Chereads / Pemilik Hati Dinara / Chapter 11 - JAWABAN DAN HARAPAN

Chapter 11 - JAWABAN DAN HARAPAN

Suasana yang damai dan menenangkan jarang ditemui oleh sebagian orang. Kehidupan di Ibukota yang selalu sibuk membuat sebagian orang ingin merasakan bagaimana hidup tenang tanpa adanya pekerjaan yang selalu menyibukkan.

Begitu juga dengan pria tampan yang masih setia berbaring di ranjang berseprai putih bersih. Matanya mengerjap untuk membuka dan melihat sekeliling. Ia sadar kalau ini bukan kamarnya. Ketika penglihatan matanya sudah jelas, Ia memindai seisi ruangan.

Dengan pelan, ia memijakkan kakinya kelantai dan berjalan ke arah balkon. Sesampainya disana, Ia melihat pemandangan yang indah di pagi hari. Meskipun jam menunjukkan pukul tujuh, matahari sudah mulai menyinari. Udara yang sejuk khas pedesaan membuat ia betah berlama - lama di berdiri.

Ketika sedang menikmati udara yang segar, matanya menangkap pergerakkan dari bawah. Pergerakkan seorang perempuan cantik yang berjalan ke arah kebun mawar yang terletak di belakang villa yang ia tempati.

Matanya merekam setiap pergerakkan perempuan tersebut tanpa terlewatkan sedikitpun. Penampilan yang sederhana membuat poin plus bagi siapa saja yang melihatnya ,termasuk Abrar.

Alangkah senangnya kalau ia bisa memiliki Ara untuk dirinya sendiri. Namun ia tidak ingin gegabah. Abrar harus bersabar karena ini langkah pertama untuk mendapatkan hati Ara. Abrar tau kalau Ara bukan tipikal perempuan yang harus dipaksa, maka dari itu, kunci pertama untuk mendapatkan Ara adalah kesabaran. Karena buah dari kesabaran sangat manis untuk di kecap.

°°°°°

Saat ini Ara sedang berada di kebun mawar miliknya. Mawar merah yang sangat indah terlihat sangat mendominasi. Meskipun bunga mawar berduri, namun tidak membuat dirinya untuk tidak menyukai bunga tersebut.

Ara mengambil beberapa bunga mawar untuk di jadikan bahan makanan dan membuat pelembab wajah alami miliknya ,karena nanti malam ia harus segera berangkat ke Sydney. Ketika sampai di Sydney, Ara tidak ada waktu untuk membuat pelembab untuk wajahnya karena waktu nya sudah di habiskan untuk berkreasi di dapur. Maka dari itu, karena masih ada waktu sebelum keberangkatan, Ara membuat apa yang akan ia bawa.

Ketika merasa sudah cukup, Ara kembali berjalan masuk ke dalam villa tanpa menyadari kalau sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan segala kegiatannya. Ara bersenandung kecil sambil tersenyum. Entah kenapa hatinya merasa sangat bahagia.

Sesampainya didalam, Ara segera membuat sarapan karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Menu sarapan hari ini adalah nasi uduk karena kakeknya sendiri yang meminta langsung kepadanya kemarin malam. Jadi sebelum jadwal keberangkatannya, Ara menyempatkan dirinya untuk memasak masakan untuk kakek dan neneknya saat dirinya sudah berada di Sydney.

Sesaat setelah selesai menyajikan sarapan, Ara menyuruh salah satu maid untuk membangunkan kakek dan neneknya yang masih berada di dalam kamar, sedangkan dirinya berjalan ke sebuah kamar untuk membangunkan Abrar yang menginap di Villa milik kakeknya.

Sesampainya di depan pintu, Ara berdiam diri sebelum memberanikan diri untuk mengetuk pintu. Setelah merasa sudah bisa menghilangkan kegugupannya, Ara mengangkat sebelah tangan nya untuk mengetuk pintu kamar.

"Kak Abrar..." panggilnya..

Ara masih setia mengetuk pintu, namun belum ada jawaban . Mungkin lagi di kamar mandi, batinnya.

Namun ketika hendak melangkah untuk beranjak dari sana, terdengar kenop pintu yang terbuka. Dan di sana Abrar berdiri, melihat siapa yang mengetuk pintu.

"Ara? sedang apa disini? tanya nya..

"Ara mau ngajak kakak sarapan sebelum kita pulang ke rumah. Nanti jam tiga Ara harus sudah sampai di bandara..." Jawab Ara.

"Apa jadwal keberangkatannya hari ini? Kakak lupa kalau memang hari ini Ara ke Sydney..."

Ara mengangguk, mengiyakan. "Iya kak hari ini karena acara nya dimajukan dua hari lagi.."

"Baiklah, kalau begitu mari kita sarapan, setelah itu kakak antar Ara pulang untuk bersiap..."

Ara mengangguk,tidak menjawab. Abrar berjalan bersisian di samping Ara sambil bercerita. Sesampainya di ruang makan, terlihat kakek dan nenek Ara sedang menunggu kedatangan mereka.

"Ayo nak Abrar, kita sarapan dulu..."Ujar Amora.

"Baik Nyonya Amora.."

"Jangan panggil Nyonya, panggil nenek saja seperti Ara. Sebentar lagi kan kita jadi keluarga.."

"Hah..Apa nek? tanya Ara setelah mendengar perkataan Amora barusan.

Abrar pun terlihat sama bingung seperti Ara. Namun berbeda dengan kakek Ara yang terlihat santai saja sambil menikmati sarapannya.

"Sudahlah sayang, Ara harus segera pulang untuk bersiap sebelum berangkat. Kalau terus mengatakan hal seperi itu terus, nanti malah tidak jadi. Jadi diam - diam saja dulu..."

"Sebenarnya ada apa ini kek, nek? jelasin ke Ara kenapa? jangan kasi perkataan ambigu seperti itu?kan Ara tidak mengerti? rentet Ara sambil menatap kakek dan neneknya.

"Sudah - sudah, ayo kita makan. Kasihan Abrarsee sedari tadi menunggu kalian yang masih terus berbincang.."

Ara diam sambil merengutkan wajahnya. sedangkan Abrar masih setia dalam mode diamnya seakan senang mengamati interaksi antara Ara dengan kakek dan neneknya.

Mereka akhirnya sarapan dalam diam. Tidak ada yang berbicara satupun karena seakan sedang menikmati masakan yang disajikan Ara.

°°°°

Saat ini Ara dan Abrar sedang dalam perjalanan pulang menuju ke rumah Ara karena Ara harus bersiap untuk keberangkatan nya ke Sydney nanti. Sedangkan Abrar sendiri rencana nya akan ikut dengan Ara ke Sydney, namun saat ini masih dirahasiakan, hanya kakek dan nenek Ara saja yang tahu. Sedangkan Ara sendiri hanya tahu kalau Abrar akan menemaninya ke Bandara.

Sesampainya di rumah Ara, Abrar mematikan mesin mobil dan menghadap Ara yang sedang melepas seatbelt.

"Ara..."panggil Abrar.

"Ya?

"Apa tiket pesawat sudah Ara pesan?"

"Belum kak, Ara belum sempat memesannya.Mungkin nanti saja Ara pesannya setelah Ara bersiap..."

"Biar kakak pesan tiketnya..."

"Tidak usah kak, Ara bisa kok pesan nan__" belum selesai Ara ngomong, Abrar langsung memotong perkatannya.

"Udah, tidak apa - apa Ara..."

"Tapi kan__"

"Ara diam saja ya, biar kakak yang pesan. Sekarang Ara bersiap apa saja yang akan di bawa. Kakak juga ada keperluan sebentar sebelum menemani Ara ke Bandara.

Ara menghembuskan nafas kesal. "Hm, baiklah. Ara turun dulu..."

",Oke, nanti kakak jemput lagi. kalau sudah selesai langsung kabari kakak.."

"Heum..." Ujarnya lagi sambil turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah untuk menyiapkan perlengkapan apa saja yang akan dibawa.

°°°°°

Ara sedang duduk di teras sambil menunggu kedatangan Abrar. Abrar mengatakan kalau ia sedang dalam perjalanan ke rumah Ara, jadi sambil menunggu kedatangan Abrar, Ara memainkan game di ponselnya.

Tidak lama kemudian, mobil Abrar masuk ke dalam pekarangan rumah Ara dan dari dalam mobil Abrar bisa melihat kalau Ara sedang fokus memainkan ponselnya. Agar Ara mengetahui keberadaannya, Abrar sengaja menekan klakson mobil. Ara yang mendengar bunyi klakson tersebut memalingkan wajah nya ke arah sumber suara berasal dan matanya melihat kalau Abrar sedang tersenyum ke arahnya di dalam mobil.

Ara segera beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah mobil Abrar berada. Sebelum tangan Ara menggapai pintu mobil, Abrar sudah berdiri di samping Ara sambil tersenyum kepadanya.

"Tuan putri tidak boleh membuka mobil...?

"Kenapa...? Tanya Ara yang keheranan.

"Karena akan ada kakak yang selalu membuka pintu kemanapun untuk Ara..."

Ara merasa wajahnya merona mendengar pernyataan Abrar barusan. Meskipun perkataan tersebut masuk dalam artian bercanda, namun tetap saja dada Ara terasa berdebar.

"Ehem... , ayo kita pergi kak..."

"Oke..." ujar nya setelah menutup pintu mobil. Sedangkan Abrar sendiri langsung menaiki mobil dan menyalakannya untuk jalan menuju bandara.

Keheningan sangat terasa di dalam mobil. Jadi Ara ingin memecahkan kecanggungan di antara mereka dengan memberikan jawaban perihal pernyataan lamaran Abrar saat mereka sarapan di rumah Ara tempo hari.

"Kak..

"Ya Ara?"

""Em.. Ara mau kasi kakak jawaban tentang perkataan kakak kemarin___"

"Jadi apa kakak di terima?" Abrar memotong perkataan Ara. Sangat terlihat kalau Abrar tidak sabaran.

"Sabar kak, ni Ara mau jawab. Kenapa kakak terlihat tidak sabaran sekali?"Ara jadi curiga"

"Bukan gitu Ara, kakak tulus suka sama Ara. perasaan kakak juga tidak main - main. Makanya kakak sangat berharap kalau Ara menerima kakak"

Ara tersenyum mendengarnya. Kebimbangannya menguap begitu saja. Kini hatinya sudah mantap dan tidak ada keraguan sedikitpun.

"Ara terima kakak..."