Chereads / Tere Liye ( untuk kamu ) / Chapter 2 - BAB II

Chapter 2 - BAB II

Paris, Perancis.

02.00 AM.

Sebuah privet jet baru saja mendarat di bandara Paris-Charles de Gaulle. Setelah privet jet itu terparkir dengan sempurna di dalam hangar, sekitar 20 orang pria dengan jas hitam terdapat earphone di bagian kiri kuping mereka berbaris rapih membuat barisan dan saling berhadapan satu sama lain. Di ujung barisan sebuah mobil Rolls Royce terparkir dengan seseorang pria yang baru keluar dari pintu penumpang depan. Pintu jet di buka dari dalam oleh seseorang pramugari, tak berapa lama nampak seseorang pria tampan menuruni tangga pesawat dengan seseorang gadis di gendong ala bridal style, yang nampak tertidur dengan pulas. Nampak kemeja putih yang sudah ia gulung hingga kesiku dan celana bahan berwarna navy terlihat sangat pas di tubuh tegapnya meski sedikit terhalang oleh tubuh gadis yang saat ini ia gendong..

" Selamat datang tuan." Sapa pria yang tadi yang keluar dari mobil dan sudah menghampiri pria yang saat ini menggendong gadis, pas saat pintu privet jet terbuka dari dalam.

Pria itu hanya mengangguk menjawab sapaan salah satu orang kepercayaannya itu, Joe Smith nama orang kepercayaan pria itu. pria berkemeja putih itu berjalan melewati para bodyguard yang juga menunduk hormat kepadanya.

" Kita langsung ke penthouse Joe." Ucap pria itu datar.

" Baik sir." Joe membuka pintu belakang untuk bosnya itu, tak nampak kesuliatan pria itu menidurkan gadis itu di kursi penumpang. Setelahnya pria itu mengelilingi mobil ke pintu penumpang seberang.

Pria itu menaruh kepala gadis itu di atas pangkuannya dan sedikit membenarkan posisi tidur gadis itu agar terasa nyaman. Dan setelahnya mobil itu berjalan meninggalkan hangar di ikuti beberapa mobil yang berisi para bodyguarnya tadi.

Perjalan Hasmphire-Paris memang tidak memakan bayak waktu hanya satu jam saja. Pria itu sedikit lelah mengingat ini sudah jam 2 dini hari jadi tidak heran jika tubuhnya meminta untuk di istirahatkan. Pria itu bernama Ray Aldirch Cromwell ia baru berusia 25 tahun namun ia sudah menjadi seorang CEO di perusahaan milik keluarganya Cromwell Corp. kedatangannya ke Paris di karenakan salah satu anak perusahannya yang berada disini mengalami masalah dan ia di minta oleh Grandpanya untuk turun tangan langsung menyelesaikan permasalahan. Semenjak kedua orang tuanya meninggal kehidupan Ray hanya berputar kepada pekerjaan dan adik yang sangat ia sayangi. Ya, gadis yang saat ini tertidur itu adalah adiknya anak perempuan satu-satunya di keluarga Cromwell.

" Tuan kita sudah sampai." Joe membuka pintu penumpang.

Ray berjalan memutar ke sisi lain mobil untuk kembali menggendong sang adik

Ray kembali memposisikan adiknya di dalam gendongannya, adiknya itu nampak sedikit terganggu melihat ia mencari posisi nyamannya. Ray memang sengaja memilih penerbangan malam, selain menghindari para paparazzi dan media yang selalu mecoba mencari informasi keluarganya. Maklum saja keluarga Cromwell sangat terkenal hampir seluruh orang didunia mengetahui keluarga itu selain kekayaan dan juga keluarga itu juga berkerabat dekat dengan keluarga kerajaan Inggris. Hanya saja mereka memilih untuk tidak banyak terlibat secara langsung untuk urusan kerajaan Inggris.

Ray berjalan memasuki sebuah gedung apartemen yang nampak lengang hanya ada dua orang satpam yang berjaga. Mereka langsung menunduk hormat melihat atasan mereka yang mereka tau baru tiba itu. Ray menuju sebuah lift khusus untuk menuju ke penthousenya yang berada di lantai 35 lantai teratas yang berada di gedung ini. Dengan sigap Joe menekan tombol naik.

" Kau bisa kembali besok Joe."

" Yes Sir." Joe menunduk hormat dan membiarkan tuannya itu memasuki lift.

Ray masuk kedalam lift saat pintu lift terbuka, ia memajukan wajahnya di depan sebuah layar pemindai dan keluar cahaya hijau untuk memindai iris matanya. " Welcome to Paris Mr. Cromwell." Jika kalian bertanya apa Ray tidak keberatan menggendong adiknya tentu jawabannya tidak sama sekali.

Dengan otomatis lift bergerak menuju lantai teratas dimana penthouse Ray berada. Lift berdenting menandakan mereka sudah sampai di lantai tujuan, lift terbuka dan langsung nampak penthouse berdesain minimalis dan terlihat mewah secara bersamaan. Terdapat tangga memutar menuju lantai dua dimana kamar Ray dan adiknya berada. Di penthouse ini terdapat tiga kamar dengan warna pintu yang berbeda dengan fasilitas yang sama lengkapnya di setiap kamar.

Ray lalu menaiki tangga menuju kamar, yang akan menjadi kamar adiknya ini selama disini. Ray membuka salah satu kamar berpintu putih. Dengan dominan berwarna putih yang berpadu dengan warna coklat di beberapa furniture. Di rebahkannya tubuh sang adik di tempat tidur berukuran king size dengan hati-hati agar tidak menganggu tidurnya, setelahnya ia ikut membaringkan tubuhnya. Ray butuh tidur setelah dua hari ia tidak tidur karena menyelesaikan pekerjaan sebelum ia dipindah tugaskan.

>>>

Cahaya matahari mencoba menerobos memasuki kamar melalui celah-celah jendela, dua anak manusia yang masih senantiasa nyaman berada di alam mimpi mereka masing-masing. Hingga salah seorang dari mereka mencoba membuka matanya.

Gadis itu perlahan membuka matanya mencoba menyesuaikan pencahayaan di ruangan yang saat ini ia tempati. Ia mencoba bangkit hingga ia merasakan sesuatu yang berat melingkar di pinggangnya memeluknya erat. Di lihatnya sebuah lengan kekar yang memeluknya pinggangnya erat. Ia sangat tau siapa pemilik lengan kekar itu, siapa lagi yang berani tidur di sampingnya dan memeluknya dengan sangat erat jika bukan sang kakak tertuanya. Ray Aldirch Cromwell.

Ia membalikkan tubuhnya yang sebelumnya membelakangi sang kakak, dapat ia lihat wajah yang sangat tampan milik kakaknya yang masih tertidur dengan damai. Gadis itu memperhatikan wajah sang kakak, paduan yang sempurna dari kedua orang tuanya terpahat indah dan begitu pas di wajahnya. Jika orang memperhatikan kedua wajah mereka sedikit mirip di bagian warna rambut dan selebihnya sang kakak sangat menuruni garis wajah ayah mereka. Untuk warna mata mereka sangat berbeda. Kakaknya itu menuruni warna mata dari ayah mereka yang berwarna abu-abu dan ia berwarna biru, sebiru batu sapphire.

Perlahan Ray membuka matanya, pertama kali yang ia lihat adalah wajah cantik sang adik Rane Quenby Cromwell. Ia menatap mata cantik itu sedang memperhatikan wajahnya, mata yang dapat membuatnya bertekuk lutut dengan mudah, mata yang ia harapkan tidak ada lagi kesedihan disana dan mata yang sama seperti mata ibunya dua wanita yang membuat para pria di keluarga Cromwell bertekuk lutut.

Ia tersenyum hangat kala pupil mata itu membesar saat sang pemilik terkejut. " Kau sudah bangun?" tanya Ray dengan suara parau khas orang bangun tidur.

Gadis di depannya itu hanya mengangguk dan ikut tersenyum. " Dimana kita?" tanya Rane.

" Kau lupa?" Ray memperhatikan wajah adiknya yang mencoba mengingat sesuatau. " Kita di Paris Quen."

>>>

Flashback.

Hamsphire, Inggris.

Sore yang indah semburat warna jingga mulai menghiasi cakrawala, warnanya memantul mengenai danau yang membentang luas begitu indah membuat siapa saja yang memandangnya akan terpukau dengan keindahannya seperti orang lain, Rane sangat suka matahari terbenam. Pohon-pohon mulai berganti warna beberapa daunnya juga mulai berguguran, jatuh ke danau membuat danau itu bertambah indah. Mengingat saat ini sudah masuk musim gugur.

Rane berdiri di antara kebun bunga yang berada di belakang mansionnya. Ia hanya menggenakan dres berwarna coklat muda selutut dengan potongan sederhana berlengan panjang, terlihat melekat pas di tubuhnya yang ramping. Ia memejamkan mata menikmati semilir angin yang berhembus. Ia sangat menikmatinya, rasa dingin pun tidak ia hiraukan dari tiupan angin musim gugur, beberapa pelayan yang menemaninyapun mulai tidak nyaman dengan hawa dingin itu. Mengingat mension Cromwell di kelilingi hutan dan jauh dari pemukiman warga, namun di jaga sangat ketat oleh para bodyguard handal dan terpercaya.

Sebuah jas tersampir di bahunya, dan sebuah pelukan dari belakang menghangatkan tubuhnya. Ia sangat tau wangi tubuh ini, wangi musk yang bercampur dengan citrus. " Kakak sudah pulang?"

Yang di tanya hanya mengangguk dan semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher miliknya. " Apa sangat lelah?" tanyanya lagi dan anggukan kembali ia dapatkan sebagaai jawaban.

" Kakak tidak harus bekerja terlalu keras, istirahat sejenak tidak akan membuat perusahaan mengalami kerugian. Aku tidak ingin kakak jatuh sakit dan Jika ada yang bisa aku bantu katakana saja." Jeda sejenak. " Aku tidak ingin selalu menjadi beban untuk kalian." Rane mengelus tangan kakaknya yang melingkar di pinggangnya.

Jika orang lain melihat ini maka mereka akan berfikiran jika Ray memiliki sister complex. Tapi mereka salah besar karena sejak Ray kecil ia sangat dekat dengan ibunya dan adik perempuan, karena setelah 25 tahun keluarga Cromwell baru di karunia keturunan perempuan. Jadi sudah menjadi kewajibannya menjaga sang adik terlebih kedua orang tua mereka sudah tiada.

Ray mengangkat kepalanya ia tidak suka jika adiknya itu selalu berkata seperti itu. " Jangan berkata seperti itu, kau tidak pernah menjadi beban untuk kami. Jika aku lelah cukup pelukan dan senyuman darimu sudah membuat lelah itu leyap seperti asap."

Ray sangat menyukai harum adiknya, harum yang sama seperti ibunya yang dapat membuatnya tenang dan membuat rasa lelah lenyap begitu saja. " Beberapa hari lagi kita akan pindah ke Paris, ada masalah di kantor cabang disana. Grandpa meminta ku untuk mengurusnya langsung."

" Kita? Grandpa memberi izin kakak membawa ku?" Rane sedikir terkejut dan… cemas?. " Tidak apa-apa aku akan menunggu kakak kembali di mansion. Setiap minggu kakak bisa kembali kesini…..".

Ray melepaskan pelukannya dan memutar tubuh adiknya itu menghadap dirinya. " Tidak ada yang perlu di khawatirkan Quen, semua akan baik-baik saja." Ray sangat tau apa yang di rasakan adiknya. Iya memeluk erat Rane, tubuhnya yang mungil terasa sangat pas di dalam dekapannya.

" Aku berjanji semua akan baik-baik saja."

>>>

Suara ketukan di pintu membangunkan Rane dari lamunannya. Ia sedang mematut dirinya di depan cermin. Tadi Ray mendapatkan panggilan dari orang kepercayaannya, tak berapa lama saat mereka bangun dari tidurnya. Jadilah Rane membersihkan tubuhnya dan Rane saat ini menggunakan dress dengan potongan sederhana berwarna soft blue. Saat ia membuka walk in closetnya ia sedikit terkejut karena semua barang yang berada disana tersusun rapih dan baru.

Mulai dari dress rumahan gaun untuk acara formal dan beberapa pakaian casual, jangan lupakan tas, heels, sepatu dan perhiasan itu semua dari merk terkenal. Rane sangat yakin jutaan dollar yang Ray habiskan hanya untuk pakaiannya. Mengingat ia memang tidak membawa apa-apa dari mansionnya di Hamsphire dan ia juga dalam keadaan sudah tertidur.

Rane duduk di meja rias yang juga sudah terdapat beberapa barang-barang yang sama persis seperti yang ia miliki di mansionnya. Ia menggerai rambutnya yang sudah ia keringkan dengan hydryer. Ia tidak memoleskan make-up berlebih di wajahnya, hanya menggunakan pelembab bibir. Karena memang wajahnya sudah sangat cantik tanpa polesan make-up sekalipun.

" Ayo kita sarapan." Ajak Ray setelah ia membuka pintu kamar Rane.

Rane mengangguk dan beranjak dari meja riasnya. " Kakak akan pergi ke kantor?" melihat Ray yang sudah rapih dengan kemeja putih dengan dua kancing teratas yang masih ia biarkan terbuka dan lengan yang di gulung sampai kesiku dan celana bahan hitam, jangan lupakan sepatu pantophel hitam yang mengkilap itu.

Dengan wajah bersalah Ray menganggukkan kepalanya. " Maafkan aku."

Rane menggeleng. " Untuk apa kakak meminta maaf?." Rane tersenyum, senyum yang sangat Ray sukai. " Aku akan mengantar makan siang nanti untuk kakak. Bagaimana?"

Mata Ray berbinar masakan yang di masak olah ibunya dan adiknya itu selalu menjadi makanan favoritnya dan tidak ada yang pernah ia tolak. " Aku akan menunggu mu." Jawab Ray antusias.

Rane terkekeh melihat kakaknya yang seperti anak kecil. " Ayo nanti kakak bisa terlambat." Rane merangkul lengan kakanya dan berjalan menuruni anak tangga menuju ruang makan di lantai bawah

Di ruang makan sudah terdapat dua maid yang sudah menunggu mereka dan dua orang pria dengan setelah jas hitam yang sangat Rane kenal siapa mereka.

" Selamat pagi tuan dan nona." Sapa dua pria itu bersamaan ketika melihat kedua bos mereka memasuki ruang makan.

" Selamat pagi Joe, Bill." Balas Rane dengan senyum ramahnya. Mereka berdua tidak lain adalah orang kepercayaan kakaknya itu. " Duduklah kita sarapan bersama." Ajak Rane.

Meja makan itu berbentuk bundar dengan lima kursi mengelilinginya. Ruang makan juga luas terdapat dapur si pojok ruangan, antara meja makan dan dapur terdapat meja pantry yang membatasi. Serta jendela besar dekat meja makan yang memperlihatkan keindahan kota paris.

Joe dan Bill hanya saling memandang, tidak enak jika harus bergabung dan mengganggu sarapan bos mereka.

" Tidak terimakasih My lady kami sudah makan tadi." Tolak Joe secara halus.

" Jam berapa kalian sampai?" tanya Rane dan imereka berdua tidak ada yang berani menjawab. " Kakak ku tidak akan memecat kalian, jadi duduk dan makan sarapan kalian. Aku yakin kalian tidak dapat bekerja dalam keadaan perut kosong."

Joe dan Bill memandang tuan mereka yang sudah menikmati sarapannya dengan tenang. Melihat itu membuat Rane gemas, ia mencubit lengan Ray dan membuat Ray mengaduh meski sebetulnya ia tidak merasakan cubitan dari adiknya itu. " Aww, sakit Quen. Ada apa dengan mu?"

" Kakak mau membuat mereka mati kelaparan?" sungut Rane dan membuat kedua anak buah kakaknya itu menunduk, tidak enak.

Ray menatap tajam Rane dan menghela nafas. " Duduk dan turuti apapun keinginannya." Ini yang sangat Ray dan beberapa orang yang mengenal Rane sukai. Adiknya memiliki sifat yang sangat baik dan murah hati, Ray sebenarnya tidak keberatan jika ia harus makan bersama anak buahnya. Karena dulu orang tuanya juga bersikap seperti saat ini.

Joe dan Bill hanya mengangguk setelah mendapat persetujuan dari bosnya itu.

Rane hanya menggeleng melihat kelakuan sang kakak. Mereka makan dengan tenang dan hanya peralatan makan saja yang berdenting mengeluarkan bunyi. Setelah mereka menyelesaikan sarapan mereka, dan kedua anak buah Ray makan dengan sangat cepat membuat mereka undur diri terlebih dahulu dan menunggu Ray di ruang tamu.

Saat ini Ray dan Rane berjalan berdampingan Rane bergelayut manja di lengan kakaknya. Ray memang tidak suka jika berpakaian terlalu formal jadi ia tidak pernah menggunakan dasi kecuali saat ia di haruskan bertemu dengan rekan bisnisnya atau datang ke acara yang bersifat formal.

Saat mereka sudah sampai di depan lift Rane melepaskan rangkulan di lengan kakaknya. " Bill nanti akan menjemput mu." Titah Ray sambil mengelus rambut indah Rane yang sedikit bergelombang yang berwarna brunute. Berbeda dengan rambutnya yang berwarna hitam legam.

Rane hanya mengangguk dan tersenyum. " Cepat berangkat nanti kakak telat."

" Perusahaan itu milikku Rane, jadi tidak masalah jika aku terlambat." Ucap Ray sedikit menyombongkan dirinya.

" Seorang atasan harus memberi contoh yang baik kepada bawahannya, itu perkataan daddy." Rane berkata dengan tenang dan itu membuat Ray tidak berkutik.

" Baiklah Quen, aku berangkat. Jaga dirimu baik-baik jika kau butuh sesuatu hubungi aku. Ponsel mu ada di atas nakas sebelah kamar mu." Ray lalu memeluk Rane dan mengecup puncak kepalanya.

" Hati-hati di jalan." Rane memberikan kecupan singkat di pipi Ray setelah kakaknya itu melepaskan pelukan mereka. Dan memeberikan jas yang sempat di bawa oleh seorang maid yang Rane baru ketahui bernama Sinta.

Ray hanya mengangguk, lalu berlalu memasuki lift diikuti Joe dan Bill serta dua bodyguard lainnya. Bill dan Joe mengangguk singkat berpamitan kepada nona muda mereka dan dibilas senyuman dari Rane. Setelah itu pintu tertutup dan dengan sigap dua boduguard lainnya berjaga di depan lift. Rane memilih untuk kembali ke dapur ia ingin melihat bahan apa yang bisa ia masak untuk makan siang sang kakak. Meski masih ada waktu 4 jam lagi menuju makan siang. Memang Rane sangat suka memasak ataupun membuat kue.

***

20/09/30