"Aku mendengarmu." Xavier berjalan menuju Ella dan meletakkan kain yang sudah ia celupkan ke dalam air hangat. Ferand hanya terdiam sejenak lalu masuk ke dalam kamarnya, disusul juga oleh May. Alana hanya memperhatikan Xavier dari atas. Ia sedang memikirkan bagaimana caranya ia mendapat hati Xavier. "Kira-kira seperti apa tipe wanita idamannya ya ...." Mata Ella yang terpenjam pun terbuka, ia terkejut saat melihat Xavier berada di rumahnya. Apakah Ferand tidak marah?
"Kenapa kamu bisa ada disini?" tanya Ella kaget, buru-buru membenarkan posisinya menjadi duduk. "Hati-hati," kata Xavier.
"Akh!"
"Aku baru sangat mengobati lenganmu itu, ada apa denganmu? Apa kamu gila? Berlari di malam hari menuju hutan, itu terlalu berbahaya Ella ...." Ella menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia ingin sekali menumpahkan air matanya sekarang. Tapi ia takut jika ada melihat, kecuali Xavier. "Hei, sudahlah ... Sekarang kamu pergi istirahat sana, kondisimu tidak baik-baik saia. Jangan bertindak nekat, pikirkan lebih dulu. Maaf, aku harus segera pulang, pasti ayah ibuku sudah menungguku di rumah, selamat malam."
Xavier berjalan menuju pintu dan pergi. "Eum, baik, selamat malam juga," kata Ella pelan. Perlahan ia bangkit dan membereskan barang-barang di atas meja. Di dapur, Alana sedang menikmati teh hangat. Ella berjalan melewatinya. Ia tidak ingin mencari masalah, mungkin ada baiknya untuk diam saja. "Siapa nama pemuda itu? Bisakah kamu memberikannya kepadaku?"
Ella kaget bukan main, ia berbalik menghadap Alana. "A-aku tidak tahu siapa nama pemuda itu. Dia tidak memberitahukan siapa namanya ...."
"Oh jadi begitu, baiklah." Alana kembali menikmati teh hangatnya. Ella segera pergi menuju kamarnya, lalu mengatur pernafasannya dengan pelan. "Hah ... Semoga saja besok tidak terjadi hal buruk, aku ingin sekali hidup tenang tanpa masalah. Dan Xavier, terima kasih banyak ya ... Seharusnya aku tidak berlari menuju hutan tadi, aku sudah banyak menyusahkan dia."
Xavier ternyata mendengar apa yang Ella katakan, ia hanya tersenyum mengangguk. "Tidak apa-apa Ella, entah mengapa dan dari sejak kapan, aku memiliki rasa ingin melindungi juga membuatmu bahagia setelah burung hantuku datang memberimu tanda buruk. Biasanya aku tidak pernah sepeduli ini kepada orang, kamu adalah orang pertama, Ella." Ia langsung melesat pergi masuk ke dalam hutan, yang mungkin akan kembali lagi besok.
***
"Sepertinya pemuda itu sudah pulang, Ferand. Dia sangat tidak sopan, tanpa meminta izin. Bahkan cara bicaranya saja ketus, aku tidak menyukainya," oceh May yang berusaha mempengaruhi Ferand.
"Iya, aku tidak suka dari sikapnya, lancang sekali dia."
"Pasti gara-gara pemuda itu, sifat Ella banyak berubah. Bisa jadi kan?" Ferand berpikir maksud May, mungkin saja iya dan mungkin saja tidak. "Habisnya dia bertingkah aneh beberapa hari ini, apa perlu kita bawa dia ke asrama tata krama?" tambahnya lagi.
"Sepertinya begitu, Ella tidak boleh lagi dekat dengan pemuda itu mulai besok. Jika pemuda itu datang lagi, ketika aku tidak ada di rumah, jangan biarkan mereka berdua bertemu, May. Aku tidak suka melihat anak gadis ataupun mendengar tanggapan orang-orang sekitar."
"Tenang saja Ferand, aku akan mengurusnya dan membantu Ella untuk merubah sifat kembali." Ferand mengangguk, namun jauh di dalam pikirannya. Ia masih penasaran dengan kehadiran pemuda itu. Wajahnya sangat familiar sekali, tapi ini adalah kali pertama ia melihatnya. "Siapa dia?" gumam Ferand.
***
"Ella! Bangun Ella!" teriak May sambil mengetuk-ngetuk pintu dengan sangat keras. Ella yang masih setengah sadar langsung turun dari tempat tidurnya untuk membukakan pintu.
Kriettt ....
"Mau tidur sampai jam berapa kamu? Ini sudah siang, cepat bereskan rumah!" perintah May. Ella menggosok-gosok matanya yang mengantuk. May yang tidak sabar sedikitpun, langsung menyeret Ella turun ke bawah. "I-ibu tunggu ... Akh!" Ia terjatuh ke lantai dan May melemparinya dengan sapu.
"Cepat bergerak, lama sekali! Ayo Alana, kita pergi berbelanja."
"Baik ibu." Ella berusaha berdiri, walaupun tubuhnya bergetar hebat karena demam akibat semalam. "Mampus kamu!" ejek Alana. Mereka berdua pergi, Ella berjalan pelan-pelan ke arah kursi dan duduk sejenak. "Hah ... Aku harus membersihkan rumah, baru bisa beristirahat." Ia kembali bangkit lalu membersihkan rumah. Ketika semuanya beres, ia segera membersihkan dirinya. Ketika ia mencari obat di dalam kotak obat, ternyata tidak ada lagi obat penurun panas. "Aku harus membelinya sekarang."
Ella keluar rumah dengan memakai kerudung merahnya. Langkah kakinya tidak terarah dengan baik, pandangan cukup buram. Untung jarak toko obat dengan rumahnya tidak begitu jauh.
Ting!
Bunyi lonceng toko obat saat ada pembeli yang masuk. "Mau cari apa nona?" tanya penjaga toko.
"Aku ingin membeli obat penurun panas."
"Baiklah, ini obatnya." Ella pun menyodorkan beberapa uang, lalu segera pergi. Dalam perjalanan balik ke rumah, ia melihat keluarga harmonis sedang makan di kedai mie, tempat favorit Ella. Dirinya ingin sekali makan mie itu bersama keluarga barunya sekarang, terutama bersama sang ayah. "Aku ingin sekali mempunyai keluarga seperti mereka, bagaimana akhir dari perjalanan hidupku ya? Bisa seperti mereka atau tidak?" Ia kembali berjalan, pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. "T-tolong ...," katanya lirih. Tidak ada satupun orang yang peduli, mereka hanya melihat lalu pergi, padahal mereka tahu bahwa Ella meminta tolong. "T-tolong ...," katanya lagi.
Akhirnya ia terjatuh di tengah kerumunan orang-orang banyak. "Ayah, tolong aku ...."
Pranggg!
Gelas keramik milik Ferand pecah dari atas meja kerjanya akibat tersenggol siku lengannya. Perasaannya menjadi tidak tenang secara tiba-tiba. Ia pun memijat-mijat pelipisnya lalu membersihkan pecahan gelasnya itu. "Aku sepertinya kurang minum, aku butuh minum sekarang."
***
Xavier kembali datang ke rumah Ella, tapi tidak ada siapapun yang menyahuti panggilannya. "Kemana Ella? Apa jangan-jangan dia pergi ke hutan ya? Kayaknya tidak mungkin. Aku harus mencarinya sekarang." Xavier menggunakan instingnya yang tajam, ia berlari kearah jalan yang dilewati Ella. Akhirnya mulai tercium samar-samar aroma dari Ella. "Dia berada tidak jauh dari sini, dimana dia?"
Ia terus berlari, melihat kesana kemari. Dan kakinya berhenti saat melihat seseorang terbaring dengan menggunakan kerudung merah. "Atau ... Jangan-jangan itu dia." Xavier mencoba mendekat, ia menarik penutup kepala seseorang itu. "Ella!" Keadaan Ella semakin parah dari kemarin. Bibirnya pucat biru, suhu tubuhnya sangatlah panas. Ia segera menggendong Ella, membawanya ke tabib terdekat. "Bertahanlah Ella, kamu akan baik-baik saja."
***
Ferand kembali masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil gelas, ia sudah tahu kalau May dan Alana pergi berbelanja, hanya Ella sendiri di rumah. Ia berjalan menaiki tangga untuk melihat, apakah Ella berada di rumah atau tidak.
Saat pintu kamar Ella dibuka, ia tidak ada. Semakin marahlah Ferand kepada anaknya itu. "Dasar anak kurang ajar! Lihat saja dia saat pulang ke rumah."