Chapter 40 - Fire

Sambil terengah, James memandang Delilah yang berdiri masih dengan kedua telapak tangan di telinga. Ia memberikan gergaji mesin itu pada Earth sebelum masuk ke kamar. Delilah mematung tak bisa berbuat apapun saat James masuk.

"Pintunya..."

"Itu karena kamu menguncinya dari dalam. Aku akan menghancurkan semua pintu jika kamu berani menguncinya lagi!" tunjuk James dengan kesal. Delilah jadi kecut dan diam saja. James meremas rambutnya sekali lagi dengan gusar sebelum kemudian menarik tangan Delilah untuk keluar dari kamar itu.

"Tuan J, kamu mau bawa aku kemana!"

"Makan, aku lapar!" jawab James terus menyeret Delilah bersamanya. Delilah mencoba melepaskan pegangan James padanya, tapi James menariknya kembali tidak perduli gadis itu bahkan memukul-mukul tangannya.

"Aku tidak mau makan, aku sedang mogok makan!" James spontan berbalik lalu menggendong Delilah ke atas bahunya. Delilah memekik kaget dan berusaha meronta tapi James tak perduli dan ia berjalan menuruni tangga membawa Delilah yang melawan minta diturunkan.

"Turunkan aku, Tuan J... apa yang kamu lakukan, kamu gila, Aaaaa!" Delilah terus berusaha menendang tapi yang ada James malah menghadiahinya sebuah tamparan di pantatnya.

"Aaahkk! Lepas!" teriak Delilah. Pemandangan itu disaksikan oleh seluruh pengawal yang ada di rumah itu. Earth yang melebarkan mata lalu melotot memerintahkan agar semua orang berbalik tak melihat kelakuan bos besar mereka.

"Aku ingin berkencan... sungguh!" celetuk Grey masih mengerjap-ngerjapkan mata melihat James dari atas di lantai bawah menggendong Delilah di ruang makan. Earth ikut mendelik padanya sebelum menggelengkan kepala dan juga turun ke lantai bawah.

James membawa Delilah duduk di atas kursi meja makan dan gadis itu dengan kesal bangun kembali. James kembali mendudukkannya dan mengancam.

"Jika tidak duduk akan kuikat!" barulah Delilah diam dengan napas tersengal. Ia mendelik memandang James tajam tapi James tak perduli, ia duduk di dekat Delilah dan menarik napas beberapa kali. Beberapa peluh terlihat dari garis rambut James yang masih tertata rapi. Kelakuan Delilah membuatnya berkeringat. Ia sudah melepaskan jas dan hanya memakai kemeja biru gelap Hugo Boss yang tak sempat digantinya karena ulah Delilah.

"Aku tidak mau makan!" sahut Delilah memandang James dengan tajam.

"Kenapa! Kamu mau mogok makan!"

"Iya... aku tidak akan makan sampai kamu melepaskanku!" James mendengus kesal. Delilah berani menentangnya sekarang. Meski ia setengah takut-takut tapi Delilah memberanikan diri untuk memelototi James dengan mata indahnya. James ingin makin marah tapi bibirnya jadi malah menahan senyuman.

"Makan...!" tunjuknya ketus pada makan malam yang terhidang di depan Delilah.

"Tidak!" James mengangguk.

"Kalau aku bilang aku menemukan Kakakmu, apa kamu masih tak mau makan?" mata Delilah membesar dan mulutnya sedikit terbuka. James memiringkan kepala dan menatap Delilah dengan sinis.

"O-oliver... kamu menemukannya, Tuan J?" James mengangguk sambil melirik dengan ujung mata.

"Dimana dia?"

"Akan kuberitahu kalau kamu makan!" tegas James lagi membungkam kesepakatan dengan Delilah. Delilah menelan ludahnya dan menunduk. Ia terpaksa menyerah, akhirnya ia mengambil garpu dan mulai menusukkannya pada potongan makanan. James ingin tersenyum melihat tingkah Delilah tapi spontan memasang wajah seram ketika ia menoleh.

Makan malam itu berlangsung dalam keadaan damai tanpa sepatah kata pun celetukan yang keluar dari Delilah dan James. Usai makan dan piring-piringnya mulai dibereskan, Delilah melirik pada James yang masih santai.

"Kamu mau es krim? Sebagai dessert?" tanya James menawarkan. Delilah menggeleng. Ia menunggu James memberitahukan dimana Kakaknya, Oliver. Tapi ia tak kunjung bicara.

"Tadi kamu berjanji akan memberitahuku dimana Oliver? Apa Ayahku juga?" tanya Delilah menagih janji. James menyandarkan punggung dan melipat kakinya.

"Aku menemukan keduanya, tapi akan kuberitahu nanti soal Ayahmu. Sedangkan Kakakmu, dia ada di basement!" jawab James santai lalu menghabiskan air minumnya. Setelah mengelap mulut, ia berdiri dan menyuruh Delilah ikut berdiri.

"Ikut aku!" James menarik tangan Delilah dan membawanya berjalan melewati ruang makan menuju sebuah koridor di salah satu sudut dapur dan pintu keluar. Delilah tidak pernah tau ada jalan disana, ia masih tak mengerti sampai akhirnya berada di luar lalu menuruni tangga lagi dan sebuah pintu besi dibuka oleh salah satu pengawal di dalam.

James membawa Delilah masuk ke ruang bawah tanah yang jauh dari keramaian diatas mansion. Jika seseorang dibunuh dan diletakkan disana maka takkan ada yang dapat menemukan mayatnya selamanya.

Mereka kemudian menuju sebuah ruangan setelah melewati beberapa pintu di sebuah koridor. James masih memegang tangan Delilah saat tiba di depan sebuah pintu kayu, ia menggedor dengan salah satu sisi kepalan tangan. Pintu itu pun terbuka dan James menarik Delilah masuk ke dalamnya. Mata Delilah masih menjelajahi ruangan asing tempat James membawanya, sampai matanya menemukan sosok Oliver terikat di sebuah kursi. Delilah melepaskan pegangan James dan berlari lalu berlutut di depan Oliver.

"O-oliver... Oliver... apa yang terjadi padamu! Oliver..." Delilah terisak menangis melihat keadaan Kakaknya yang babak belur dipukuli.

"Delilah..." gumam Oliver masih mengenali adiknya dengan mata yang setengah terbuka karena terluka.

"Oliver..." Delilah memeluk tubuh Kakaknya dan menangis tersedu. Keadaan Oliver sangat mengenaskan dan Delilah begitu sedih melihatnya. Meskipun Oliver sering berbuat tak baik padanya, tapi Delilah menyayangi Kakaknya itu. Biar bagaimanapun juga, mereka bersaudara.

"Apa yang terjadi? Siapa yang memukulimu? Dimana Ayah?" tanya Delilah beruntun sambil memegang kedua pipi Oliver dengan tangan lembutnya.

"A-ayah..."

"Aku yang sudah memukulinya... dan Ayahmu sudah mati!" sahut James berdiri di belakang Delilah. Ia langsung menoleh ke belakang melihat pria yang telah membawanya masuk ke dalam basement dengan wajah tak percaya. Delilah lantas berdiri dan menghampiri James.

"Jadi benar kamu sudah membunuh Ayahku!" ujung bibir James naik dan sedikit membuang pandangannya ke samping.

"Bukan... orang lain yang melakukannya. Dan Kakakmu tau siapa..."

"Bohong... kamu yang sudah memukuli Oliver sampai dia seperti itu! Pasti kamu yang sudah membunuh Ayahku juga!" hardik Delilah setengah berteriak. Meskipun suaranya tak cukup besar tapi emosinya sangat terlihat dan ia belum pernah seberani itu sebelumnya pada James.

"Kamu berani memarahiku!"

"Aku akan membunuhmu jika perlu!" sahut Delilah cepat dengan mata menyala marah. James mulai menggeram kesal. Selama ia berkuasa, belum ada satupun wanita berani memarahinya seperti itu. Dengan kesal, ia membalikkan tubuh Delilah agar menghadap Oliver lagi.

"Lihat dia... dia orang yang sudah menjualmu padaku! Dia sengaja mencuri untuk menjebakku, aku tau dia bekerja pada seseorang!" teriak James memaksa Delilah melihat kenyataan. Tapi Delilah menolak dengan menepis tangan James padanya.

"Dia Kakakku... aku sudah bilang aku akan membayar uangmu. Tapi kenapa kamu memukuli Kakakku dan membunuh Ayahku!" balas Delilah makin sengit.

"Kalau aku ingin membunuh mereka aku sudah melakukannya di Pensylvania ketimbang di Miami. Kamu tau dimana aku menemukan mereka! HAH!" James memegang paksa lengan Delilah lagi lalu membalikkan tubuhnya menghadap Oliver kembali.

"Mereka menjualmu padaku dan mengambil uangnya untuk bersenang-senang dengan para wanita di Miami... itu yang kamu sebut keluarga! LIHAT DIA! dia yang sudah menjualmu!" James mendorong tubuh Delilah sampai tertolak beberapa langkah ke depan. Ia bernapas dengan cepat dan kesal luar biasa.

"Tapi itu bukan berarti kamu bisa seenaknya membunuh mereka. Kamu pikir kamu adalah Tuhan yang bisa seenaknya mencabut nyawa orang lain!" James membelalakkan matanya. Sebelah tangannya lalu menarik lengan Delilah kembali padanya.

"Aku bukan Tuhan, tapi aku bisa jadi malaikat pencabut nyawa jika kamu tidak mau diam!"

"Aku tidak takut padamu... bunuh saja aku! kamu mengurungku disini seperti tawanan... aku bukan budakmu, Tuan J!" Delilah sudah setengah menangis dan terengah tapi tengah berada di puncak amarah.

"Kamu seharusnya takut padaku, Delilah... aku bukan pria baik! SINI!" James menarik lengan Delilah dengan keras dan paksa lalu menyeretkan keluar ruangan itu.

"Lepaskan aku, Tuan J! Oliver...!" teriak Delilah namun James tak menggubrisnya sama sekali. Ia terus menarik paksa Delilah yang marah dan menangis masuk kembali ke dalam mansion.

"Lepaskan aku... aku bilang lepaskan aku!"

"DIAM!"