Chereads / LEONA (The Missing Prince of Omelas) / Chapter 23 - Jalan Rahasia

Chapter 23 - Jalan Rahasia

"Tu-tunggu, apa ini?"

Leona begitu kaget mendapati dirinya malah masuk ke taman belakang Nort Vale. Padahal tadi dirinya masih berada di hutan belantara.

Wow, apa dia baru saja menemukan sebuah jalan rahasia?

Leona menggeleng pelan. Mencoba mengusir berbagai macam pikiran aneh yang mulai muncul dan memenuhi isi kepala.

Jika ini benar taman belakang istana. Maka dia harus berbelok ke arah kiri lalu berjalan lurus sedikit agar sampai di kediaman Lea. Ya, dia harus memastikannya. Toh, dia sudah hafal jalan-jalan kecil di area istana.

Kakinya mulai melangkah menapaki rerumputan yang mulai mengembun. Matanya begitu awas kalau-kalau ini hanyalah fatamorgana yang bisa menjerumuskannya dalam bahaya.

Entah mengapa malam ini bulan tak berani menunjukkan wujudnya. Justru mendung yang lebih dominan menghiasi langit malam.

Leona mengusap peluh yang mulai membanjiri pelipisnya. Ia tinggal lurus sedikit dan hampir sampai di kediaman Lea. Namun, sebuah sosok hitam yang tiba-tiba melesat di belakangnya mengurungkan niatnya.

Gadis itu segera berbelok dan mengganti arah tujuan semula. Berlari kecil ke arah pohon maple besar yang tengah meranggas di dekat kolam ikan.

"Ada seseorang," monolognya.

Matanya sibuk mengawasi sekeliling hingga menemukan satu sosok di dekat hutan bambu kerajaan. Tepatnya di dekat kebun istana ada sebuah hutan bambu yang sengaja dilestarikan karena termasuk peninggalan selir pertama.

"Itukan pria yang tadi mengincar tuan Lucas? Apa yang dia lakukan di sini?" ujarnya.

Netra cokelat Leona mengamati sosok hitam itu dalam diam. Terlihat di dekat hutan bambu sosok itu berdiri. Jubah hitamnya melambai-lambai tertiup angin malam, yang sekaligus meniupkan kain penutup pada wajahnya.

Leona menduga jika sosok dibalik cadar itu seorang pria. Itu terlihat jelas dari postur tubuh dan perawakannya yang tinggi sekaligus kekar.

Tapi siapa? Leona tampak tak asing dengan sosok itu.

Srak ...

Tap ...

Tap ...

Leona langsung menoleh ke samping kanan. Tepatnya di jalan setapak kecil yang mengarah ke arah istana utama.

Dia merasa ada seseorang yang berjalan menuju kemari dari sana. Apakah dia orang yang ditunggu pria berjubah hitam itu?

Tak berselang lama, munculah seorang pria bertudung dari arah jalan setapak di sebelah kanan tak jauh dari pohon maple. Terlihat sosok bertudung itu memberi isyarat pada pria berjubah hitam untuk pergi mengikutinya ke suatu tempat. Leona yang melihatnya ikut-ikutan berdiri dan mengekor dari belakang mereka.

Dia tidak boleh tertinggal informasi satu persen pun.

Terlihat keduanya berhenti di depan pintu yang terbuat dari kayu pohon mahoni. Si pria bertudung lantas mengeluarkan sebuah batu dari sakunya lalu meletakkannya di atas susunan beton kecil yang bila diamati dari jauh mirip sekali sebuah puzzle dengan lambang burung Phoenix.

"Apa itu semacam ruang rahasia? Tapi punya siapa?"

Banyak sekali spekulasi yang bermunculan dalam otak Leona. Membuat gadis itu semakin penasaran dan terhanyut dengan suasana.

Siapa tahukan? Ini salah satu jawaban untuk menemukan Omelas?

Sayangnya saat ia ingin memperjelas penglihatannya dari jauh. Ada seekor kucing hitam yang tiba-tiba melompat dan bersuara di tempatnya bersembunyi.

Hal itu membuat Leona ketahuan. Buru-buru gadis itu segera beranjak dari sana sebelum kedua pria itu menyadari keberadaannya.

Sayangnya ia lupa sesuatu. Calstone yang sengaja ia pakai sebagai kalung. Tak sengaja terjatuh di dekat pohon maple yang tengah meranggas itu.

"Kurasa ada seekor tikus kecil yang menyelinap," ucap pria bertudung sembari menyunggingkan smriknya.

©©©

Lucas menopang wajahnya dengan kedua tangan menumpu di atas meja. Pria itu tampak kebingungan sekaligus gelisah. Apalagi pernyataan seorang Felix bersifat mutlak, jika posisi raja mengalami kekosongan. Jelas sekali, Putra Mahkota akan naik tahta dan menggantikan kedudukan raja untuk sementara.

"Ah, kepalaku pusing!" teriak Lucas.

Tangannya hendak meninju dinding kamarnya jika saja Estel tak datang dan hinggap di pundaknya. Ya, burung gagak itu ingin memberi Lucas sebuah berita.

"Ada apa? Jika kau lapar, kau bisa menangkap ikan emas milik Azril di kolam istana. Atau, kau bisa menusuk pantat Felix dan menjadikan dagingnya camilan makan siang," tukasnya ketus.

Lucas benar-benar kehilangan mood saat ini. Sekaligus tak ingin diganggu atau berbicara dengan siapapun. Bahkan ia tak peka jika Estel ingin memberikan sebuah pesan.

"Estel, keluar! Jangan ganggu aku atau kau kujadikan gagak panggang untuk makan siang!" ancamannya.

Mengerti perintah tuannya, Estel mulai mengepakkan sayapnya kembali lalu keluar dari kamar Lucas lewat jendela.

Di tempatnya, terlihat Lucas mengusap wajahnya kasar. Napasnya terhembus berat dan kedua tangannya berkacak pinggang.

Pria berambut merah bata itu masih teringat  dengan perkataan Felix soal perang tadi. Entah mengapa hal itu terngiang-ngiang terus dikepala merahnya, tak mau hilang.

"Sebenarnya apa yang membuat Leon begitu penting sampai harus melakukan perang begini?" monolog Lucas di depan cermin kamarnya.

©©©

Dalam sekejap, berita tentang peperangan mulai menyebar di dalam istana. Entah siapa yang membocorkan berita itu. Yang jelas, hal itu menjadi momok paling menakutkan bagi masyarakat saat ini.

Bukan hanya memerlukan pasukan yang banyak. Perang juga bisa membuat para penduduk kecil menjadi budak sebagai jaminan dan harta rampasan perang.

Jika ini dibiarkan, mereka akan semakin menderita sekaligus terjajah di tanah airnya sendiri.

"Kau kira aku sebodoh itu? Cih, bahkan seekor semut saja akan memohon padaku untuk diberi sebutir beras." Felix menyesap gelas anggurnya tanpa selera.

Di tangannya ada sebuah kalung yang terbuat dari anyaman akar wangi. Berliontin  sebuah batu kecil pipih dengan ukiran kuno di atas permukaannya.

Jika batu itu terkena cahaya matahari, warnanya akan berubah menjadi biru keungu-uangan dengan sinar yang begitu menyilaukan mata. Persis seperti batu permata. Hanya saja Felix merasa ada sisa-sisa mana sihir di dalamnya.

Seketika senyum misterius tercipta di ujung bibir Felix. Dengan mata penuh binar ia langsung memasukkan kalung batu itu ke dalam saku bajunya.

"Ten!" panggilnya.

Tak berselang lama setelah itu keluarlah sesosok pria berjubah hitam dengan cadar berdiri di belakang tubuh Felix.

"Kupikir, sudah saatnya kau keluar dan mencari apa yang aku perlukan!" perintah Felix.

"Satu lagi, kuharap misi ini berhasil dan bunuh siapapun yang berusaha menghalangi jalanku. Kau mengerti?" lanjut Felix lagi.

Ten langsung mengangguk paham. Secepat kilat pria itu melesat lalu pergi tanpa meninggalkan jejak.

"Tapi tidak akan seru, jika tak kubuat tikus kecil itu kewalahan."

Felix kembali menyesap anggur merahnya. Menatap ke arah pantulan cermin yang menampilkan sosok yang sama tengah tersenyum gembira.

"Kerja bagus!"

©©©

"Ada perintah dari Yang Mulia Pangeran!" teriak salah satu prajurit saat Lucas baru saja keluar kamar.

Dia belum tahu apa yang para prajuritnya bicarakan. Hanya saja, mereka semua terlihat sibuk dan berlalu lalang di depannya.

'Apa iya, perang akan terjadi sore ini?' batin Lucas.

Akhirnya dia mencoba menanyai salah satu prajurit yang tak sengaja menabrak bahunya karena terburu-buru tadi.

"Ampun tuan Jenderal, hamba sangat buru-buru sampai tak sengaja menabrak anda," katanya dengan wajah tertunduk.

Lucas yang melihatnya langsung menepuk bahu prajurit itu lalu menanyainya langsung tanpa basa-basi.

"Katakan padaku, apa yang membuat kalian terburu-buru begini? Apa perang akan terjadi nanti sore?" tanya Lucas tak sabaran.

Prajurit itu menggeleng.

"Bukan tuan, hanya saja Pangeran memberi perintah untuk menangkap Leon karena telah berkhianat." Mata Lucas melotot.

Ia tak percaya dengan perkataan prajurit di depannya.

"Kau gila, ya? Jelas-jelas Leon itu-"

"Buronan?"