"Ini kamar nya bu". Wanita berkepala empat itu tersenyum.
"Hmm.., biar papa saya saja yang istirahat. Saya masih ingin bincang-bincang dengan Alena dan Alana dulu" lawan bicara pun tak luput mengusung senyuman manis di wajah. "Alana sangat pandai bercerita", puji Melinda.
"Iya bu, dia itu memang suka sekali bercerita, kalo lagi suntuk Alana lah menjadi penawarnya" bu Ros berbicara sambil sedikit tertawa.
"Mana pengantin baru nya?", suara dari arah belakang tubuh Melinda terdengar. Suara serak dan rendah, namun terdengar tegas.
Mendengar suara yang tak asing itu membuat Melinda memutar kepalanya dan tampaklah sosok yang berbicara sebelumnya. "Mereka pasti lagi istirahat di kamar pa", jawab Melinda sembari tersenyum, "Memangnya kenapa papa menanyakan mereka?".
"Aku ingin berbicara dengan brandal kecil itu" Jawab lelaki dengan rambut hampir seluruh memutih yang tak lain ialah tuan Yudistira. "Cepat panggil dia, aku tunggu dia di kamar (kamar tamu milik keluarga pak Hasan)". Lelaki tua itu berbalik dan mengusung langkah pergi.
"Papa ingin berbicara perihal apa?".
"Sudah, jangan banyak tanya. Panggil saja dia sekarang". Tuan Yudistira menjawab tanpa menoleh ke belakang.
"Hm., baiklah". Ucap Melinda pasrah.
"Papa ini, sampai kapan selalu begitu dengan cucu nya sendiri. Setiap ketemu pasti berperang", gumam wanita yang hampir paru baya ini. Ia menoleh, menghadap seseorang di sampingnya yang terdiam sembari berkata "Maaf ya bu Ros, papa kalo udah sama Zaedan memang suka begitu. Selalu aja ribut, tapi cuma ribut kecil saja". Ucap Melinda tak enak hati.
Bu Ros tersenyum menanggapi, ia membuka mulutnya dan berkata "Tidak masalah bu, saya yakin tuan Yudistira sayang kepada cucunya. Mungkin caranya saja yang berbeda, atau mungkin itu bentuk keusilan tuan untuk menggoda cucunya", ucap bu Ros menenangkan.
"Hm.., bu Ros benar. Papa memang terkadang keras, beliau hanya ingin Zaedan tumbuh menjadi lelaki yang baik dan bertanggung jawab". Melinda terdiam sejenak, ia kemudian kembali bersuara "Saya pamit ke atas dulu bu, mau memanggil Zaedan". Pamit Melinda
Ucapan Melinda hanya dijawab dengan senyuman dan anggukan oleh bu Ros. Setelah itu Melinda pun naik ke lantai atas.
**
Setelah mengatakan hal tersebut, Zaedan pun beranjak menuju kasur. Namun bola matanya melotot saat bertemu pandang dengan orang yang ada di depannya. 'Kapan mama datang' begitulah pikir Zaedan saat bertemu mata dengan mamanya. Raut wajah Melinda yang ditangkap pandangan Zaedan sangatlah tidak bersahabat. Ternyata mamanya juga bisa memiliki ekspresi seperti saat ini, pikir Zaedan lagi. Nafas Zaedan tercekat, ia perlahan melangkah mendekati wanita tercintanya itu. Ada rasa khawatir dari lubuk hati Zaedan yang terdalam, dia merasa seperti melakukan sebuah kesalahan hingga membuat mamanya menatap dengan tatapan dan ekspresi muka seperti itu. Sungguh sangat mengerikan!.
Setibanya di lantai atas, Melinda melihat pintu kamar yang ditempati Zaedan dan Aluna tidak tertutup rapat. Ia perlahan mendekat dan secara tak sengaja melihat apa yang terjadi di dalam melalui celah pintu yang renggang. Namun apa yang tertangkap telinga membuat Melinda seketika naik pitam!. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat marah dengan putranya. Untuk pertama kalinya ia kecewa, kecewa berat terhadap Zaedan. Apakah seperti ini anaknya di belakangnya. Beginikah sikap Zaedan ketika tidak berhadapan dengan dirinya. Kemungkinan seperti itulah pertanyaan pertanyaan yang muncul dalam benak wanita cantik ini.
Ketika ibu dan anak ini bertatap mata dan jarak mereka semakin dekat. Sang putra pun bersuara "Mama, sejak kapan mama berdiri di sini?". Kalimat pertanyaan yang keluar dari mulut Zaedan menghadirkan raut wajah semakin muram dari sang mama.
"Memangnya kenapa?". Dan untuk pertama kalinya Melinda berbicara dengan nada yang sangat tidak mengenakkan kepada putranya. "Kau takut perilaku buruk mu terbongkar oleh mama?", "Kau takut mama tau semua tentang diri mu?", "Cepat jelaskan semua ini!". Kalimat demi kalimat terlontar begitu saja dari mulut nyonya besar. Tentu nada bicara sangat tak enak didengar.
'Apa sekarang putra ku menjadi pria brengsek Tuhan?'
'Apa selama ini putra ku hanya berpura-pura berperilaku baik?'
'Dan apa tadi, kenapa Zaedan berkata tak sudi untuk menyentuh istrinya?'
'Aduh, mengapa aku bisa tidak sadar mama di sini'
'Melihat raut wajah mama yang tak biasa, ku rasa mama mendengar semua apa yang aku ucapakan'
'Apa mama tau aku hanya bersandiwara?'
'Apa mama sudah tau kalo aku dan Aluna hanya menipu dua keluarga ini?'
Dugaan demi dugaan yang berseliweran di kepala dua manusia ini menciptakan kecurigaan di antara keduanya. Melinda curiga ada sesuatu yang tak beres disembunyikan oleh putranya. Sedangkan Zaedan curiga bahwa rencananya sudah diketahui oleh sang mama.
"Mama berbicara apa sih. Apanya yang harus Zaedan jelaskan". Zaedan mulai berkilah.
"Zaedan, kamu kira mama anak kecil atau gadis remaja polos yang bisa kamu kelabuhi?" tanya Melinda sambil memicingkan mata, Melinda tidak pernah bertingkah seperti itu kepada putranya. "Cepat jelaskan, mama sudah mendengar semua yang kau ucapkan", suara Melinda terdengar dingin.
Glek!
Zaedan menelan ludahnya. Sudah dapat dipastikan ibunya memang sudah mendegar semua ocehan yang keluar dari mulut pria itu.
Situasi menjadi hening hingga beberapa saat terdengar bunyi knop pintu diputar.
Cklek.
Tampaklah gadis mungil nan cantik, dress mini yang ia gunakan sedikit menciptakan rasa tak nyaman. Aluna memang jarang menggunakan mini dress di atas lutut. Namun demi menghargai usaha ibu mertua, Aluna tetap menggunakannya.
Gadis yang tersabda sebagai istri berjalan mendekat ke arah dua orang yang tengah memerhatikan dirinya dengan cukup intens. Ditatap dengan pandangan seperti itu, membuat Aluna sedikit canggung dan gugup.
Melihat sang istri berjalan mendekat membuat Zaedan tersenyum menyeringai. Bukan...bukan karena kecantikan Aluna yang membuat Zaedan sumeringah. Melainkan ada sudah ada sebuah rencana yang hadir dalam pikirannya.
Baru saja Aluna mendekat, pinggang ramping miliknya langsung ditarik lengan kekar dan berurat.
Srett!.
Aluna ditarik mendekat ke tubuh Zaedan. Kini tubuh mungil dan ramping menempel dengan sempurna di tubuh kekar Zaedan. dag...dig..dug... sekiranya begitulah suara detak jantung gadis berambut hitam pekat nan panjang ini. Aroma masam dari tubuh Zaedan tidak menimbulkan kesan menjijikkan, justru Aluna merasa bau tersebut sangat menggemaskan. Bisa-bisanya Aluna berpikiran seperti itu. Yang benar saja.
"Mama, lihatlah menantu kesayangan mama. Sangat cantik, rasanya aku sudah tidak sabar menunggu malam tiba" ungkapan ini sejalan dengan senyum manis yang tercetak di wajah pria tampan ini. Mendengar hal itu Melinda menilik tajam ke arah putranya. Namun wanita itu buru-buru mengubah ekspresi wajah 180° saat pandangannya teralihkan ke arah sang menantu. Melinda tersenyum sembari berkata "Menantu mama memang sangat cantik. Pasti di luar sana banyak pria yang ingin mempersuntingnya menjadi istri, tapi sayang dia sudah diperistri oleh brandal nakal" ungkapan ini mengandung sedikit sindiran.
'Hah, mengapa mama ikut-ikutan lelaki tua itu dengan panggilan menyebalkan'. Batin Zaedan.
"Ayo sayang kita ke bawah, mama sangat suka mendengar Alina dan Alana bercerita, terlebih celotehan Alana membuat mama gemas", kalimat ini diiringi cekikin kecil dari Melinda dan disambut senyuman cerah milik menantu. "Mereka memang ahli bercerita ma, terlebih Alana, dia pandai sekali menghibur anggota keluarga ini". Jawaban dari Aluna seiring dengan derap langkah kedua wanita menuju tangga. "Ah iya, ambu juga bilang begitu tadi" ucap Melinda menambahkan.
Baru saja telapak kaki mendarat di anak tangga kedua, Melinda membalik badan. Dapat ia lihat putranya masih terdiam di ambang pintu kamar. Ia menatap tajam pemilik mat hazel dan berkata "Kamu dipanggil kakek, cepat turun karena kakek mu sudah menunggu di kamar tamu", dan setelah mengatakan hal tersebut Melinda kembali mengusung langkah kaki diikuti Aluna.
Aluna hanya diam tanpa berkomentar. Mungkin memang ada urusan penting yang menjadi alasan suaminya dipanggil kakek duga Aluna.
Berbeda dengan Aluna, Melinda tampak masih berpikir dan penasaran ingin mencari tahu terkait ucapan Zaedan yang ia dengar. Melinda percaya ada sesuatu yang tidak beres. Perasaan curiga masih saja menghantui putri kesayangan tuan Yudistira ini.
'Tunggu saja waktunya, aku akan mendesak Zaedan'.
Mendangar perkataan dari Melinda, Zaedan juga mengusung langkah turun ke lantai bawah untuk memenuhi panggilan kakek Yudistira. Ada sedikit perasaan lega dalam hati Zaedan karena mamanya tidak mendesak ia semakin dalam terkait ucapannya tadi. Zaedan sangat yakin bahwa mamanya memang menaruh curiga terhadap dirinya. 'Kedepan aku harus berhati-hati dalam berucap, dasar mulut sialan', Zaedan menggerutu.
**
Cklek!. Bunyi knop pintu berputar
Perlahan daun pintu membuka. Sedikit demi sedikit cahaya luar terpancar bersamaan dengan hadirnya sosok tegap yang tertangkap mata.
Raut wajah datar selalu konsisten ditampilkan pria dengan kulit keriput tatkala berhadapan secara empat mata dengan pria di hadapannya. Sangat jarang ada senyum cerah dari keduanya jika dalam kondisi seperti ini.
***
Author butuh support ini, caranya gampang
1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari
2. Kasih author gift
3. Komentar positif dan membangun
Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....