Jeburrr ...
Tubuh Leona tenggelam tanpa adanya perlawanan sama sekali. Dia begitu tenang sampai tanpa sadar memejamkan mata, pasrah akan semuanya.
Perlahan dinginnya air mulai meremukan tubuhnya. Di alam bawah sadarnya, gadis itu meringkuk ke kiri seraya memeluk lututnya sendiri.
Leona hanya bisa merasakan saat satu demi satu, air mulai memasuki rongga hidungnya. Membuat dirinya mulai kesusahan bernapas. Paru-parunya terasa sesak karena di penuhi air sungai.
Entah mengapa saat di dalam air, kerja jantungnya menjadi lebih cepat. Itu membuat mata Leona yang awalnya terpejam kini terbuka lebar lagi. Secara alami, kepalanya langsung terdongak ke atas begitu juga dengan tangannya yang berusaha berenang kepermukaan untuk mencari oksigen.
4 detik ...
15 detik ...
25 detik ...
Kepala Leona mulai menggeleng perlahan. Ia tidak pandai berenang. Sedari tadi saja tubuhnya tidak juga bergerak untuk naik ke atas. Dia seperti di tempat dan posisi yang sama.
Perlahan air mulai memasuki mulut dan hidungnya. Membuat Leona semakin sulit untuk bernafas. Otak yang belum juga mendapat pasokan oksigen mulai berhenti berfungsi. Lama-kelamaan, tubuh Leona terasa sangat kaku dan sulit untuk di gerakkan.
Akhirnya pandangan gadis itu mulai mengkabur begitu saja. Setelahnya ia tidak ingat apapun lagi, selain kegelapan.
©©©
Di tempat yang sama ada seorang pria tampan berkulit hitam manis tengah berjemur di hilir sungai. Tepatnya pada batu besar yang berada di bawah sisi kanan air terjun.
Sebut saja dia Dean. Seorang calon raja dari klan mermaid yang sedang singgah ke hilir sebelum kembali pulang ke laut.
Sudah biasa Dean menghabiskan hari-harinya di hilir untuk sekadar berjemur atau menyendiri. Dia merasa tempat itu begitu tenang dan belum terjamah oleh siapapun.
Awalnya sih begitu, sampai matanya tak sengaja melihat sesuatu yang mengapung di tengah-tengah sungai.
Dari jauh, Dean mengira jika itu hanyalah batang kayu. Atau kepala seekor buaya. Tetapi, setelah diamati lebih jelas, rupanya itu rambut.
Alisnya seketika menukik. Sejak kapan buaya bermutasi memiliki rambut sepanjang itu?
Karena mulai penasaran, akhirnya Dean melompat masuk ke dalam air. Dia berencana berenang mendekati sesuatu yang mengapung itu.
Hingga, saat dirinya sudah sampai di dekatnya. Kemudian tanpa permisi membalikkan tubuh sosok itu, mata Dean membulat sempurna.
Reflek tubuhnya langsung memberi jarak pada sosok mayat yang mengapung itu. Saking penasaran bercampur takut, Dean bahkan menyentuh tubuh Leona hanya dengan ujung jari telunjuknya saja.
"Mayat? Tapi kenapa tubuhnya tidak kaku? Apa iya dia baru saja tenggelam?" monolog Dean.
Ada rasa simpati menyergap hatinya saat melihat wajah Leona yang terpejam erat itu. Sekaligus rasa tertarik, yang belum Dean rasakan sama sekali.
Apalagi, wajah Leona begitu cantik. Membuat jantung Dean berdetak melebihi batas normal.
"Ada apa dengan jantungku?" tanyanya pada diri sendiri.
Tetapi Dean tak ambil pusing. Dia langsung menyeret tubuh Leona mendekat ke arahnya. Untuk di bawa berenang ke tepian.
Sesampainya di tepian dia membiarkan kepala Leona bersandar pada dada bidangnya.
Dengan salah satu tangannya yang masih bebas, Dean mencoba menepuk-nepuk pipi gadis itu. Berharap jika Leona bisa membuka mata cantiknya.
"Akan sangat disayangkan, bila gadis secantik dirimu tewas begitu saja karena tenggelam," gumam Dean pelan.
Jari-jemari panjangnya menelusuri garis wajah Leona diam-diam. Tanpa sadar tangannya mulai berani menyentuh helai demi helai rambut gadis itu untuk diletakkan di belakang telinga.
Satu kata untuk menggambarkan gadis di hadapannya ini. Cantik. Bahkan dia mengalahkan para mermaid wanita yang berlomba-lomba untuk menarik perhatian Dean selama ini.
Apa iya, Dean mulai jatuh hati dengan mayat?
Kepala berambut birunya itu menggeleng, menepis segala pikiran bodohnya itu.
"Sadar Dean! Kau harus menyelamatkan hidupnya sekarang, bukannya malah memuji kecantikan gadis ini!" ucapnya pada dirinya sendiri.
Merasa jika tepukan pada pipi Leona tak berhasil. Dean berencana melakukan cara lain, seperti memberikan napas buatan padanya. Perlahan wajahnya mulai mendekat ke arah bibir Leona. Tangan kanan Dean pun sudah mengangkat dagu gadis itu sedikit supaya bisa dialiri napas Dean.
Hanya saja, saat jarak bibirnya mulai dekat. Tiba-tiba Leona terbatuk, hingga memuncratkan air pada wajahnya.
"Uhukkk! Uhukkk! Uhukkk!"
Leona yang belum sadar sepenuhnya terbatuk begitu keras. Rasanya seperti kedua paru-parunya dipenuhi air saat tenggelam tadi.
Awalnya dia mengira jika dirinya akan mati hari ini. Dan sudah bertemu dengan malaikat maut berambut biru terang dengan kulit hitam manis, yang mengekspos bagian dada bidangnya.
"Astaga! Kau punya etika tidak, sih?" bentak seseorang di dekat Leona.
Buru-buru, gadis itu menolehkan wajahnya ke samping kanan yang langsung mendapati seseorang. Ciri-cirinya, persis seperti malaikat maut yang Leona lihat tadi. Hanya saja, setengah badannya bersisik dan memiliki ekor layaknya ikan.
Tunggu.
Apa mungkin dia seekor duyung?
"Apa kau seorang duyung?" tanya Leona spontan.
Mata Dean mendelik.
"Lancang! Aku mermaid tahu, bukan duyung!" bentaknya lagi.
Terlihat bibir pria itu mengerucut sebal, dan hidung yang kembang-kempis menahan rasa kesal. Jangan lupakan kedua tangannya yang langsung bersedekap membelakangi tubuh Leona.
"Mermaid?" tanya Leona masih belum mengerti.
Setahunya dia hanya jatuh ke dasar jurang di belakang sekolah untuk mencari Omelas. Sebuah negeri yang begitu damai dan belum dapat dia temukan keberadaannya sampai detik ini.
Tapi kenapa dia tiba-tiba bertemu dengan makhluk bernama mermaid seperti dalam cerita fantasi?
Apa iya, setelah ini dirinya akan bertemu dengan bangsa vampir dan serigala seperti di film laga?
"Ya ampun, kenapa aku menolong manusia tak punya sopan santun sepertimu, sih!" tukas Dean yang tahu jika selama dia berbicara tadi. Gadis yang dia tolong hanya melamun dan duduk termenung saja.
Leona yang peka terhadap sindiran pria itu hanya bisa tersenyum tipis ke arahnya.
"Maaf," kata gadis itu pelan.
Dean hanya mengibaskan salah satu tangannya untuk membalas ucapan Leona.
"Ya, tak masalah. Lagipula aku bukanlah pangeran yang begitu arogan sehingga mudah merasa dendam hanya karena sikapmu itu, Nona."
"Nona?" tanya Leona cepat, sesaat setelah mendengar ucapan pria mermaid ini.
Tangan gadis itu langsung menyentuh rambutnya cepat, seperti mencari-cari sesuatu. Sampai kemudian, Leona terlihat meringis saat tak menemukan hal yang di carinya itu.
"Cih! Dimana wik putihku?" gumamnya yang masih bisa Dean dengar.
Pria itu hanya menyunggingkan seutas senyum seraya menyentuh dagu Leona. Membuat wajah gadis itu terdongak tanpa permisi yang langsung melayangkan tatapan tajam ke arahnya.
"Aku tahu sekarang. Kau menyamar menjadi laki-laki untuk mengintipku selama ini, kan? "
Alis Leona detik itu juga menaut. Begitu heran akan sikap dari pria yang mengaku-ngaku sebagai pangeran mermaid ini.
"Untuk apa aku melakukan hal tak berguna itu? Buang-buang waktu saja, lagipula aku tidak mengen-"
"Ssttt ... Mengaku saja Nona, kalau kau terpesona pada ketampananku selama ini, ya kan?" potong Dean seraya berucap penuh percaya diri. Dengan alis yang dinaik-turunkan secara berirama.
Bibirnya menyunggingkan senyum lebar ke arah Leona, sampai memperlihatkan deretan giginya yang rapi, mirip iklan pasta gigi. Tak lupa, dia juga beberapa kali, mengusap rambutnya ke belakang, sok tampan sekali.
Leona yang melihat tingkahnya itu, hanya bisa mengusap wajahnya kasar dengan telapak tangannya, sebelum berteriak.
"Sinting! Kukira hanya Lucas saja yang narsis, ternyata ada yang lebih parah dari dia."