Mungkin Oliver Starley takkan pernah terpikir akan kehilangan alat kelaminnya hari ini. Saat ia diajak Ayahnya ke Miami agar mereka bisa bersenang-senang, dia tak menyangka akan bisa diendus oleh James Belgenza sampai ke Miami.
James ikut masuk ke kamar mandi saat Oliver diseret seperti hewan oleh dua orang anggota Golden Dragon. Pria-pria Tionghoa itu tak segan menginjak perut Oliver agar ia berhenti melawan.
"AAAKKHH, lepas-kan a-aku!" Oliver meringis kesakitan tapi dua anggota Golden Dragon itu terus menarik Oliver dan memasukkannya ke dalam bathtub. Dua pengawal yang dibawa oleh James ikut membantu dengan memegangi tubuh Oliver. Earth datang dan menarik celana Oliver dan memaksa sehingga menyisakan celana dalam.
James mengambil ponselnya lalu merekam bagaimana Oliver dipegangi dan akan disiksa. Sambil menyengir ia memegang ponsel dan melihat seperti apa anak buahnya memukul wajah Oliver sampai ia bahkan tak bisa berteriak lagi.
Earth dengan dengan pukulan kerasnya membuat hidung Oliver patah. Darah mengucur membasahi setengah wajah Oliver yang sudah setengah semaput.
"Masih tak mau bicara?" tanya Earth.
"D-dia di bar..." jawab Oliver kesakitan dan mulai menangis kesakitan. James lalu memberikan ponsel pada salah satu anak buahnya yang memegang kaki Oliver. Sedangkan James kemudian menekan paha Oliver dengan kakinya agar tak bergerak. Satu anggota Golden Dragon kemudian menarik kemaluan Oliver dan meletakkan mata pisau di atasnya siap memotong. Oliver sudah menangis tersedu.
"Kalian... berani menipuku! Kalian sengaja mengumpankan Delilah padaku agar tak perlu membayar uang itu, iya kan?" Oliver sempat menggeleng.
"Begini saja... aku buat saja penis mu hilang jadi kamu tidak bisa lagi bersenang-senang seperti tadi, bagaimana?" ujar James sedikit mendekat dengan mata menyeringai.
"Aku mohon jangan potong milikku... aku mohon ampun Tuan Belgenza... maafkan aku... aku mohon jangan, AAAAHHHKKK!" kulitnya digores pisau tajam yang dipegang kuat oleh anggota Golden Dragon itu.
"Tidak ada ampun lagi bagimu. Kalian memang pantas mati!" jawab James dan berdiri lalu tanpa ampun menginjak kemaluan Oliver setelah pisaunya dijauhkan.
Teriakan keras Oliver menggema bahkan sampai keluar kamar. Namun tak ada satupun yang perduli. Musik yang bergema di seluruh hotel membungkam teriakannya. James dan anak buahnya meninggalkan Oliver begitu saja di dalam bath tub setelah pingsan tak sanggup lagi menahan rasa sakit. Tujuan selanjutnya adalah pergi ke bar.
Mata James menyisiri bar dan menemukan Mark di salah satu sudut sedang minum dan bergoyang kecil bersama seorang wanita. James langsung menarik bahunya, lalu mengambil sebuah botol minuman dan menghantamkannya ke kepala Mark.
Belum sempat berpikir, ia ditarik lagi ke bawah dan diijak perutnya oleh kaki James.
"Aahhkk!"
"Beraninya kau membohongiku, rupanya kau hanya ingin menjual putrimu padaku!" James membabi buta memukul dan mengantukkan kepala Mark ke konter bar. James begitu marah sampai terengah melampiaskan amarahnya pada Mark di bar itu. Orang-orang di sekitar Mark mulai melarikan diri karena keadaan kacau. James lalu menarik tubuh Mark yang tak berdaya dan mencengkram rahangnya.
"Mana uangku!"
"Maafkan aku, Tuan Belgenza. Aku tidak punya uangmu!" BUMP! James memukul perut Mark sampai membungkuk. James lalu menarik dan menghempaskan Mark ke atas konter bar sambil terus mencengkram rahangnya.
"Akan kupatahkan lehermu, jika kamu tak membayar!" desis James begitu marah. Mark menggeleng.
"Aku benar-benar tak punya uangmu!"
"Lalu bagaimana kamu bisa menginap di tempat ini!" hardik James setengah berteriak.
"A-aku mendapatkannya dari..." Dhuarr!" kepala Mark tertembus peluru yang ditembakkan dari jarak 10 meter. James terbelalak dan matanya mengikuti asal tembakan tersebut. Seorang pria terlihat sedang kabur lalu melompat lewat balkon ke arah sebuah mobil yang langsung berbunyi alarm.
"Kejar dia!" perintah James. Dua orang anak buahnya berlari turun ke lantas bawah mengejar pria tersebut tapi tak berhasil. Sementara James sempat ikut ke balkon dan menyaksikan pria tersebut naik mobil dan kabur.
Napas James tersengal dan kesal. Padahal sedikit lagi ia hampir mendapatkan sebuah nama. Ia masuk lagi dari balkon ke dalam bar itu dan Earth kemudian menghampiri.
"Kita harus pergi dari sini, Tuan. Sebelum polisi Miami datang dan mereka takkan melepaskanmu!" James mendengus dan mengangguk.
"Bawa Oliver... aku tidak ingin dia malah dibawa Polisi. Lagipula dia pasti tau siapa yang selama ini membiayai mereka!" Earth mengernyitkan kening tak mengerti maksud James tapi ia melakukannya juga.
"Bantu aku, angkat Oliver!" ujar Earth pada dua pengawalnya. Tak lupa Earth menghapus jejak dengan menghancurkan seluruh rekaman kamera pengawas sekaligus kameranya agar tak ada bukti James pernah kesana. Setelahnya Oliver dibawa masuk ke dalam van. Tubuh Oliver dimasukkan ke dalam karung dan dipanggul satu orang.
'Jika Candy tau Ayahnya mati, dia pasti marah padaku, aisss!' gumam James dalam hatinya. Karena ia membawa Oliver, James terpaksa meninggalkan Miami lebih awal. Terlebih Grey melaporkan jika Delilah kepergok tengah mencongkel beberapa teralis dan jendela agar bisa keluar. Grey langsung melaporkannya pada James sesuai instruksi.
"Grey, jika dia lolos aku akan membunuhmu!" umpat James kesal langsung membuang ponsel ke meja di depannya sewaktu pesawat pribadinya akan lepas landas. Earth yang duduk berhadapan dengan James tak berkata apapun. Ia hanya diam sesekali memandang James yang resah karena Delilah terus mencoba kabur. Sedangkan Oliver diikat dan ditempatkan di dibagian belakang pesawat. Selain juga karena dia masih pingsan karena hidung dan kemaluannya patah.
Tiba di Napoli, James tak membuang waktunya untuk pulang ke mansionnya. Earth diperintahkan oleh James untuk menyekap Oliver di ruang bawah tanah mansion itu. Sementara James masuk dan mencari Delilah. Begitu mengetahui jika James pulang, Delilah langsung mengunci kamar dari dalam.
"Kenapa pintunya dikunci!" James sibuk membuka dan menarik-narik pegangan pintu.
"Candy... buka pintunya!" James menggedor pintu kamar sambil terus memutar-mutar pegangan pintu.
"Kamu mengunci kamarku dari dalam... kamu pikir bisa lolos dariku! BUKA PINTUNYA!!" James mulai tak sabaran dan terus menggedor. Seluruh penghuni mansion hanya bisa mengintip takut-takut. James bukan orang yang menyenangkan jika marah, dan Delilah pintar sekali mematik emosinya.
"Aiiisshhh!" James mengeluh gusar sambil menyisiri rambut dengan sebelah tangannya. Ia bernapas cepat satu-satu dengan kedua tangan di pinggang mencoba menenangkan diri. James mencoba sekali lagi, namun Delilah masih tak mau membukanya.
James yang tak pintar merayu wanita akhirnya memilih pergi daripada membujuk agar Delilah membukakan pintu. Sementara di dalam, Delilah sudah ketakutan dan bersembunyi di balik salah satu sofa di dekat balkon. Ia meringkuk menunggu waktu yang tepat untuk keluar agar selamat dari amukan amarah James. Ia tak berhasil melarikan diri karena keburu ketahuan Grey yang tengah patroli.
Satu jam kemudian suasana mulai tenang, tak ada lagi gedoran di pintu. Delilah mengira, James mungkin sudah pergi. Ia harus keluar mencari tau. Hari juga sudah mulai gelap dan perutnya entah telah berapa kali berbunyi.
"Aku lapar sekali... bagaimana caranya meminta makanan? Tidak! Aku tidak boleh makan disini lagi. Lebih baik aku mati kelaparan daripada disekap disini!" gumam Delilah pada dirinya. Kriiiuukk- perutnya berbunyi lagi dan mulai sakit. Ia sudah melewatkan sarapan dan makan siang. Delilah bertekad akan mogok makan jika masih tak dilepaskan.
Tiba-tiba terdengar bunyi aneh di luar pintu. Delilah mengernyitkan keningnya. Bunyi itu makin dekat dan mulai memekakkan telinga.
"Apa itu!!" desingan mesin seperti gergaji mesin itu kemudian makin besar dan mulai menembus pintu. Delilah yang tengah meringkuk bersembunyi makin menaikkan tubuhnya dan membelalakkan mata. Pintu kamar tidur itu digergaji mesin dari luar. Pintu itu terbuat dari kayu mahogany yang tebal dan kokoh dan James Harristian yang sudah tak sabar lagi memotong dengan gergaji mesin bagian kuncinya selebar 70 cm untuk membuka pintu.
Sambil menutupi kedua telinga dengan telapak tangan, Delilah berdiri dan membuka mulutnya terkejut melihat tingkah si pemilik mansion. Pintu berhasil terbuka dengan James berada di depannya memegang gergaji mesin dan mematikannya.