Chereads / You're My Soulmate / Chapter 22 - 022. Bukan Aku

Chapter 22 - 022. Bukan Aku

"Hahaha dasar orang-orang bodoh, gampang sekali untuk di tipu. Sekarang semua harta milik Ferand akan jadi milikku," tawa May pelan. Alana masuk ke dalam kamar, melihat semua harta yang tersimpan di dalam lemari baju milikFerand. "Ibu, apakah kita perlu merayakan kematian pria bodoh itu? Sepertinya kita harus menyewa pembantu untuk membersihkan rumah kita," kata Alana.

"Untuk apa menyewa pembantu, apa gunanya gadis bodoh itu? Jika kita harus menyewa pembantu, kita harus mengeluarkan banyak pengeluaran. Mending kita habiskan uangnya untuk berpesta setiap hari."

"Ah iya, hampir saja aku lupa. Entah kemana perginya dia sekarang. Apa ibu ada lihat ekspresinya? Sangat lucu sekali ketika semua orang tidak mempercayainya."

"Iya, lucu sekali. Awas saja kalua sampai matahari tenggalam dia tidak pulang, aku pastikan dia tidak akan dapat jatah makanan."

***

Ella memejamkan matanya dan menghirup dalam-dalam udara dingin. Ini tidak seberapa dinginnya daripada sakitnya perasaan. "Aku butuh teman untuk bercerita, pasti sudah mendengar kabar buruk seperti ini. Makanya dia tidak datang kemari." Padahal yang terjadi, Xavier sedang sibuk membagi prajurit untuk menjaga daerah perbatasan. Karena akhir-akhir ini banyak sekali serigala liar menyerang perbatasan yang datangnya dari arah timur.

"Kalian semua harus bekerja dengan baik, awas saja jika kalian semua membuat kesalahan. Kalian akan mendapat ganjarannya, apa kalian semua mengerti?"

"Mengerti tuan muda," jawab para prajurit serentak. Xavier pun membiarkan mereka pergi lebih dulu ke daerah tersebut. Calista berjalan tergesa-gesa menghampiri anaknya. "Xavier, apa kamu sudah mendengarnya?"

"Dengar apa ibu?" jawab Xavier dengan satu alis terangkat. 

"Ayah Ella sudah meninggal, baru saja meninggalnya."

"Apa? Meninggal karena apa ibu? Perasaan kemarin-kemarin masih sehat."

"Dia meninggal karena meminum teh buatan Ella, katanya Ella sendiri yang membunuhnya. Ia memasukkan racun ke dalam tehnya."

Pupil mata Xavier melebar dan menggeleng pelan kepalanya, "Aku tidak percaya, tidak mungkin Ella yang melakukannya. Aku tahu dia tidak akan tega melakukan itu, walaupun ia marah kepada ayahnya. Pasti ada yang tidak beres."

"Iya, ibu juga satu pemikiran dengan kamu, tidak mungkin dia. Tapi orang-orang sudah membuat petisi untuk mengusir Ella, bahkan ada yang membuat keputusan untuk membunuh Ella. Jika kita membawa dia kesini, pasti citra kita akan ikut jelek juga …." Xavier terdiam, kebimbangannya dan juga keputusannya benar-benar penting disini. 

"Biarkan saja ibu, biarkan Ella menjelaskan dulu semuanya pada kita. Dan aku akan mempertimbangkannya dengan baik." Calista mengangguk dan segera pergi untuk memberitahu hal ini juga kepada Felix. "Aku harus menemui Ella sekarang, pasti dia sedang tidak baik-baik saja."

Hari mulai gelap, Ella pergi pulang ke rumah. Dari tadi air matanya tidak berhenti mengalir. Sampainya di rumah pun, ia mencium aroma makanan lezat. "Dari mana saja kamu pemalas? Apa kamu sudah tahu ini jam berapa? Apa begini caranya kamu melayani kami dengan baik. Untung saja kami punya banyak uang, jadi bisa membeli makanan enak ini," rocos May membuat Ella semakin deras menitikkan air matanya.

"Kenapa masih berdiri disitu? Cepat bersihkan rumah ini!" kata Alana yang melemparkan sapu kearahnya. Kedua tangan Ella mulai terkepal erat. Dan parahnya lagi Alana menarik rambutnya dengan keras. Ella menepis segera tangan Alana itu, "Apa kalian sadar dengan apa yang sudah kalian lakukan? Apa begini caranya kali mengucapkan terima kasih? Kalian berdua sudah membuat ayahku pergi! Sekarang ayahku pergi! Kalian berdua adalah penjahat!"

Teriakkan Ella membuat para tetangga yang sedang menikmati makan malam menjadi sedikit terganggu, namun mereka penasaran akan mengapa Ella berteriak seperti itu. "Iya, kami berdua adalah penjahat? Apa kamu tidak menyukai kami berdua? Segera rumah dan harta kekayaan ayahmu ini sudah menjadi milik kami, kamu tidak berhak ikut campur. Dan mulai hari ini juga kamu adalah pembantu! Jika kamu masih mau tinggal di rumah ini, maka turutilah apa yang kami suruh," jawab May.

Ella berlari masuk ke dalam kamarnya, ini bukan waktu yang tepat untuk terus berdebat, sekarang dirinya sudah pasrah menerima kenyataan. Xavier juga sampai di tempat ia pertama kali bertemu dengan Ella, ia dapat mencium dengan samar-samar aroma Ella di tempat itu. "Ternyata kamu kesini, berarti kamu sudah pulang ke rumah." Ia berlari lagi menuju rumah Ella, dari kejauhan ia melihat cahaya lampu dari rumah itu.

Ia berjalan semakin dekat lalu dengan keberanian mengetuk pintu rumah tersebut. Dan yang membuka pintu itu bukanlah orang rumah juga bukan Ella, melainkan orang lain. "Siapa kamu?" tanya orang yang membukakan pintu. "Siapa kamu? Dimana Ella?" tanya Xavier balik.

"Dia tidak ada disini dan siapa aku itu tidaklah penting!" Orang itu menutup kembali pintunya namun Xavier menahannya agar tidak tertutup. "Aku harus bertemu dengan Ella sekarang."

"Dia tidak ada disini!" Ella yang sedang menangis mendengar suara Xavier dari luar yang meneriaki namanya. "Xavier …," sahut Ella dari jendela kamarnya. 

"Lihat dia ada di rumah, sekarang izinkan aku masuk ke dalam rumah."

"Tidak bisa!" kata orang itu tegas. Ella sendiri tidak mengenali siapa orang asing di dalam rumahnya itu. Cepat-cepatlah ia menuruni tangga menghampirinya. "Xavier …," panggilnya.

"Hei! Mau apa kamu hah? Kamu tidak boleh menemui dia, lupakan dia. Apa kamu tidak bisa berkaca? Apa kamu tidak mempunyai cermin di kamar? Kamu itu sudah tidak layak, apalagi jatuh cinta dengan orang terhormat macam dia, citramu di masyarakat sudah sangat jelek, Ella," kata May yang singgap menarik lengannya. "Sekarang kamu masuk ke dalam kamar sekarang!"

"Tidak ibu, jangan halangi aku!" teriak Ella. 

"Tidak boleh!" Xavier yang tidak bisa sabra, langsung menerobos masuk ke dalam. "Hentikan nyonya, memangnya siapa kamu? Kamu itu hanya berstatus ibu tirinya saja, siapa bilang dia tidak pantas bertemu denganku? Kamu sendiri aku sarankan berkaca juga."

May terdiam lalu membiarkannya, dengan wajah tertekuk ia kembali ke kamarnya. Ella segera memeluk Xavier dengan erat, "Bukan aku Xavier, aku tidak melakukannya. Merekalah yang melakukannya, aku tidak melakukannya. Apa kamu percaya aku Xavier?"

"Tenanglah, aku sudah tahu kamu tidak akan tega melakukan itu. Kamu adalah orang baik, aku akan membawamu nanti ke rumahku, jika ayahku setuju dengan keputusan yang aku buat, kamu jangan takut. Maafkan aku yang datang di waktu tidak tepat." Dari dalam kamar, Alana mendengar percakapan mereka. Ia cukup syok jika Ella akan menceritakan semuanya pada raja Felix dan ratu Alana. "Baru saja datang kesenangan, sebentar lagi akan datang kesusahan, aku harus memberitahu ibu untuk melakukan sesuatu agar itu tidaklah terjadi," gumamnya.