Chereads / Engine Batska / Chapter 15 - Chapter 14

Chapter 15 - Chapter 14

Jemari lentik Galang dengan luwesnya memasang anting mungil silver di telinga kanannya sambil berkaca di cermin dashboard mobilnya. Sementara Dira juga tengah melakukan aktivitas yang sama namun dalam rangka styling rambutnya dan Pandu yang hanya memainkan ponselnya di kursi belakang.

"Lo yakin gak bakal ditarik duit kan bayarnya? Gak bawa cash nih gue." Ucap Galang sambil menutup cermin dashboard-nya.

"Ya gak bakal lah. Gak inget apa kita bawa adeknya yang bikin acara?" Dira menjawab sambil mengarahkan dagunya ke Pandu.

Galang menoleh ke belakang, menatap Pandu dengan raut wajah meminta kepastian. Sedangkan Pandu menjawab dengan sign oke yang dibentuk jarinya namun sudah cukup membuat Galang tenang.

Mereka berdua kini menatap Dira yang masih sibuk dengan rambutnya. Pandu masih dengan ponselnya dan Galang yang menatap sahabat di sampingnya dari ujunga kepala hingga kaki.

"Niat bener lo kali ini. Lagi ada target?" Tanya Galang.

"Mau acara apapun, kalo holder-nya Bang Jey mah dijamin kualitas ceweknya mantap. Liat aja, gue bungkus cewek ah malem ini. Lo balik duluan aja ntar gak usah tungguin gue." Ujar Dira masih menatap rambutnya yang tidak terlihat berubah sejak tadi.

"Ati-ati, Dir. Anak orang gitu juga. Lagian, sok fuckboi lo padahal dideketin Kak Kyra aja langsung kicep." Pandu menimpali dari belakang.

Dira hanya menatap Pandu tajam dari cerminnya yang bahkan sahabatnya itu tak menyadari. Ia lalu kembali menatap cermin, masih asik dengan rambutnya.

"Ck! Lemot amat dah dandan lo, itu rambut udah kaya lagi maskeran pake lidah buaya tau gak?Kaku kinclong!" Galang seketika meledak ketika Dira tak kunjung selesai dengan rambutnya.

Dira melirik Galang malas.

"Yaudah si tinggal aja. Lagian siapa yang minta ditungguin?" Timpalnya.

Kepalanya terjerembab ke depan secara tiba-tiba karena Pandu menoyornya dari belakang.

"Kalo gitu ngomong dari tadi kek, Zubaedah!" Omel Pandu.

Akhirnya Pandu dan Galang keluar dari mobil, tak tahan dengan kerebekan Dira dan rambutnya. Mereka mendekati antrean masuk ke venue party yang diadakan Jey. Sudah menjadi tradisi seusai UTS dan UAS bagi Jey dan gengnya untuk mengadakan party pelepas penat. Dan tak terbantahkan semua kalangan dari seluruh fakultas bahkan dari universitas lain ikut datang.

Makin mendekati ticketing booth, mereka dapat melihat Aurel yang terlihat mengenal semua yang datang. Tak luput seorang pun yang tak ia ajak high five, bro hug, atau sapa. Aurel layaknya anak gaul kampus yang mengenal seisi universitas.

"Eh adek-adek manis gue dateng juga. Sini cium abang dulu!" Ujar Aurel ketika Pandu dan Galang telah sampai di barisan depan.

Kedua junior itu bergidik ngeri ketika dengan lantang Aurel membuka kedua tangannya, mengajak mereka berpelukan sambil memajukan bibirnya.

"ABANG AURELKUH!" Suara Dira menggema dari kejauhan.

Tanpa rasa malu dan canggung, cowok itu berjalan dengan mantap sambil melapangkan tangannya dengan senyum selebar samudra, tak peduli ia menerobos antrean yang cukup panjang di belakang.

Aurel yang melihatnya pun beralih melebarkan tangan ke arah Dira. Mereka pun berpelukan dengan frontalnya di depan khalayak. Aurel tak ragu menciumi ujung kepala Dira.

"Ututu cayang abang! Udah pake gel ya sekarang? Pake berapa botol sih sampe jadi lipgloss di gue gini." Ujarnya sambil mengusap bibirnya yang penuh dengan gel rambut Dira.

Seluruh penonton, orang yang mengantri masuk, menatap Aurel dan Dira aneh. Pandu dan Galang pun ikut terkena imbas tatapan penuh judge dari orang-orang itu.

"Gak kenal. Bukan temen kita, baru sekali ketemu disini juga." Ujar Galang sambil mengibaskan tangannya menanggapi tatapan aneh orang di belakangnya.

"Temen lo, ya?" Tunjuk Pandu ke orang tak dikenal di belakangnya yang membuat orang itu panik karena berganti ditatap aneh oleh yang lain akibat playing victim word Pandu.

Aurel kembali ke ticketing booth sambil menggandeng Dira. Ia mengambil tiga handband lalu diberikannya pada Pandu, Galang dan Dira.

"Nih, buat adek-adek gue, gratis..tis..tiss! Udah gih masuk buruan, macet nih gara-gara lo pada." Ujarnya sambil memberikan gelang itu pada mereka bertiga.

Setelah menerimanya, mereka bertiga beranjak memasuki venue. Dira pun tak lupa mengecup singkat pipi Aurel sebelum masuk.

"Makacih Abang tersayang!" Ujarnya lalu menyusul dua sahabatnya masuk.

Aurel yang masih tinggal di luar menangkap tatapan aneh dari orang di depannya.

"Sorry. Lagi kumat dia, kalo gak ditanggepin bakal nyiumin lo pada satu-satu kan berabe, mau?" Ujarnya seakan baru saja menyelamatkan orang-orang di depannya.

-

Dira dan Galang hanya mengekori Pandu yang sudah hafal seluk beluk night club yang menjadi venue malam itu. Akhirnya mereka sampai ke satu meja yang dikelilingi sofa empuk. Pandu langsung saja memeluk Jey yang jika dilihat sudah mengambang kesadarannya.

Dira langsung berpelukan, menyapa Gavin yang duduk di samping Kala. Galang mengikuti langkah Dira. Namun cowok itu hanya mengangkat alisnya ketika menyapa Kala yang duduk santai di sofa dengan sebelah tangannya diposisikan di sandaran sofa tempat punggung Grizelle bersandar. Kala juga membalas sapaan Galang dengan anggukan singkat.

"Eh ada Galang! Sini, Lang, minum." Grizelle berujar girang mengayunkan tangannya, mengode Galang mendekat.

Gadis itu bergeser, membuat space di antaranya dan Kala lalu menepuk space itu agar Galang duduk di sebelahnya.

Galang yang awalanya memang canggung hanya menggelengkan kepalanya pelan, menolak secara halus. Namun bukan Grizelle namanya bila permintaannya tak dikabulkan.

Gadis itu berdiri, lalu menarik Galang paksa untuk duduk di sebelahnya dan Kala. Mau tidak mau, ia pun hanya bisa pasrah dan menurut. Tangannya menerima segelas minuman yang tak diketahui apa isinya karena sudah dicampuri berbagai jenis liquor.

"Ini mix yang nemuin Kala. Jago loh dia kalo nge-mix alkohol, jadi mantep gitu naeknya." Jelas Grizelle.

Galang hanya menatap gelas di tangannya dengan ragu, tak ada niatan sedikitpun untuk minum alkohol malam ini karena ayahnya sedang berada di rumah. Tak mungkin baginya pulang dalam keadaan mabuk, jika memang ingin bunuh diri di depan ayahnya.

"Diminum, Lang. Jangan didiemin doang gitu. Haram tau nolak minuman yang ditawarin senior, apalagi yang buat senior juga." Jey menimbrung.

"Yaelah gini mah kecil buat Galang. Tunjukin, Lang!" Kompor Dira.

Galang hanya tersenyum canggung. Dalam hati juga tak enak bila menolak minuman, apalagi dirinya juga menyukai minuman beralkohol.

"Kalo gak mau gak usah dipaksain. Nih, minum soda aja." Kala berujar dari sampingnya sambil menyodorkan segelas cola dan tangan satunya mengambil alih gelas dari tangan Galang.

Galang dengan cepat meminum gelas pertamanya sebelum sempat diambil alih Kala. Semua orang di meja itu bertepuk tangan meriah melihat aksi Galang.

"Siapa bilang gue gak mau, gini doang mah sepele anjir." Bela Galang meletakkan gelas kosong itu ke meja. Kala hanya menatap Galang jengah.

"Tambah lagi, Lang! Free flow malem ini buat lo dan para maba!" Ujar Jey sambil dengan agak sempoyongan menuang vodka ke gelas Galang.

Mereka semua yang ada di table itu party hard. Tak terkecuali Gavin yang minum dengan tenang namun ketika ditarik berdirik langsung jatuh ke lantai seakan tak berkaki. Musik disko mengiringi tubuh mereka yang meliuk-liuk asal sesuai irama dan mood tapi yang penting happy.

Galang pun tak tau gelas keberapa yang saat ini ia tandaskan isinya. Yang ia tau betul, dirinya sudah mabuk berat, selevel dengan teman-temannya. Namun, beberapa jam minum dan bergerak dengan musik, mulutnya mulai terasa asam. Ia butuh asupan nikotin.

Akhirnya dengan sempoyongan, ia membelah kerumunan di venue, berharap bisa menemukan pintu keluar dengan keadaanya yang seperti itu. Klub kali ini melarang pengunjungnya untuk merokok di dalam sehingga mengaharuskannya untuk pergi keluar dulu.

Tak jarang ia menabraki tubuh orang-orang di sekitarnya dalam pencarian pintu keluar, namun ia tak mendapat caci maki karena yang ditabrak pun sama mabuknya.

Hingga ia menubruk punggung seseorang yang tengah duduk di dekat bar. Ia merasakan orang itu langsung memeganginya yang hampir terjerembab ke lantai.

"Galang? Mau kemana lo?" Ujar Pandu yang ternyata orang yang ditubruknya.

"Nyebat. Pintu keluar mana dah?"

"Ck, sini gue anterin."

Pandu berujar lalu beranjak berdiri sambil merangkul Galang. Namun sebelum pergi, ia memberi tau wanita yang sedang bicara dengannya sejak tadi.

"Aku anter temen keluar bentar ya, Kak. Nanti balik lagi." Ujarnya.

Galang menoleh ke arah wanita itu, ia menyipitkan matanya, berusaha melihat jelas ke arah orang itu. Pikiran halunya melayang entah kemana.

"Hm, kayak kenal gitu, siapa ya, Ndu?" Ucapnya pada Pandu dengan nada bingung khas orang mabuk sambil menunjuk Marissa.

Pandu menghela nafas sedangkan Marissa tertawa kecil menanggapi Galang. Tanpa babibu, ia menarik Galang keluar dari kerumunan, pergi ke arah pintu keluar.

"Mana rokok lo? Udah di luar nih."

Galang melihat sekeliling, ia lalu menunjuk saku celananya tanpa ada usaha untuk mengambil sebungkus rokoknya.

"Ambilin." Titahnya.

Pandu menghela nafas pelan, lalu dengan sabar, merogoh saku celana Galang. Dikeluarkannya kotak rokok lalu diambilnya satu dan diberikan ke Galang.

Galang menerimanya dengan asal, menyelipkan batang itu di mulutnya dan menyulut api di ujung batang tersebut. Alisnya mengernyit ketika tak dilihat asap yang biasanya mengepul ketika ia membakar benda itu.

Pandu yang sudah mengisap rokoknya melirik Galang yang masih berkutat menyalakan rokoknya sendiri.

"Anjing, kebalik goblok!"

Pandu merebut rokok yang telah terbakar filternya, terapit di mulut Galang. Ia mengambil sebatang lagi, lalu menempatkannya di posisi yang sudah benar di mulut Galang. Tangannya lalu meraih korek dan menyalakannya di ujung rokok Galang. Cowok yang super mabuk itu mengisap rokoknya yang telah dinyalakan dengan bantuan Pandu.

"Thanks, Bro. Terbaek lo." Ia berujar lalu duduk asal di trotoar parkiran.

Mereka merokok dalam diam. Galang dengan tatapan kosongnya dan Pandu dengan tatapan penuh concern-nya pada Galang.

"Lo yakin bakal pulang dalam bentukan begini? Katanya gak dibolehin bokap minum?" Tanya Pandu.

Galang melirik Pandu dengan mata yang tidak stabil.

"Hmm....." Gumamnya sambil mengisap rokoknya.

Pandu dengan setia menunggu temannya untuk menjawab namun tak kunjung keluar satu patah kata pun sebagai lanjutannya. Ia pun otomatis sadar jika Galang tak mendengarnya sejak tadi.

"Lang! Serius gue!" Tekannya.

Galang kembali menatapnya penuh halusinasi. Cowok itu lalu menyodorkan rokoknya yang tersisa setengah pada Pandu. Ia pun melirik Galang penuh tanya. Apa lagi kali ini?

"Pegangin! Gue kebelet pipis." Ujarnya.

Degan berat hati, Pandu menerima rokok itu. Ia memperhatikan temannya yang berusaha berdiri dengan susah payah tanpa terjatuh kembali. Matanya pun sudah setengah tertutup. Namun, insting protektifnya mulai bangkit ketika melihat Galang asal membuka kancing celananya di tempat, seakan ingin buang air kecil disitu juga.

"Bangsat!! Kagak disini juga!!!" Pandu mengumpat frustasi sambil membuang asal rokoknya dan Galang lalu memeluk sahabatnya itu dari depan. Dengan cekatan, ditutupnya kembali resleting setengah terbuka dan kancing celana Galang.

"Wew, gak nyangka gue kalo lo berdua ternyata belok." Sebuah suara menyapa mereka dari arah belakang.

Pandu menoleh dan mendapati Baron tengah berdiri disana, menatapnya dan Galang aneh. Pandu lalu mendudukkan kembali Galang di trotoar dan menghadap ke Baron sepenuhnya. Matanya berubah tajam.

"Gue lagi gak nafsu berurusan sama bajingan lagi." Ujarnya.

"Wah... nyantai aja, bro. Gue juga lagi gak ngajak ribut kali." Balasnya.

"Lagian siapa yang biarin lo dateng? Gak ada tuh undangan buat lo." ujarnya.

Baron terkekeh, senyum sinisnya merekah. Ia menatap Pandu dengan penuh arti.

"Undangan party kaya gini juga gak gue butuhin. Gak berguna. Nikmatin aja hura-hura lo selagi kami nyiapin hadiah buat lo dan temen-temen lo." Ancam Baron.

"Gak capek apa lo berkali-kali ngancam tapi ujung-ujungnya lo juga yang bonyok?" Suara Kala menyerobot masuk.

Baron dan Pandu menoleh ke arah belakang, melihat Kala baru keluar dari klub dengan rokok yang telah menyala di sela jemarinya. Tawa licik Baron menjawab Kala.

"Liat aja nanti. Lo pasti gak bakalan bisa ngebales kami. Gue pastiin lo langsung mampus, udah gue siapin liang lahat khusus buat lo juga." Ujar Baron pada Kala.

Kala pun tertawa sarkas mendengar ujaran Baron. Script yang sama lagi.

"Terserah lo deh. Yakin aja kalo kali ini yang masuk ke kubur bukan bos lo kayak yang lalu-lalu." Kala membalas.

Baron lalu hanya berlalu meninggalkan mereka tanpa menjawab apapun. Kala menghampiri Pandu yang otomatis dikembalikan sibuk dengan Galang yang posisinya sudah beralih tidur di atas trotoar.

"Galang!" Pandu berteriak setelah berhasil mendudukkan Galang kembali, namun yang didudukkan hanya diam dengan mata setengah terpejam.

Deringan terdengar dari sakunya. Pandu meraih ponselnya lalu membaca pesan yang baru saja masuk. Pesan dikirim dari teman Jey yang memberi tau jika kakaknya dan teman-temannya hancur bukan main.

"Ck! Ngerepotin banget nih anak-anak." Gumamnya.

Ia menoleh ke Kala yang menatapnya dalam diam sambil terus mengisap batang tembakau kesukaannya.

"Bang, bisa bantuin jaga Galang bentar gak? Bang Jey sama yang lain parah banget juga nih kobamnya di dalem."

Ketika mendapat anggukan dari Kala, Pandu lalu bergegas masuk kembali ke dalam klub.

Sepeninggalan Pandu, beberapa menit berlalu dalam sunyi di antara Kala dan Galang. Kala yang sama-sekali tidak berniat menyentuh Galang, dan Galang yang masih setengah sadar namun tenggelam dalam lamunannya.

Cowok yang lebih tua itu menoleh ke bawah ketika merasa kakinya ditepuk Galang. Saat ia menatap Galang, cowok itu sudah membuka kedua telapak tangannya ke arah Kala, seakan meminta sesuatu.

Kala pun mengangkat sebelah alisnya bingung. Ia menatap Galang penuh tanya.

"Rokok." Ujar Galang singkat.

Pemuda itu lalu menyerahkan rokoknya yang bersisa satu hingga dua isapan saja pada Galang. Cowok yang tengah mabuk itu mengerutkan alis melihat rokok sepanjang satu ruas jarinya disodorkan.

"Kok bekas lo? Mau yang baruuu." Rengeknya.

"Yaudah kalo gak mau." Kala berucap lalu bergegas mengisap kembali rokoknya.

Namun belum sempat menyentuh bibirnya, Galang merebut benda itu dan mengisapnya setengah sadar. Setelah dua isapan, ia membuang asal batang yang masih menyala itu.

"Kalo buang harus dimatiin. Injek dulu." Ujar Kala.

Galang menatap Kala datar. Ia lalu beranjak duduk dengan badannya yang masih sangat sempoyongan lalu membuka kembali kancing celananya. Sebelum ia lanjut membuka resletingnya, netra kelamnya melirik Kala yang tak bereaksi.

"Kok lo gak berhentiin gue, sih?!" Galang berucap sebal.

"Mau matiin pake air kencing lo, kan? Bener kok. Lanjutin aja. Gue rekamin sekalian." Kala berujar lalu mengeluarkan hpnya dan mengarahkan kameranya pada Galang.

"Ayok, udah siap nih gue." Ujar Kala ketika Galang masih diam, menatapnya kesal.

Bukannya melanjutkan, Galang malah mengaitkan kembali kancing celananya dengan malas. Ia lalu duduk kembali dengan asal, tanpa peduli yang ia duduki adalah rokoknya yang masih menyala.

Kala pun tercengang dibuatnya. Ia menunggu reaksi Galang yang menatapnya dengan tatapan merajuk khas anak kecil.

"Gak panas?" Tanya Kala.

"Panas. Perih." Jawab Galang manja namun tak beranjak dari posisinya sama sekali.

Kala pun lalu menghela nafasnya pelan. Berusaha sabar menghadapi bocah di hadapannya. Ia lalu menarik lengan Galang dan membuat pemuda itu berdiri. Diperiksanya bagian belakang celana Galang yang sudah gosong dan berlubang, tak tau lagi dengan pasti keadaan kulit pantat pemuda itu.

Ia melepas jaketnya lalu diikatkan pada pinggang Galang untuk menutup lubang yang cukup lebar di celana adik tirinya itu.

"Lo bawa mobil kesininya?"

Galang mengangguk menjawab.

"Mana kuncinya?"

Galang menunjuk saku celananya bagian depan tanpa berniat mengambilkan benda itu untuk Kala.

"Ambil lah. Gue anterin balik sini." Ujar Kala pada Galang yang hanya menunjuk sakunya.

"Ambilin." Galang kembali menjawab dengan nada manja.

Helaan nafas kembali dihembuskan Kala. Dengan penuh menahan sabar, Kala akhirnya mengambil kunci mobil Galang dari saku celana pemuda itu. Kemudian menggandeng tangan Galang untuk menuntunnya berjalan ke arah mobil.

Namun setelah tiga langkah, Galang berhenti melangkah sehingga Kala pun mau tak mau harus berhenti. Ia menoleh ke arah juniornya dan menatapnya lelah.

"Apa lagi?" Tanyanya.

Galang hanya merentangkan kedua tangannya ke arah Kala dan dibalas dengan tatapan tak mengerti dari pemuda di depannya.

"Gendong." Ucap Galang.

Ya, Tuhan. Salah apa Kala hari ini hingga harus dihadapkan dengan manusia macam Galang.

"Gak. Orang masih bisa jalan gitu." Ujarnya tegas.

Mendengar itu, Galang tanpa basa-basi langsung menjatuhkan diri ke tanah, duduk diam disana sambil menatap Kala memelas.

"Gak bisa."

Kala menghela nafas lelah untuk yang keseribu kali. Demu apapun, adik tirinya ini sungguh merepotkan.

"Gak ada gendong-gendongan. Jalan sendiri ke mobil, atau gue tinggal." Ia berujar dengan tangan masih tertaut dengan jemari Galang yang sudah duduk di atas tanah.

Galang tak menunjukkan pergerakan yang memberi siyal menyerah dan takut akan ancaman Kala. Kebalikannya, anak itu justru makin menatap Kala dengan mata berkilaunya. Namun, bukan Kala jika luluh begitu saja.

"Oke, gue tinggal. Bye."

Ia lalu melepas gandengannya dan berjalan menjauhi Galang, mendekat ke arah mobil bocah itu yang hanya 10 langkah di depannya. Ia membuka mobil Galang lalu masuk dan duduk di kursi kemudi. Dinyalakannya mesin mobil, sebagai bentuk ancaman lebih lanjut.

Mata tajam Kala terus mengawasi Galang tanpa pernah beralih sedikitpun. Namun, ia juga tak menemukan pergerakan berarti dari adik tirinya itu. Tak ada cara lain, ia harus pura-pura meninggalkan bocah itu.

Akhirnya ia terus memainkan perannya dan menginjak gas untuk meninggalkan parkiran dengan perlahan. Namun, dilirik dari kaca spion, Galang masih terus duduk dan menatap datar mobilnya yang dibawa kabur. Tak merasa terusik dengan trik Kala.

Kala pun menginjak remnya. Sial. Kali ini sepertinya ia yang benar-benar harus mengalah. Ia memundurkan mobil Galang, mendekat ke arah si pemilik yang masih terduduk di tengah jalan.

Kala lalu beranjak keluar dan berjalan mendekati Galang. Melihat seniornya mendekat, Galang kembali merentangkan tangannya, bersiap untuk digendong. Kala berhenti sejenak ketika ia tiba di depan Galang. Lalu dengan pasrah, ia berjongkok membelakangi bocah itu, dan dengan cekatan Galang langsung melompat ke punggung Kala.

"Jangan anter ke rumah gue, bisa dibunuh ayah nanti." Ujarnya dari balik punggung Kala.

Si penggendong mengernyitkan alisnya bingung.

"Terus kemana?" Tanyanya.

"Apartemen lo aja."

Kala membuang nafas kasar. Tapi jika dipikirkan, kemana lagi ia harus membawa bocah itu? Memang apartemennya adalah pilihan terbaik. Sesampainya di mobil, ia mendudukkan Galang di kursi samping kemudi dengan hati-hati. Lalu memasangkan seatbelt dengan telaten.

Ia lalu beralih duduk di kursi kemudi. Sebelum tancap gas ia menyempatkan diri mengirimi Pandu pesan bahwa ia membawa Galang pulang ke apartemen bersamanya.

"Mau es krim sebelum balik." Kala melirik Galang tak percaya sekaligus heran.

"Gak." jawabnya singkat.

Galang menoleh pada Kala dengan puppy eyes-nya lagi, namun kali ini Kala berhasil menghindari tatapan itu karena tengah menyetir.

"Beliin es krim ya, Bang?" Ujar Galang manja.

Kala tak dapat memungkiri sensasi aneh yang bangkit dari dirinya ketika mendengar Galang memanggilnya dengan embel-embel 'Bang' karena selama ini anak itu tak pernah menggunakan title itu tiap bicara padanya. Ia selalu memanggil Kala dengan sebutan namanya langsung.

Tak mendapati jawaban dari Kala, Galang pun tak menyerah. Ia menggoyang-goyangkan lengan kiri Kala manja khas bocah yang sedang merengek.

"Es krim ya, Bang? satu aja yang plain juga gak papa, kok. Yayaya?"

Kala menggeleng ragu. Namun sekuat apapun ia menolak Galang, hatinya berkata lain. Setirnya pun tetap berbelok tanpa sadar ketika melewati drive thru restoran cepat saji dan berakhir dengan meberikan Galang sebuah ice cream plain di perjalanan pulang.

----