Matahari pagi mencoba menerobos melalui celah-celah tirai, mengusik sang empunya ruangan untuk bangun dari tidurnya. Leon tidak terusik dengan suara alarm dari ponselnya yang berada di atas nakas sisi tempat tidurnya. Hingga sebuah yang berawal dari ketukan berubah menjadi sebuah gedoran yang cukup keras dan itu baru mengusik tidur nyenyaknya.
Perlahan Leon membuka matanya ia mencoba menyesuaikan penglihatannya terhadap cahaya. Ketika kesadarannya sudah berkumpul ia duduk bersender di kepala ranjang. Suara dari ponselnya membuat ia kesal, dengan kasar ia mengambil ponselnya dan mematikan alarm yang sedari tadi berbunyi. Dapat ia lihat 25 panggilan tak terjawab dan 15 pesan masuk dari ibunya dan beberapa email yang berisi pekerjaan.
Leon memang memiliki kebiasaan yang aneh jika ia harus bekerja sebelum alarm berbunyi ia pasti sudah terjaga sambil memeriksa beberapa dokumen di emailnya. Namun jika ia harus berangkat sekolah ia akan sangat bermalas-malasan di tempat tidurnya.
Kenapa ia duku menuruti keinginan kedua orang tuanya untuk bersekolah di sekolah yang didirikan keluarga sahabar kedua orang tuannya. Tidak ada program akselerasi karena kurikulum yang di gunakan berbeda dan sulit setiap jurusannya.
" Tuan !!!." teriak seorang dari luar kamar Leon.
Siapa lagi jika bukan salah satu orang kepercayaan Leon yang memiliki sikap berbeda dengan Felix. " Tuan, saya akan memberi tahu nyonya besar jika anda tidak berangkat ke sekolah." Ancam Petta seperti biasanya jika membangunkan Leon untuk sekolah. " Saya hitung sampai 3." Jeda Petta ia menempelkan telinganya ke pintu kamar Leon untuk mendengar apakan Leon sudah bangun atau belum. " Satu….." Pettaharus ekstra sabar jika di beri tugas membangunkan tuannya itu untuk sekolah. " Dua..."
Tidak ada pergerakan dari dalam Petta menghirup nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan hitungannya. " Ti….."
Pintu kamar Leon terbuka dari dalam, memperlihatkan sang penghuni masih bertelanjang dada dengan celana panjang sutra dan wajah datar siap meledak. " Siapkan motor ku." Setelahnya Leon membanting pintu tepat sebelum Petta bersuara.
Sebenarnya bisa saja Leon menghiraukan Petta, namun ia tidak ingin mengambil resiko jika harus menerima omelan dari mommynya. Jadi mau tidak mau ia harus bangun dan pergi ke sekolah.
>>>
Blanc Internasional Academy ( BIA) salah satu sekolah bergengsi dan terkenal di jajaran sekolah elit Eropa. Sekolah ini menerapkan kurikulum yang berbeda dari sekolah lainnya. Sekolah ini mempersiapkan muridnya untuk menjadi apa yang mereka pilih di awal studi. Biaya yang di keluarkan di sekolah ini juga tidak sedikit jadi tidak heran jika yang bersekolah disini dari kalangan atas. Mulai dari anak selebriti ataupun musisi terkenal di dunia, pejabat negara dan yang nantinya akan menjadi penerus bisnis keluarga.
Meski ada beberapa anak beruntung yang mendapat beasiswa dari yayasan yang mendirikan sekolah ini ataupun dari perusahaan yang bekerja sama dengan Blanc Group. Sekolah ini juga memiliki fasilitas yang sangat lengkap mulai dari lab ekperimen, teater music, lapangan olahraga indoor maupun outdoor, dan lapangan berkuda pun juga ada di sekolah ini. Jadi tidak di ragukan lagi baik fasilitas maupun akademik disini, ada juga asrama untuk di tinggali seluruh murid. Untuk masuk ke sekolah ini saja harus mengikuti serangkaian tes yang sulit dan panjang, di samping biaya yang cukup menguras.
Lobi Blanc Internasional Academy masih ramai dan cukup banyak mobil yang mengantri untuk berhenti di depan lobi. Suara motor yang berberu nyaring mengalihkan perhatian orang-orang yang ada di lobi yang di dominasi oleh para murid yang terburu-buru karena 5 menit lagi bel masuk berbunyi.
Motor itu berhenti tepat di depan lobi sekolah dan mebuat supir mobil yang hendak melaju terkejut dan mengerem mendadak hampir menabrak motor sport keluaran terbaru itu. Siapa lagi yang tidak membuat heboh sekolah jika bukan salah satu casanova sekolah atau yang biasa siswa lain sebut Three Prince Blanc. Leonardo Emerick Heaton yang sudah dua hari ini tidak terlihat di sekolah.
" Leon,,," serentak murid perempuan meneriakkan namanya apa lagi saat ini mereka sedang melihat betapa gagahnya Leon melepas helmnya dan turun dari motornya.
Dengan rambut yang sedikit berantakan yang ia sisir dengan jarinya asal. Untuknya ia sudah sangat biasa medapat tatapan memujua dari kaum hawa atau Namanya yang di ucapkan dengan histeris oleh mereka. Dan mendapat tatapan iri ataupun tidan suka dari laki-laki.
" Leon my prince"
" Leon be mine?"
" Leon ku."
" Hai Leon, semakin hari kau semakin tampan." Dan banyak lagi yang mereka lontarkan dan hanya akan di hiraukan saja olehnya.
Leon memberikan kunci motornya ke salah satu anak buahnya untuk memindahkan motornya di tempat semestinya karena keadaan di luar lobi yang menjadi bising. Karena semua mobil saling membunyikan klakson. Dan akan selalu seperti itu setiap hari, itu hanya satu pangeran yang dapat membuat heboh sekolah setiap pagi.
Dengan tenang dan acuh Leon berjalan melewati mereka yang menatapnya dengan tatapan kagum ada pula yang menatapnya dengan lapar, seperti ingin melahapnya. Leon menuju lift kelas utamanya ada di lantai 5 dan ia sekelas dengan salah satu penerus Blanc Group yaitu Caspian.
Tidak ada yang berani untuk satu lift dengannya karena Leon tidak segan akan mengusir mereka kecuali orang yang dekat dengannya seperti dua sahabatnya. Disekolah ini juga terdapat escalator yang dapat mengantar murid-murid ke tempat tujuan mereka di sekolah ini.
" Tunggu." Seorang murid perempuan mencoba menghentikan pintu lift yang sebentar lagi akan menutup sempurna, dengan cara menyelipkan tangannya di sela dua pintu.
Leon mengerutkan keningnya saat murid perempuan itu masuk kedalam lift dan dapat Leon lihat wajahnya melalui pantulan di pintu lift yang sudah tertutup sempurna. Murid perempuan itu memencet angka 2, yang Leon yakini menjadi tujuannya. ' Murid baru.' Ucap Leon dalam hati.
Karena di lantai 2 tidak terdapat ruang kelas dan hanya terdapat ruang guru, ruang kepala sekolah, dan ruang ketua yayasan, dan juga beberapa fasilitas sekolah.
Sedangkan tadi di luar lift seluruh siswa yang melihat dengan lancangnya seseorang masuk kedalam lift yang sama dengan Leon ada yang tercengang tidak percaya dan ada yang kesal. Mereka sudah bertahun-tahun sekolah disini tidak pernah satu lift hanya berdua dengan Leon.
" Oh, kau." Ucap siswi saat melihat Leon dari pantulan pintu lift ia pun berbalik menghadap Leon yang tadi ia belakangi.
Leon hanya mengerutkan dahinya saat siswi perempuan itu menunjuknya.
" Kau yang membantu ku tempo hari bukan Mr. … ?" siswi itu nampak bingung mencari nam-tag milik Leon. " Maaf siapa namamu Mr. ?" tanyanya lagi.
Lift berdentingan berhenti di lantai 2 tujuan dari gadis di depannya itu. " Sepertinya kau harus keluar." Ucap Leon datar dengan wajah dinginnya.
" Ahh,, iya." Siswi itu nampak canggung dan keluar dari dalam lift.
' Rane Quenby. Nama yang indah.' Ucap Leon dalam hati. Darimana ia tau nama siswi itu , tadi saat ia berbalik menghadap Leon tanpa sengaja Leon melihat nam-tagnya.
Leon menggekengkan kepalanya, saat sadar apa yang ia ucapkan di dalam hatinya itu. " kau gila Leon." Gumamnya.
Dengan langkah tenang ia menuju kelasnya yang sudah pasti saat ini di kelasnya sudah terdapat guru yang mengajar di jam pertama. Tanpa rasa takut dan bersalah Leon memasuki kelasnya dan langsung menjadi pusat perhatian seluruh penghuninya.
" Leon kau tau jika telat?" tanya guru wanita yang terbilang masih muda dan lumayan cantik.
Leon hanya mengacuhkan pertanyaan gurunya dan berjalan menuju mejanya di pojok meja terakhir. Satu kelas hanya berisi 20 murid dengan jurusan yang berbeda karena jam pertama hingga jam ke lima adalah pelajaran umum. Dan selebihnya adalah jam khusus sesuai bidang yang mereka ambil masing-masing.
" Baiklah untuk saat ini saya maafkan. Baik anak-anak buka buku halaman 5." Ucap guru wanita itu ia tau akan sangat membuang tenaga menunggu Leon mengucaapkan sesuatu. Dan akan sangat tidak pas jika menghukum Leon keluar kelas karena itu yang pasti sangat Leon sukai.
>>>
Rane atau Quen keluar dari lift dengan perasaan bingung, bagaimana bisa ia bertemu kolega bisnis kakaknya di sekolah, dan yang lebih membuatnya bingung adalah kolega bisnis kakaknya menggunakan seragam yang sama dengannya hanya saja berbeda model. Meski tidak lengkap sepertinya, bahkan terkesan berantakan hanya menggunakan kemeja yang lengannya di gulung hingga kesiku dengan kancing teratas terbuka tidak menggunakan dasi.
Rane hanya mengendikkan kedua bahunya, ia tidak ingin memikirkannya. Yang saat ini harus ia lakukan adalah menuju ruangan ketua yayasan. Ia yakin ia sudah di tunggu di sana. Tadi Marvel memaksa untuk mengantarnya namun ia menolak,dan mau tidak mau Marvel mengalah dan memberi tahu letak ruangan ketua yayasan.
Rane sampai di depan sebuah pintu yang ia yakini ini ruangannya. Ia mengetuk pintu dan knop pintu berputar dan perlahan pintu itu terbuka menampakkan seseorang dari dalam.
" Lucas." Ucap Rane dengan seyum yang mengembang.
" Hai Quen." Lucas Hale anak dari orang kepercayaan Daddynya. Sapa Lucas dengan senyum yang tak kalah mengembang. " Masuklah Mr. Blanc menunggumu.
Rane mengangguk dan memasuki ruangan itu, ia berjalan beriringan dengan Lucas. " My Quen." Panggil seseorang dengan suara berat dengan senyum yang mengembang dan kedua tangan yang merentang.
" Papa." Rane berhambur kepelukan pria paruh baya itu.
Justin Benedict Blanc ketua yayasan BIA dan CEO Blanc Group, kakak dari ibu Rane, Esme Nathaly Blanc.
" Welcome home my Quen." Ucap Justin sambil mengelus kepala Rane dan mengecup pucak kepalanya.
Bagi Rane Justin adalah pengganti ayahnya apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal. Justin Nathalia avena Blanc istirnya sering sekali mengunjunginya di Hamsphire, mereka menjadi pengganti kedua orang tuanya.
" Aku merindukan papa." Ucap Rane dengan manja.
Justin dan Lucas hanya tertawa menanggapi ucapan Rane. " Papa juga merindukan My Quen papa yang manja ini. Papa rasa lebih baik kita duduk." Rane melepaskan pelukannya dan duduk di sofa yang ada di ruangan Justin.
" Saya akan membiarkan anda berbincang dengan Rane Mr. Blanc." Lucas handak undur diri ia tidak ingin menganggu.
" Tidak kau, disini saja Lucas." Ucap Justin. " Duduklah. Ada beberapa hal yang juga ingin ku sampaikan kepada mu."
Lucas duduk di sebrang Rane dan Justin mereka hanya di pisahkan dengan meja.
" Aku harap kau akan menjaga Quen, kau tau betul yang terjadi meski terdapat banyak anak buah ku maupun Ray disini tidak menutup kemungkinan mereka berada di sekeliling Quen tanpa kita sadari."
Lucas mengangguk mendengar perkataan Justin sedangkan Rane hanya mengdengarkan dengan seksama, karena kemarin malam Ray sudah menjelaskan seluruhnya. Dari ia harus menutupi identitasnya dan ia harus selalu berada di bawah pengawasan orang-orang kepercayaan yang di tugaskan menjaganya.
" Sampai mereka kembali, kau harus terus berada di sekitarnya. Jangan ada orang yang mencoba menyakitinya."
" Baik Mr. Blanc. Mr. Cromwell sudah memberi perintah sejak kemarin."
" Baiklah, aku percayakan ia padamu." Ucap Justin sambil menatap Rane yang duduk di sampingnya dengan senyum yang meneduhkan. " Maaf, papa harus pergi dengan mama untuk urusan bisnis. Kita akan bertemu di makan malam untuk menyambut tahun ajaran baru di kastel Blanc."
Rane tersenyum, " Tidak apa-apa pa. Disini ada Lucas dan Laura. Sampaikan salam ku untuk mama katakana padanya aku merindukannya."
" Akan papa sampaikan. Papa yakin ia sangat merindukan mu." Ucap Justin mencium puncak kepala Rane lalu bangun dari duduknya di ikuti Rane dan Lucas. " Lucas bisa kau antarkan My Quen ke kelasnya?"
" Dengan senang hati Mr. Blanc." Ucap Lucas dengan senyumnnya.
" Hati-hati di jalan pa." ucap Rane sambil memeluk Justin sebentar lalu pergi meninggalkan ruangan Justin bersama Lucas menuju lantai 3 dimana kelas Rane berada.
>>>
Leon berjalan menyusuri koridor lantai 2 ia di panggil bagian konseling, karena dua hari ia tidak hadir di sekolah dan tidak memberikan kabar. Saat berjalan tanpa sengaja ia berpapasan dengan Lucas Hale, orang kepercayaan salah satu sahabatnya.
" Lucas." Panggil Leon, sesungguhnya ia juga tidak terlalu dekat dengan Lucas, Leon hanya sekedarnya saja.
" Ya." Lucas yang sedang berjalan dengan Rane berdiri berhadapan dengan Leon.
Leon menatap gadis yang berada disisi Lucas, gadis yang sama yang menerobos lift. " Dimana Rafa?"
" Rafa sedang berada di Indonesia. Apa dia tidak memberitahu mu?"
Leon hanya mengedikkan bahu menjawab pertanyaan Lucas, ia mencoba mengingat jika dua sahabatnya itu sudah memberikan pesan jika mereka akan pergi ke Indonesia. Tapi sepertinya ia lupa.
" Minggu ini ia ada race di sana bersama Caspian. Ada yang kau butuhkan?"
" Tidak."
" Baiklah, aku permisi." Bagaimanapun Lucas harus bersikap sopan, karena ia harus tahu diri karena siapa dia ada disini. Ia pun berlalu bersama Rane.
Leon hanya mengangguk, gadis yang bersama Lucas tersenyum ramah dan lagi-lagi itu membuat jantungnya berpacu tidak seperti biasanya. Leon memegang jantungnya dan menurutnya ada yang tidak beres dengan kesehatannya akhir-akhir ini. Ia akan memeriksakan kondisi kesehatannya nanti. Leon melanjutkan langkah menuju ruang konseling.
***
04/10/2020