Audi duduk di balkon kamarnya, ia memikirkan Kenzie yang tega membohonginya seperti ini. Audi tidak habis pikir, mengapa Kenzie melakukan ini? Mengapa ia tidak jujur saja pada Audi?
Alex sedang duduk di halaman rumah Audi, ia sibuk melukis bintang yang bersinar terang di langit. Alex menatap Audi yang sedang melamun, lalu berteriak ke arah Audi agar lamunannya buyar.
"Ish! Ganggu aja," ucap Audi kesal.
"Lo ngapain disitu ngelamun? Sini ke bawah," jawab Alex sedikit berteriak. Audi mengangguk lalu berjalan menuruni tangga dan mendekat ke arah Alex.
Alex menyuruh Audi duduk di sebelahnya, ia mengajari Audi melukis diatas kanvas putih. Awalnya Audi tidak mau, tetapi ia tertarik juga dengan dunia seni.
"Pelan-pelan aja ngelukisnya, kalau lo buru-buru nanti banyak warna yang kecampur," ucap Alex lalu memegang tangan Audi dan mengajarinya.
Tatapan Audi dan Alex bertemu, Alex merasa sangat bahagia. Audi cepat-cepat mengalihkan pandangan, ia tidak ingin Alex menatapnya seperti itu. Mereka menghabiskan waktu selama satu jam, akhirnya lukisan yang dibuat oleh Audi dan Alex sudah selesai.
"Bagus juga ya," ucap Audi dengan menatap ke arah Kanvas itu.
"Ya dong, kan gue anak seni sejati."
"Apaan, orang ini gue yang gambar. Berarti gue yang berhak milikin lukisan ini," protes Audi lalu mengambil lukisan itu dari tangan Alex.
"Yaudah deh, buat lo aja. Lain kali gue ajak ngelukis lagi, mau?" tawar Alex lalu disusul anggukan kepala Audi yang antusias. Senyum Alex mengembang, mungkin ini menjadi salah satu malam yang indah dalam hidupnya.
Alex sudah berada di dalam kamarnya, ia tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian tadi. Alex merasa sangat bahagia karena Audi tertawa, ia akan membuat Audi lupa dengan Kenzie selamanya.
"Gue bakal milikin hati lo, Audi," ucap Alex.
****
Malam berganti pagi, Audi menyisir rambut lalu menguncirnya. Ia ingin tampil berbeda, biasanya rambut Audi dibiarkan tergerai namun kali ini ia ingin mencoba hal yang baru.
Alex sudah menunggu Audi selama sepuluh menit, tetapi Audi tidak kunjung muncul. Ia memutuskan untuk menyusul Audi ke kamarnya, Alex kesal karena jam sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.
"Cepetan, Di. Nanti macet," ucap Alex sembari mengetuk pintu kamar Audi.
"Iya sebentar," jawab Audi.
Audi membuka pintu kamarnya, lalu berjalan menuju garasi rumahnya. Alex membonceng Audi dengan kecepatan normal, ia tidak ingin menambah kecepatan karena jalanan sudah ramai. Alex paling malas ketika terjebak macet, ia merindukan Semarang yang tidak ada macet.
"Gue kangen Semarang, deh," ucap Alex dengan menatap Audi lewat kaca spion.
"Kenapa?" tanya Audi bingung.
"Enakan di Semarang, nggak ada macet kayak gini. Jadi kalau berangkat ke sekolah mepet pun nggak bakal telat," jawab Alex.
"Ye, itu mah kebiasaan lo suka ngaret. Udah tancap gas aja, biar nggak telat sampai di sekolah," ujar Audi. Namun Alex menggelengkan kepala, ia masih setia dengan kecepatan stabil.
Jam pelajaran pertama sudah dimulai, Audi sibuk memperhatikan Bu Dafi yang sedang menjelaskan. Sebenarnya Audi tidak paham, tetapi ia menghargai guru walaupun ia tidak paham materi yang disampaikan. Sementara Alex, ia asyik tertidur di bangkunya.
Audi menyenggol bahu Alex, tetapi tidak bangun juga. Bu Dafi mendekat ke arah Alex, ekspresi wajahnya berubah seketika. Alex dibangunkan oleh Bu Dafi dengan penggaris kayu, lalu Alex terbangun dan terkejut.
"Kenapa kamu tidur?" tanya Bu Dafi dengan wajah yang menyeramkan, Alex hanya bisa menunduk saja.
"Maaf bu, tadi malam saya begadang," jawab Alex.
"Begadang karena apa? Ngerjakan tugas?" jawab Bu Dafi lalu membawa Alex ke depan kelas. Alex sangat malu, semua mata menatap ke arahnya.
"Enggak bu, saya tadi malam begadang karena sibuk melukis," jawab Alex jujur.
"Kamu nggak berbohong, kan?" tanya Bu Dafi sekali lagi, lalu Alex menggelengkan kepalanya. "Karena kamu melanggar aturan, kamu saya hukum memungut sampah di setiap kelas ya," sambung Bu Dafi dan Alex hanya bisa mengangguk pasrah.
Alex disuruh Bu Dafi memungut semua sampah ketika pulang sekolah nanti, ia menyesal karena terlelap dalam tidur. Audi hanya tertawa ketika melihat wajah Alex yang melas, Alex tampak pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Bel istirahat berbunyi, Audi berjalan mendekat ke arah bangku Alex. Ia ingin meledek Alex yang harus membersihkan semua sampah sepulang sekolah nanti, Alex menutup telinganya rapat-rapat. Ia tidak ingin mendengar ledekan Audi.
"Kenapa ditutup? Malu ya? Lagian lo sih, gue udah bangunin juga," omel Audi kesal.
"Namanya juga tidur, mana bisa diajak ngobrol," jawab Alex dengan menatap wajah Audi yang mengeluarkan ekspresi kesal. "Nanti pulang sekolah lo bantu gue, ya?" sambung Alex lalu memohon pada Audi.
"Yaudah iya," jawab Audi malas.
Bel pulang sekolah berbunyi, Alex dan Audi segera membersihkan seluruh sampah yang ada di sekolah ini. Audi melakukan ini dengan ikhlas, karena jika ikhlas semua akan cepat selesai. Alex menatap Audi tersenyum, ia kagum kepada Audi yang tidak jijik memegang sampah.
Kenzie keluar dari kelas, ia berjalan menuju lapangan. Namun langkahnya terhenti, ia melihat Audi yang sedang bersama Alex tertawa bersama. Tangannya mengepal dengan sendirinya, Kenzie tidak suka kedekatan Audi dan Alex.
"Lepasin tangan pacar gue," ucap Kenzie dengan menatap tangan Audi dan Alex yang tak sengaja bersentuhan.
"Apa-apaan sih, gue bukan siapa-siapa lo lagi," jawab Audi kesal. Ia tidak suka dengan sikap Kenzie yang seperti ini.
"Lo masih pacar gue."
"Nggak, gue udah nggak cinta sama lo," jawab Audi berbohong. "Udah yuk Lex, kita pergi ke tempat lain," sambung Audi lalu menggandeng tangan Alex pergi.
Kenzie hanya menatap punggung mereka yang mulai menjauh, ia menendang botol minuman yang ada dihadapannya. Emosinya memuncak, tetapi ia masih bisa mengontrolnya.
Rafy dan Jeff melihat Kenzie kebingungan, tidak biasanya Kenzie seperti ini ke perempuan. Apakah Kenzie benar-benar mencintai Audi? Apakah Kenzie sudah merubah pikirannya?
"Santai aja," ucap Jeff dengan menatap Kenzie.
"Mana gue bisa santai, itu pacar gue lebih dekat sama cowok lain. Kalau lo jadi gue, pasti lo kesal," jawab Kenzie kesal.
"Yoi, santai bro. Kayaknya lo beneran suka sama Audi deh," sahut Rafy.
"Nggak."
"Ngaku aja Kenzie, jadi lo batalin permainan yang dulu lo rencanakan?" tanya Jeff lalu melihat ke arah Kenzie.
"Yang mana?" tanya Kenzie sensi.
"Katanya lo mau selidikin siapa pengirim surat putih itu, dan lo mau pacaran sama Audi biar dia ngaku tentang pengirim surat itu. Lo lupa?" ucap Rafy.
Kini Kenzie ingat, permainan yang dulu ia rencanakan bersama teman-temannya. Awalnya Kenzie ingin membatalkan ini semua, tetapi karena kesal dengan Audi, apakah ia harus melanjutkan permainan ini?