TIING!
Lift berhenti tepat di lantai teratas bangunan ini, Junhyuk melangkah gontai menuju pintu besar di ujung sana, Hanna hanya bisa mengekor dalam diam, menunggu dengan tenang saat pria itu menekan kode kunci rumahnya.
TILILILIT ...
Junhyuk masuk terlebih dulu setelah pintu terbuka, ia mengganti alas kakinya dengan sendal rumah yang tertata rapi di rak sepatu dekat pintu, Hanna tetap mengekor dengan perasaan campur aduk sekarang ini. Penthouse milik Junhyuk terlihat luas sekali, dominasi warna putih dan abu-abu membuat kesan maskulin interiornya begitu kuat. Rumah ini juga sangat rapi, sofa panjang berwarna terang di sisi ruangan menghadap ke televisi besar yang tertempel apik pada dindingnya nampak nyaman, juga mini bar di dekat dapur terlihat modern dan bersih.
"Duduklah dimana saja, atau kalau kau haus ambil saja sendiri di dapur, kulkas ada disana. Aku akan mandi sebentar," ucap Junhyuk memberikan akses pada Hanna agar tak perlu segan di rumahnya.
Gadis itu hanya mengangguk paham lalu kembali melihat sekeliling rumah ini. 'Ini lebih besar 10 kali lipat dari kamar asramaku.' batin Hanna.
"Ah! Kau bisa pakai kamar di sudut sana, tenang saja, kamarnya selalu dibersihkan jadi tidak akan berdebu, ada kamar mandi juga di dalamnya jadi kau bisa pakai sepuasmu." Junhyuk menghentikan langkahnya dan menoleh untuk memberitahukan hal yang nyaris saja ia lupakan itu.
"I-iya, terimakasih banyak ...." Hanna menunduk sambil mengucapkan terimakasih, juga merasa segan sekali saat ini.
Pria itu melanjutkan langkahnya menuju kamar miliknya sendiri, kamar utama yang paling luas di rumah ini. Gegas ia mandi dengan air hangat agar rasa lelahnya sedikit berkurang. Tak bisa ia pungkiri kalau dirinya merasa aneh dan canggung karena ada orang lain di rumahnya, padahal kakak perempuan Junhyuk juga sering mampir dan menginap disini jika ia kemalaman atau mabuk, dan kalau itu terjadi, Junhyuk tak pernah merasa secanggung ini.
"Ck, aku ini kenapa sih! Sial!" gumamnya sambil mengusap wajahnya yang terguyur air hangat dari shower.
Sementara itu, Hanna merasa kikuk saat memasuki kamar yang tadi ditunjukkan Junhyuk. kamar ini bahkan 2 kali lebih besar dari kamar asramanya, ia tak terbiasa dengan ini setelah nyaris 4 tahun hanya berkutat di kamar asramanya saja. Hanna duduk di tepi kasur dan baru saja teringat soal baju gantinya, padahal ia ingin sekali mandi sebab badannya sudah terasa lengket dan tak nyaman.
"Masa pake baju ini lagi? Pasti bau banget kan." rengeknya sambil mengendus-endus badan dan ketiaknya sendiri.
Tok Tok Tok
Hanna sedikit terkejut mendengar ketukan pintu, dengan segera ia membukanya, Junhyuk sudah berdiri di depan pintu dengan kaus polos putih lengan panjang dan celana panjang, bahkan dengan pakaian tidur pun lelaki di hadapannya ini tetap tampan. Rambutnya masih terlihat basah, sebab belum sempat mengeringkannya karena teringat kalau ia belum memberi tahukan bahwa ada pakaian ganti yang bisa di pakai gadis itu di lemari pakaian yang ia tempati, baju-baju kakak perempuan Junhyuk yang memang ditinggal beberapa disana.
"Eeuuhh ... aku lupa bilang, di lemari pakaian itu ada baju perempuan yang bisa kau pakai," ucapnya kemudian.
Hanna mengerjap bingung, dan sedikit memicing karena tiba-tiba jadi penasaran apakah Junhyuk sering membawa perempuan ke rumahnya?
"Hei, jangan mikir aneh-aneh dan cepat mandi sana! Itu baju milik kakakku!" Junhyuk membalikkan badan Hanna dan sedikit mendorongnya setelah melihat reaksi gadis itu saat dia bilang ada baju perempuan di rumahnya.
"Heheheh, baiklah." kekeh Hanna menyadari ia sudah salah paham, rupanya Junhyuk tak suka disalah pahami, Hanna kira ia akan cuek saja.
Sebaliknya Junhyuk malah sebal karena Hanna menertawakannya, juga sedikit senang?
Pria itu lalu menutup pintu kamar tamu yang di temoati Hanna lalu menuju kamarnya sendiri untyk kembali mengeringkan rambut, bisa masuk angin dirinya jika tidur dalam keadaan seperti itu.
Setelah mandi dan ganti baju, Hanna bermaksud untuk mencuci pakaiannya tadi agar esok pagi bisa ia pakai kembali sebab sepertinya takkan sempat untuk kembali ke asrama dan ganti baju lain. Ia kemudian menuju dapur sebab tadi sepertinya ia melihat ada mesin cucui disana, lagipula mendadak dirinya merasa lapar.
Mumpung tak nampak Junhyuk berkeliaran dan sepertinya pria itu sudah tidur di kamarnya, Hanna melangkah pelan menuju dapur dan berusaha mengecilkan suara yang ia timbulkan setiap ia malakukan sesuatu di dapur agar Junhyuk tak terbangun.
Setelah memutar mesin cuci, Hanna membuka kulkas perlahan, barang-barang mewah memang beda, mesin cucinya tak bersuara keras meski sedang memutar, keren sekali. Juga kulkas besar mirip lemari itu terlihat penuh, membuat Hanna menganga.
"Wooaahh ... gila, gue kira kulkas nyokapnya Sohee udah yang paling canggih!" ucapnya lirih.
Hanna perhatikan satu per satu isi kulkas itu, mencari sesuatu yang bisa ia makan tapi tak akan terlihat banyak berkurang, sumpah ia segan jika Junhyuk tahu kalau dia diam-diam kelaparan dan makan isi kulkasnya.
Akhirnya, Hanna memutuskan mengambil satu kaleng cola dan sebuah apel dari dalam kulkas itu untuk mengganjal perutnya yang keroncongan. Biasanya jika ia lapar di tengah malam seperti ini, ia akan makan ramyun, tapi Hanna cukup tahu diri untuk tidak mengotori perabot dirumah Junhyuk ubtuk masak ramyun.
"Kau sedang apa?"
"UWAKH!" Hanna terkejut dan seketika berbalik, hampir saja ia lempar kaleng cola itu ke wajah Junhyuk yang ternyata sudah berdiri di belakangnya, jantungnya berdegup kencang sekali, serasa sedang di pergoki setelah mencuri. Sejak kapan pria itu datang? Hanna benar-benar tak mendengar suara langkahnya.
"Sa-saya ... anu ... eeeuhh ... ini ..." Hanna menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sambil meracau tak jelas, malu dan tengsin sudah jelas ia rasakan sekarang.
"Kau ... lapar?" tanya Junhyuk dengan raut tak berubah dari sebelumnya, baru Hanna sadar rambut pria itu kini sudah nampak kering, berarti memang dia yang bodoh karena mengira Junhyuk sudah terlelap damai tadi hingga memberanikan diri menyeoinap ke dapurnya.
"I-iya ... begitulah, maaf saya sudah lancang." ucap Hanna menunduk sambil memainkan ujung kaus yang ia pakai, apel dan cola ditangannya tadi sudah terlempar entah kemana.
"Ck, bicara apa sih? Aku kan sudah bilang tadi, kalau kau ingin minum atau makan sesuatu cari saja sendiri di dapur." ucap Junhyuk santai sambil menunduk meraih kaleng cola dan apel yang menggelinding tak jauh dari kakinya.
"Be-begitukah?" Hanna mengerjap, ia kira maksud Junhyuk ucapannya itu berlaku untuk air putih saja.
"Kau sedang mencuci?" tanya Junhyuk lagi, setelah meletakkan apel dan cola di meja mini bar sebelahnya dengan tatapan ke arah mesin cuci yang sedang berputar.
"Aah ... maaf, saya kira tak akan sempat kalau saya harus pulang ke asrama dulu besok pagi untuk ganti baju, jadi lebih baik baju tadi saya cuci sekarang agar besok kering." semakin segan Hanna karena menurutnya ia sudah lancang pakai nesin cuci pria itu tanpa ijin, sudah terbayang olehnya Junhyuk ngomel karena itu.
"Ooh ... ya sudah, makanlah apapun yang kau mau, aku akan tidur." ucap Junhyuk datar lalu berbalik hendak melangkah kembali ke kamarnya, membuat Hanna mendelik heran, ia kira Junhyuk akan ngomel.
"KRRRWWLLLKK ...."
Pria itu menghentikan langkahnya, lalu memegang perutnya yang sudah bikin malu dan menjatuhkan level coolnya sampai ke dasar. 'Kenapa juga harus bunyi sekarang sih perut sialan!' rutuknya dalam hati.
"Eeuum ... anda mau makan ramyun?" tawar Hanna sambil berusaha sekuat tenaga menahan tawanya.
"Ekhem ... kau mengajakku makan ramyun(*)?" tanya Junhyuk seraya berbalik, mendadak wajah keduanya seolah tersentak dan memerah malu.
"Euuhh ... bukan, maksud saya benar-benar makan Ramyun." ralat Hanna dengan cepat, wajahnya sudah merah padam, bagaimana bisa ucapannya jadi ambigu begitu, sedangkan Junhyuk juga tampak malu dan memilih membuang muka, tak sanggup melihat wajah Hanna karena takut membayangkan hal yang iya-iya. Eh?!
"Ekhem ... a-aku mengerti kok, kau yang masak?" Junhyuk berusaha tetap terlihat biasa saja, padahal ia juga sedikit syok tadi.
"Iya, saya ... yabg akan masak ramyunnya." Hanna menggaruk tengkuknya kaku.
"Oke, aku tunggu disana." gegas Junhyuk berjalan menuju sofa di depan televisi, menunggu Hanna selesai masak ramyun. Ia duduk menyandar sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan, masih merasa malu sekali.