kau bertemu Jeron sampaikan rencana kita." kata Jimmy yang terlihat jelas wajah lelahnya.

"Kenapa kau tidak menyuruh Ben atau Daniel." kesal Jhon.

"Mereka memiliki misi lain, Apa kau lupa? " tanya Jimmy yang terlihat kesal dengan Jhon.

"Baiklah."

Jhon menaruh tubuh Lily di atas kasur dengan perlahan supaya tidak membangunkan Lily.

"Kau semakin terlihat sangat mirip dengan Ibunda." gumam Jhon sambil merapihkan rambut yang menutupi wajah Lily.

"Jika rencana itu di setujui oleh Jeron, aku pasti akan melindungimu."

Jhon mengambil helaian rambut Lily yang panjang dan mencium rambutnya dengan lembut.

To be continue...