Audi menyisir rambutnya dengan menatap ke arah cermin, ia tidak sabar untuk bertemu dengan Kenzie hari ini. Audi menyemprotkan parfum aroma vanilla ke bajunya, ia berjalan menuruni tangga dan menyantap sarapannya.
"Lo kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Sefan dengan menatap Audi aneh.
"Dasar kepo," jawab Audi sambil menjulurkan lidah ke arah Sefan.
Audi menunggu Kenzie di depan rumahnya, tetapi tak kunjung datang. Ia sudah menunggu selama lima belas menit, Audi berpikir mungkin Kenzie sedang terjebak macet. Jam menunjukan pukul setengah tujuh, Audi bingung karena Kenzie tak kunjung datang.
"Kak, anterin gue ke sekolah ya? Kenzie nggak datang," ucap Audi dengan merayu Sefan.
"Males ah," jawab Sefan cuek.
"Mama, kakak nggak mau nganterin aku ke sekolah," teriak Audi dari ruang tamu, lalu mamanya datang dan memarahi Sefan. Dengan terpaksa, Sefan harus mengantarkan adiknya itu.
Audi sudah sampai di sekolahnya, ia turun dari mobil dan berjalan menuju kelas. Audi tidak menemukan Kenzie, apakah dia sedang sakit? Entahlah, Audi langsung duduk di bangkunya.
Selama pelajaran, pikiran Audi tidak bisa fokus kepada materi bahasa inggris yang disampaikan oleh guru. Pikiran Audi terpenuhi oleh satu nama, yaitu Kenzie Ardito Pradikta. Apakah Kenzie marah dengan Audi?
"Lo kenapa ngelamun terus? Lagi ada masalah?" tanya Riza dengan menatap Audi serius, lalu Audi menggelengkan kepalanya.
"Kenzie nggak jemput gue tadi pagi," jawab Audi dengan ekspresi sedih, ia tidak tahu apa alasan Kenzie tidak menjemputnya hari ini. Audi dan Riza berjalan menuju kantin, berharap semoga bertemu Kenzie di sana.
Audi mencari-cari Kenzie, tetapi tidak kunjung bertemu. Audi duduk di bangku sebelah pojok, ia tidak sengaja melihat Kenzie bersama teman-temannya dan seorang wanita. Audi menatap Kenzie dan wanita itu dari jauh, mereka tampak sangat mesra.
Hati Audi rasanya sakit, ia tidak bisa menahan air matanya. Bibir Audi hanya diam, ia tidak tahu harus berbuat seperti apa. Apakah tujuan Kenzie mendekatinya selama ini? Apakah Kenzie hanya ingin memainkan dirinya?
"Lo kenapa nangis?" tanya Riza dengan cemas.
"Lo lihat sendiri aja," jawab Audi seraya menunjuk ke arah Kenzie dan teman-temannya.
"Wah! Harus dikasih pelajaran ini," ucap Riza dengan nada tinggi, tetapi Audi memegang tangan Riza dan memberi isyarat kepada Riza untuk tetap disamping dirinya.
Audi berjalan menuju kelasnya, ia menatap Kenzie yang sedang tertawa bersama wanita itu. Tatapan Audi dan Kenzie tidak sengaja bertemu, Audi menatap Kenzie dengan tatapan yang penuh makna. Namun, Kenzie langsung mengalihkan pandangannya.
Audi berlari dengan menangis, ia tidak menyangka Kenzie akan memperlakukan dirinya seperti ini. Audi marah kepada dirinya sendiri, tidak seharusnya ia berharap lebih dengan Kenzie yang diincar semua siswi SMA Vla ini.
"Udah jangan nangis," ucap Riza berusaha menenangkan Audi.
"Gue nggak paham apa maksud dia dekatin gue selama ini, apa dia cuma main-main aja sama gue?" jawab Audi dengan tatapan sendu, ia terus menangis.
"Mungkin cewek tadi cuma temannya Kenzie, berpikir positif aja," kata Riza lalu mengusap air mata Audi yang jatuh di pipinya.
Bel pulang sekolah berbunyi, hari ini Audi ada bimbingan untuk olimpiade. Sebenarnya Audi malas bertemu dengan Kenzie, tetapi ia bersikap untuk profesional. Audi menunggu Kenzie di perpustakaan, tak lama kemudian Kenzie datang dan duduk disamping Audi.
Selama bimbingan berlangsung, Audi tidak berani menatap Kenzie sedikitpun. Ia mencoba untuk fokus terhadap soal yang ada di depannya, sedangkan Kenzie sesekali mencuri pandang ke arah Audi.
"Audi tunggu!" ucap Kenzie ketika melihat Audi berjalan dengan cepat menuju gerbang sekolah. Awalnya Audi tidak menghiraukan Kenzie, tetapi entah mengapa kakinya diam dan berhenti melangkah.
"Apa?" jawab Audi dengan gemetar.
"Kenapa sikap lo hari ini berbeda ke gue?" tanya Kenzie sembari menatap Audi.
Audi sangat kesal dengan pertanyaan Kenzie, apakah ia tidak menyadari jika dirinya salah? Audi tidak menjawab pertanyaan Kenzie, ia langsung berlari menuju gerbang sekolah.
Hari mulai beranjak malam, Audi merebahkan tubuhnya ke atas kasur empuk miliknya. Matanya masih basah karena terus menangis, Audi tidak bisa menahan air matanya. Ia kesal dengan dirinya sendiri, Audi berpikir apakah setelah ini dirinya harus mengirim surat putih lagi ke Kenzie?
"Lo kenapa, dek?" tanya Sefan sambil menatap Audi yang menutup wajahnya dengan selimut. "Lo lagi nangis, ya?" sambung Sefan dengan mencoba membuka wajah Audi.
"Ih kak! Kepo banget sih," jawab Audi dengan suara yang bergetar.
"Siapa yang udah bikin lo nangis? Kenzie?" ucap Sefan lalu duduk disamping adiknya itu.
"Siapa lagi," jawab Audi pasrah, lalu Audi menceritakan semuanya kepada Sefan. Tangan Sefan mengepal dengan sendirinya, ia tidak terima adiknya diperlakukan seperti ini.
***
Hari ini Audi berangkat ke sekolah dengan mengenakan kacamata, ia ingin menutupi matanya agar tidak terlalu terlihat bengkak. Audi menangis semalaman, ia tidak tahu mengapa air matanya tidak bisa berhenti menetes.
Saat berjalan menuju kelas, Audi bertemu dengan Kenzie. Ia hanya menatap sekilas lalu pergi, tetapi Kenzie mengikuti arah langkah kaki Audi. Kenzie memegang tangan Audi untuk menghentikan langkah kaki Audi.
"Kenapa lo jauhin gue?" tanya Kenzie dengan menatap kedua bola mata Audi, lalu Audi membuang muka.
"Lo pikir aja sendiri," jawab Audi singkat.
"Maaf, kalau gue ada salah sama lo. Tolong jelasin ke gue, apa kesalahan yang gue perbuat?" ucap Kenzie lalu memegang kedua tangan Audi.
"Jangan sok nggak peka, gue yakin lo tahu apa yang gue maksud," kata Audi lalu pergi menjauh dari tempat Kenzie berdiri.
Kenzie hanya mematung di tempat, ia tidak tahu apa yang harus diucapkan lagi. Kenzie berjalan menuju kelas, pikirannya masih tertuju kepada Audi. Apakah Kenzie harus meminta maaf kepada Audi walaupun ia tidak tahu letak kesalahannya?
Audi duduk di bangkunya, ia menulis di buku diary kesayangannya. Ia mencurahkan segala isi hatinya ke dalam tulisan, bagi Audi menulis adalah salah satu jalan terbaik jika tidak ada yang bisa diajaknya berbicara.
Bel istirahat berbunyi, Audi duduk di depan kelasnya. Ia melihat siluet tubuh Kenzie yang berjalan ke arahnya, Audi berjalan masuk ke dalam kelasnya. Namun, tangan Audi dipegang oleh Kenzie.
"Maafin gue," ucap Kenzie dengan memberikan setangkai bunga mawar putih dan cokelat. Audi mencoba untuk tetap pada pendiriannya, ia tidak ingin memaafkan Kenzie.
"Nggak," jawab Audi pelan.
"Ayolah, maafin ya?" bujuk Kenzie dengan menghibur Audi, lalu Audi tersenyum ke arah Kenzie.
"Yaudah, kali ini gue maafin," ucap Audi yang berhasil membuat Kenzie tersenyum lebar. Saking senangnya, Kenzie memeluk Audi secara erat. Audi membalas pelukan itu dengan tedsenyum.