Setelah beberapa hari mengelana di Cryos Forest dan Desa Elf. Akhirnya Leona bisa menginjakkan kakinya lagi di Nort Vale. Meski awalnya Peter menolak kepergiannya dan bersikeras untuk mengantarkan sampai batas World Tree. Namun, keinginan lelaki elf itu harus kandas saat tabib Bee menyuruhnya untuk tetap tinggal.
Ya, pria gendut itu khawatir jika Peter ditangkap oleh perompak lagi. Oleh karena itu, ia menyuruh hewan peliharaannya si rusa bertanduk emas untuk mengantarkan Leona pulang.
Bicara soal rusa bertanduk emas. Untung saja waktu itu mereka tak jadi memburunya. Selain hewan ini begitu langka, rupanya ia memiliki kemampuan yang cukup baik, seperti berlari kencang tak kalah cepat dari pacuan kuda.
Sekitar 5 menit perjalanan. Leona pun sampai di perbatasan wilayah World Tree dan Nort Vale. Dari situlah dia baru saja berjalan kaki sampai ke istana.
Tak disangka, ternyata kedatangannya sudah ditunggu oleh pihak istana. Bahkan sang pangeran mahkota sombong itu repot-repot untuk melihat kepulangannya ketimbang melihat setumpuk berkas di meja.
Oh, apa Leona mulai naik daun dikalangan para bangsawan sekarang?
"Leon!" pekik Lea.
Putri sekaligus adik satu-satunya Felix itu berlari ke arahnya dengan tangan terbuka lebar. Jujur, dia begitu merindukan sahabatnya dan ingin segera memeluk Leona erat.
Nyatanya, Lea harus didahului oleh Anastasia yang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan dan langsung memeluk Leona tanpa permisi. Membuat gadis itu terhenyak dan membatu di tempat.
"Tuan Leon, apa anda baik-baik saja?" tanya Anastasia.
Terlihat sekali raut kecemasan memenuhi wajahnya yang jelita itu. Tak tanggung-tanggung, dia juga memeriksa semua bagian tubuh Leona sampai menemukan luka gores yang sudah diperban di lengan sebelah kanan.
"Astaga!" Anastasia menutup mulutnya dengan satu tangan. Lalu, menyentuh perban luka itu perlahan.
"S-siapa yang berani melukai anda sampai seperti ini?" tanyanya lagi.
Leona hanya tersenyum lalu melepaskan tangan Anastasia yang masih saja menopang pada lengan kirinya. Bisa dibilang dia risih dan menganggap hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman.
"Kukira, kita tidak sedekat itu. Kenapa tuan putri begitu mengkhawatirkan saya?" tanya Leona.
Pipi Anastasia bersemu merah. Dengan tergesa-gesa gadis itu segera melepaskan tangannya lalu memberi jarak sejengkal dengan Leona.
"Eum, saya memang suka kehilangan diri jika melihat orang lain terluka." Alis Leona menukik.
Benarkah? Sejak kapan gadis bangsawan berambut ungu ini peduli pada orang lain?
"Haha ... Begitu? Tapi saya baik-baik saja, jadi anda tidak perlu khawatir putri," kata Leona seraya berjalan menuju Lea.
Meninggalkan Anastasia yang langsung menatap keduanya tak suka.
Di tempatnya berdiri, Lea masih saja mematung memperhatikan interaksi Leona dan Anastasia tadi. Namun ekspresi wajahnya berubah cerah ketika Leona berjalan menuju arahnya.
"Hai putri, lama tak bertemu," sapa Leona sembari tersenyum lebar.
Lea tak dapat menahan diri lagi. Ia langsung memeluk erat sahabatnya itu dengan kepala terbenam di dada Leona yang membuat Anastasia menggerutu sebal.
"Kau kemana saja Ona, aku merindukanmu. Ah iya, kenapa dengan lenganmu?" tanya Lea prihatin.
Alih-alih bercerita, Leona hanya menjawab seadanya. "Kenang-kenangan yang kudapat saat pulang."
"Hey! Bagaimana bisa luka sebesar ini disebut sebagai kenang-kenangan? Apalagi kau seorang wan-"
Hampir saja Lea kelepasan menyebutkan identitas asli dirinya, kalau saja Leona tak cepat menutup mulut adik kandung Felix itu dengan punggung tangannya sendiri.
"Putri apa kau baru saja merayuku? Ingatlah di sini masih banyak orang," ucap Leona mengalihkan pembicaraan.
Gadis itu sengaja menggoda Lea, supaya semua orang di sana tidak curiga. Leona tahu saat ini ada banyak sekali bangsawan yang memperhatikan. Jadi, jika identitasnya diketahui sekarang akan sangat berbahaya.
Mengerti kode yang diberikan Leona, Lea langsung menutup wajahnya pura-pura malu.
Ya, mungkin dengan cara berpura-pura menjadi pasangan Anastasia tidak akan mengganggu atau menempel pada Leona lagi, pikir Lea.
Sedangkan dari kejauhan, Felix dan Lucas hanya menatap interaksi Leona dan Lea datar. Berbeda dengan Azril yang malah begitu mendukung couple ini.
"Aku tidak mengira, hati tuan putri Lea bisa ditaklukkan oleh Leon dengan mudah?" tukas Azril. Anastasia langsung menatap kakaknya itu sebal.
Dia memanyunkan bibirnya, sembari berjalan meninggalkan tempat itu dengan kaki terhentak-hentak kesal.
"Sepertinya, ada yang cemburu di sini? Lihat, adikmu itu!" perintah Lucas pada Azril.
Dia menunjuk Anastasia yang mulai pergi menjauh dari pandangan seraya menolehkan kepala Azril ke samping kiri.
"Kurasa dia jatuh hati pada Leon!" lanjutnya.
"Sejak kapan? Bukankah pesona pangeran Felix lebih memikat adikku atau kini pangeran tak lagi cemerlang di matanya?" sindir Azril yang langsung mendapat tatapan tajam dari Felix.
Bukan karena Felix cemburu. Tapi dia tak suka jika dirinya disangkutpautkan dengan Anastasia. Bagi Felix, adik Azril itu hanyalah gadis manja yang bisanya menghabiskan uang untuk berfoya-foya.
"Menurutmu aku peduli?" ucap Felix acuh.
Pria itu langsung pergi begitu saja meninggalkan Lucas dan Azril yang menatapnya serba salah di tempat. Spontan keduanya saling pandang dengan tangan menggaruk tengkuk masing-masing.
"Kau sih, menyindir Felix sampai begitu!" tuduh Lucas sembari menyenggol lengan Azril keras.
Azril melotot tak suka. "Enak saja! Kau kan yang mulai duluan."
"Ah, terserah aku mau melihat Leon saja!" teriak Lucas.
Ia ikutan pergi. Jadilah Azril menghembuskan napas berat karena ditinggal sendirian.
©©©
Terlihat Leona dikerumuni beberapa prajurit dan para bangsawan kelas rendah yang menanyakan bagaimana keadaannya setelah tersesat 3 hari di World Tree. Sebenarnya mereka hanya penasaran dan ingin tahu saja mengenai rumor hutan itu, bukan bermaksud untuk melihat kondisi Leona. Hal itu terlihat dari sikap antusias mereka ketika Leona membahas hal seputar hutan, bukan dirinya.
Lucas yang melihat Leona mulai terganggu dengan kerumunan yang mengelilingi dirinya itu langsung menarik tangannya tanpa permisi. Pria berambut merah bata itu langsung menyeretnya jauh entah kemana.
"Akhirnya sampai," ucap Lucas setibanya mereka di taman belakang istana.
Leona yang masih bingung dengan tingkah Lucas karena menyeretnya tiba-tiba begini langsung menatap pria itu penuh selidik.
Sadar ditatap Lucas langsung menolehkan kepalanya ke arah Leona.
"Kenapa? Kenapa kau menatapku begitu? Ah, apa kau baru sadar kalau seniormu ini punya ketampanan yang hakiki?" tukas Lucas percaya diri.
Bahkan dia tak segan memamerkan barisan giginya yang rapi dan putih itu. Jangan lupa, ekspresi wajah menyebalkannya yang ingin sekali Leona tampar dengan ujung pantofel hitamnya.
"Tuan Lucas memang tampan, tapi tidak setampan hamba." Leona berujar terus terang membuat Lucas merengut sebal.
"Eits, kenapa anda kesal begitu? Ingat, orang yang suka marah-marah itu lebih cepat tua dan keriputan loh," ucap Leona lagi yang berefek langsung pada Lucas.
Detik itu juga, Lucas menoleh ke arahnya sembari tersenyum bodoh. "Kau benar, aku harus selalu tersenyum supaya mukaku tetap awet muda."
Leona terbahak dalam hati. Tidak habis pikir, mengapa orang seperti Lucas bisa jadi kepala pasukan sekaligus jenderal besar. Dia jadi yakin, jika waktu memilih Lucas menjadi jenderal, Felix tak sadarkan diri.
"Eum, ngomong-ngomong apa tuan Lucas begitu merindukan hamba, hingga menyeret ke taman belakang berdua saja?" tanya Leona sembari mengerling genit.
Senyum Lucas langsung luntur. Perlahan pria itu menjauhkan langkah beberapa jengkal sembari menatap Leona jijik.
"Kalau kau berani mendekat aku tak akan segan!" ucap Lucas.
Tangannya memegang pedangnya kuat yang kini terarah pada Leona.
Bukannya takut, Leona justru berjalan mendekat yang membuat Lucas semakin panik.
"Hey, hey! Apa kau lupa kita sejenis Leon!" pekik Lucas lagi. Leona semakin terbahak dalam hati.
'Ah, jadi begini rasanya menjahili orang yang julid?'